BAB 28

2.9K 310 8
                                    

"Galau itu wajar. Yang gak wajar galauin pacar temen."


Dunia malam selalu identik dengan perilaku di luar norma. Seperti saat ini di tempat ini banyak pemuda pemudi yang tengah berkumpul. Motor-motor berjajar dengan jumlah yang sulit dihitung. Suara bising dengan asap rokok di mana-mana. Cahaya pun hanya disinari beberapa lampu jalan.

"Curut!"

Cowok di atas jok motor dengan sulutan rokok terlonjak kaget. Ia melirik sinis Agra yang baru saja menabok lengan Gana.

"Kenapa lu?"

Belum sempat Gana menyahut tiba-tiba saja Tio berdehem.

"Ciri-ciri orang galau. Satu, diem-diem bae. Dua, suka ngelamun. Tiga, gampang sensi kek pantat bayi!" tutur Tio panjang bak seolah motivator.

"Tenang bro!" Tio berdehem lagi, "galau itu wajar. Yang gak wajar galauin pacar temen. Hiyahh!!"

"Anjay!!" sahut Agra menyetujui.

Suasana sedikit menghangat. Setidaknya Gana tersenyum tipis mendengar celotehan receh Tio. Ia membuang putung rokok ke sembarang arah. Aneh, padahal Gana perokok aktif tapi bibirnya tidak hitam sama sekali.

"Si radio bikin gue nyesel."

Tawa renyah bak wafer Agra dan Tio mendadak bungkam. Mereka saling melirik tidak percaya.

"Tere maksud lo?" tegas Tio.

Gana menaikkan alis sebagai jawaban. Ini kabar aneh bagi mereka. Gana memikirkan Tere? Bukannya Gana membeci cewek bawel dan toa itu. Mereka baru sadar sikap aneh Gana seharian ini ternyata gara-gara siswi kelas sepuluh itu.

"Nyesel apaan?" tanya lagi Agra jadi penasaran sendiri.

"Nyesel udah jahilin itu guru menor."

Hening. Mulut Agra dan Tio melongo seketika. Mereka benar-benar tidak percaya dengan ucapan Gana. Sejak kapan cowok itu menyesal atas apa yang sudah diperbuat? Seumur-umur mereka berteman baru kali ini ia mengatakan kata 'menyesal'.

Agra menabok lengan Gana. "Berarti dia udah berhasil masuk ke pikiran lo."

"Lo jatuh sama perasaan Tere," tandas Tio.

Mendengar ucapan Tio mendadak jantung Gana berdetak kencang, punggungnya menegak, alisnya menaut. Apa benar ia jatuh cinta dengan Tere?

"Hai sayang. Akhirnya kamu ikut juga!" teriak seseorang memeluk tubuh Gana.

"Pasti karena aku yang ajak kan?" tanyanya lagi mengulas senyum. Siapa lagi kalau bukan Clara. Tidak dipungkiri jika kelakuan Clara memalukan lihat saja pergaulan Clara. Tengah malam bukannya tidur di rumah ia malah kelayapan di area balap liar.

"Gana apa yang mau lo taruhin malem ini?"

Gana menoleh pada Axel si ketua balap motor di sini.

"Gimana kalo cewek lo? Cantik juga," tuturnya melirik Clara dengan senyuman picik. Dilihat seperti itu membuat Clara semakin memeluk lengan Gana.

"Ih! Apaan sih! Gue gak mau!" jawab Clara judes.

"Motor gue," potong Gana cepat. Meski ia sebal dengan Clara ia tidak mungkin merusak kehormatan Clara. Karena kalau sampai ia kalah tanding harga diri perempuan jadi taruhan.

"Makasih ya sayang kamu udah lindungin aku."

Semua bersiap kali ini ada penantang baru yang tidak pernah Gana lihat sebelumnya. Katanya sih dia ahlinya balap. Di garis start sudah bersiap dua cowok dengan motor masing-masing. Suara gas yang dimainkan menambah bising suasana. Gana dan penantang saling melirik sinis. Seumur-umur Gana tidak pernah kalah dalam setiap balap dengan siapapun itu.

"Tiga, dua, satu!"

Seketika motor melaju dengan kecepatan tinggi. Suara dukungan semakin menghilang terbawa angin. Saat balap seperti ini nyawa dinomor duakan sedangkan nyali dinomor satukan. Saling menyalip, mengegas dan mengejar begitulah suasana tegang di jalan sepi ini. Menurut Gana balap adalah cara dia menghilangkan segala stress. Ia mengenal dunia balap liar ini setelah ia putus dari Salsa. Semenjak itu Gana sering balap liar hingga pernah mengalami patah tulang di bagian tangan. Tidak ada kata kapok selama napas masih berembus. Sayup-sayup suara riuhan kembali terdengar menandakan ia akan sampai garis finish. Gana semakin mamacu kecepatan.

"Sayang!"

"Woo! Mantab!"

"Gana keren bro!"

"Masih ada yang mau nantang rajanya balap gak nih?"

Suara tawa meremehkan menyeruak menyudutkan penantang yang nyatanya kalah. Cowok yang menjadi saingan Gana melepas helm. Wajahnya terlihat kesal.

"Ini kunci motor gue."

Gana menaikkan satu alis.

"Gak. Kumpulin nyali lo buat hadepin gue nanti."

Mengetahui Gana menolak barang taruhan buru-buru Agra menengani.

"Eh bro ini rejeki lo kali masa mau lo tolak dah," kata Agra mencoba mempengarui. Dia memang ahlinya mengompori orang.

"Bener bacot si Agra. Terima aja."

"Gak," tegas Gana kembali naik ke motor lantas mengegas meninggalkan teman-temannya.

"SAYANG MAU KEMANA? KOK AKU DITINGGALIN SIH?" teriak Clara histeris ditinggal Gana begitu saja.

Angin malam terasa semakin menusuk hingga tulang. Laju motor Gana melaju dengan kecepatan tinggi. Setidaknya napas lega bisa ia hembuskan. Inilah kepuasan yang Gana dapat setelah balap, kebebasan. Sesekali pikiran Gana melayang menuju wajah sosok Tere. Ah, kalau seperti ini terus bisa-bisa Gana gila.

"AWAS!"

Seketika ada sosok melintas di depan Gana. Rem ditarik sekuat tenaga. Suara decitan ba menyeruak memberi tanda garis di aspal. Jantung Gana berdesir hebat ketika motornya membanting arah hingga nyaris menabrak pohon. Keringat dingin keluar, mata Gana melirik sinis arah belakang. Di sana berdiri perempuan yang juga memasang wajah kaget, pucat, pias. Ia menghampiri dengan napas memburu. Gana berjanji siapapun cewek itu ia akan mengatai hingga tidak akan terlupa tujuh turunan.

"Anjing! Sok punya nyawa banyak!" ketus Gana.

"Kak Gana?"

Mata Gana membelalak. Bibirnya yang siap mengumpat tiba-tiba bungkam. Ia melirik kanan, rumah sakit.

"Lo ngapain malem-malem di rumah sakit?" tanya Gana melupakan umpatan tujuh turunan. Melupakan amarah yang sudah mau meletus.

"Jalan gak lihat-lihat! Mau mati lo?"

Tere menggeleng cepat. Tere sadar jika ia sedang buru-buru hingga menyeberang tanpa menoleh kanan kiri.

"Maaf kak tadi aku buru-buru."

"Buru-buru apa?" tanya Gana masih dengan nada marah.

"Ini obat bunda. Tuh bunda nunggu di mobil. Aku duluan ya kak," potong Tere cepat-cepat meninggalkan Gana lantas masuk ke mobil sedan. Mobil sedan itu langsung melaju dengan kecepatan cepat tanpa menyapa. Gana mematung di tempat bingung melihat sikap Tere. Padahal dia selalu banyak mengoceh saat bertemu Gana namun malam ini apa Tere malah meninggalkan Gana tanpa permisi.




Haloo :)

Setelah sekian lama akhirnya ketemu lagi sama Tere dan Gana.

Hm kira-kira kenapa ya sikap Tere aneh? Ada yang mau tebak?

TBC...

STAY TUNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang