BAB 15

4.6K 481 8
                                    

"Kebanyakan ekspetasi itu adalah kekecewaan."


Belum ada jawaban. Anaya masih menangis. Tere memutuskan untuk membawa Anaya ke kamarnya. Sepertinya Anaya butuh tempat privasi untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Pikiran Tere kacau melihat Anaya menagis seperti ini. Selama mereka berteman belum pernah Tere melihat Anaya menangis. Kini mereka berada di kamar Tere. Ia mengambilkan tisu dan menyiapkan di depan Anaya.

"Lo kenapa?" tanya Tere saat Anaya sudah mulai tenang.

"Gue diputusin Aldo Re."

Dahi Tere mengernyit memberi tanda jika ia tidak mengerti nama siapa yang baru saja Anaya sebutkan.

"Aldo?"

Anaya menyeka air matanya.

"Dia pacar gue di Bandung. Dia bilang katanya gue selingkuh Re. Dia bilang dia lihat gue pelukan sama cowok. Tapi gue sama sekali gak lakuin itu Re," ucap panjang Anaya kembali mengurai air mata. Tere yakin sebelum ke sini Anaya sudah menangis. Mata Anaya begitu sembab dan memerah. Entah sudah berapa tisu yang Anaya gunakan.

"Lo udah jelasin ke Aldo?"

"Udah Re tapi dia gak percaya. Dan Aldo malah unggah foto sama cewek lain Re."

Anaya menyodorkan ponsel. Saat ia buka mata Tere membelalak. Sosok cowok sedang berpelukan mesra di sana. Emosi Tere langsung naik.

"Bener-bener ya itu cowok gemes banget gue tonjok!" ucap Tere kesal sendiri menjotosi guling sebagai pelampiasan. Kondisi Anaya memang menyedihkan. Dua tahun memang bukan waktu yang singkat. Apalagi hubungan yang dijalin adalah hubungan jarak jauh. Saat kepercayaan goyah sedikit saja penyusup akan mudah untuk masuk. Anaya masih menangis, Tere mendekat memeluk Anaya. Dia butuh semangat.

"Udahlah Na cowok kayak gitu mah hempas aja. Lo itu cantik, baik, pinter lo bisa dapetin yang lebih baik dari Aldo," tutur Anaya pelan.

"Tapi kita pacaran udah dua tahun Re," sanggah Anaya bernada tidak rela.

Tere melepas pelukannya. Ia menatap Anaya penuh arti.

"Na, waktu lama atau singkat bukan penentu berlanjutnya sebuah hubungan," jedanya menepuk bahu Anaya.

"Tapi dia cinta pertama gue Re," sanggah Anaya.

"Apa cinta pertama buat lo pertahanin apa yang gak pantes?"

Anaya mendongak. Tatapan Anaya seolah menyetujui perkataan Tere. Sekali cowok merusak sebuah hubungan ikatan itu akan pecah. Mungkin bisa kembali tetapi tidak akan pernah utuh seperti semula.

Apakah cinta pertama begitu sulit? - batin Tere.

***

"Re nanti ayah jemput jam berapa?"

"Gak usah dijemput Yah. Tere bisa naik angkot," ucap Tere seraya mengenakan tas.

Adam menepikan mobil sedan hitamnya. Pagi ini Adam mengantar Tere ke sekolah meski dengan berdebatan panjang.

"Ayah gak mau kamu sakit nak," ucap Adam lagi.

"Yah. Percaya sama Tere," potong Tere cepat. Ia tidak mau orang tuanya selalu membawa kesehatan Tere dalam setiap hal. Kesehatan yang dibicarakan selalu menghambat kegiatan Tere.

"Tere berangkat ya Yah. Ayah hati-hati di jalan," ucap Tere mencium punggung tangan Adam. Ini memang masih pagi namun Tere harus cepat-cepat ke kelas untuk mengerjakan tugas. Andai saja ia tidak ketiduran semalam pasti Tere tidak akan tergesa-gesa seperti ini. Ia segera turun dari mobil.

"Tere bekal kamu ketinggalan!" teriak Adam dari dalam mobil.

Tere menoleh pada Adam yang menenteng kotak makan berwarna beru navy. Ia menepuk jidat lumayan keras. Bagaimana Tere bisa lupa dengan bekalnya itu. Andai ia lupa sudah dipastikan ia akan kelaparan seharian. Selama ini Tere memang tidak pernah makan makanan berat di kantin sekolah. Mungkin ia hanya membeli air mineral dan roti.

"Oh iya Tere lupa," ucapnya kembali mendekati mobil dengan kekehan. Mobil Adam sudah berlalu berbaur dengan kendaraan lain. Tere memasukkan kotak makan ke dalam tas. Ia sudah tidak bisa mengulur waktu atau Tere akan dihukum di keliling lapangan.

"Itu Anaya?"

Kaki Tere mendadak berhenti saat matanya menemukan hal yang janggal. Beberapa kali ia mengedipkan mata namun tetap saja yang dilihat sama. Alis Tere menaut tajam memastikan itu memang Anaya. Ia melihat Anaya dan seorang cowok sedang berpelukan di dalam mobil. Rasa penasaran semakin memuncak. Ini tidak bisa dibiarkan Tere harus mencari tau.

"Na," panggil Tere mengetuk kaca mobil yang masih tertutup.

Sosok yang ada di dalam mobil langsung melepas pelukan dan menoleh pada sumber suara. Anaya keluar dari mobil dengan mata sembab. Tak lama sosok yang di kursi kemudi juga ikut turun. Mata Tere tidak henti-henti membelalak kaget.

"Re," ucap Anaya seolah gelagapan.

Telunjuk Tere mengarah pada Anaya dan Raka yang baru saja keluar dari mobil. Wajah Tere masih tidak percaya.

"Kalian?"

Mata Tere langsung beralih menatap Raka. Ingatannya tentang cerita Anaya semalam masih melekat di otak Tere.

"Jadi ini yang bikin lo putus sama Aldo?" cecar Tere mendadak emosi.

"Kak Raka?" terusnya dengan nada tidak percaya. Selama ini ia mengenal Raka sebagai ketua OSIS dan kakak kelas yang baik.





Haloo :)

Apa? Rakaa??

Menurut kalian Raka itu gimana? 

SDM ❤

STAY TUNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang