"Kamu penyelamat."
Matanya menatap cemas dengan tangan yang terus mencoba menggucang bahu Tere. Mata yang selalu menatap cuek dan tegas itu seakan menjadi mata paling menenangkan yang pernah Tere tau.
"Sayang lo mau pergi kemana?"
Suara preman menggelengar membuat Gana dan Tere menoleh pada sumber suara. Tiga preman menatap dengan sinis.
"Oh ada orang lain ternyata. Lo juga mau main sama dia? Tunggu giliran!" ketus ketua preman yang sudah bertelanjang dada. Melihat mereka semakin mendekat membuat Tere semakin ketakutan. Genggaman pada lengan Gana tanpa sadar semakin menguat. Kini Gana baru paham aa alasan Tere begitu ketakutan.
"Siniin cewek itu. Gue janji setelah gue dan kawan gue lo bisa puas-puasin sama dia!"
"ANJING!" umpat Gana murka.
Ia melirik Tere.
"Lo tunggu sini."
Gana maju dengan lantang.
"BANGSAT MAJU LO ANJING!" umpat Gana lagi.
"Woh! Nantangin bos!"
Tere terduduk di atas tanah. Matanya menyaksikan perkelahian tak seimbang itu. Sesekali Gana meringkuk terkena bogeman mentah dari mereka. Suara pukulan demi pukulan mengiasi malam mencengkam ini. Tonjokan memberi goresan luka pada mereka yang menjadi sasaran. Tere sempat membelalak saat satu preman mengeluarkan belati saku saku.
"KAK AWAS!"
Bruk!
Mata Tere memejam. Sedangkan Gana yang baru saja selamat seketika membabi buta. Ia seolah menjadi macan kelaparan yang tengah mengincar mangsa. Ia mengambil balok kayu di tepi gang. Pukulan demi pukulan melayang tepat sasaran. Napas Gana memburu, bercak darah di sudut bibirnya semakin membuat cowok itu membabi buta.
"PERGI LO BRENGSEK!" teriak Gana menendang mereka.
Ia melempar balok kayu ke sembarang arah. Mata Gana kembali menatap Tere. Tubuh cewek itu berguncang, dingin, gemetar, pandangannya kosong, kerigat dingin membalut seluruh tubuh, air matanya pun tidak berniat berhenti. Tere meringkuk memeluk dirinya sendiri.
"Tere," panggil Gana berjongkok.
"Lo udah aman."
Tere mendongak. Matanya begitu merah ada ketakutan besar di sana.
"Mereka udah pergi," terus Gana mencoba menenangkan cewek itu.
Sedangkan yang diajak bicara hanya diam dan terus menangis. Tangannya mengepal kuat.
"A-aku ta-takut kak," ucapnya terbata bersama isakan.
"Aku takut. Mereka ham-hampir renggut harga diri aku."
"Udah lo udah aman," potong Gana menepuk bahu Tere.
Dia menggeleng cepat. Ingatan Tere kembali melayang saat kejadian beberapa menit lalu.
"Ta-takut. Di-dia sentuh aku kak. Aku takut."
"Aku takut, aku takut, aku takut kak!" ucap Tere lagi terisak. Siapa saja pasti akan melakukan hal sama saat harga diri yang dijaga tiba-tiba ingin direnggut seenak jidat. Dia masih terus bergeming mengingat semua kejadian. Sesekali ia memukuli dirinya sendiri. Ini salah Tere! Seharusnya ia bisa tau waktu.
Gana yang memperhatikan ini serasa tercekik. Cewek yang selalu bawel dan mengusik kini menganiaya dirinya sendiri. Tere begitu terlihat lusuh. Rambutnya acak-acakan. Gana memejamkan mata sejenak. Sepersekian detik ia mendekap Tere dalam pelukan. Ia membiarkan Tere menangis di sana. Dia butuh seseorang saat ini. Bahu Tere semakin berguncang hebat.
"Aku takut kak. Aku takut," ucapnya lagi gemetar.
"Lo aman Re. Gue di sini!"
Malam ini adalah malam paling menakutkan bagi Tere. Ia tidak bisa memikirkan bagaimana dirinya jika Gana tidak ada di sana. Mungkin Tere sudah kehilangan kehormatan. Asap jagung menyemerbak menusuk indra penciuman. Lampu terang di dekat penjual memberi ketenangan tersendiri. Lalu lalang kendaraan membuat suasana ramai. Puluhan pedagang tengah berlomba menjajakan dagangan. Di sini mereka sekarang, sebuah taman malam.
"Lo minum dulu," tutur Gana menyodorkan sebotol air mineral pada Tere yang duduk di kursi kayu.
Tere menggeleng.
"Aku mau pulang."
"Lo mau pulang dengan kondisi lo kayak gini?"
Tere kembali menatap Gana. Ia tau maksud Gana. Jika Tere pulang dengan keadaan lusuh dan sembab seperti ini pasti Fatimah dan Adam semakin khawatir.
"Tenangin diri lo. Lo aman. Lo gak bakal kenapa-kenapa," tegas Gana menatap bilik mata Tere. Menurut, ia mengikuti saran Gana. Tidak ada senyum, tidak ada percakapan. Niat Gana untuk ke rumah Tio urung ketika ia melihat perempuan yang berlarian kalang kabut. Ia sendiri tidak bisa berpikir jika malam ini ia tidak lewat jalan sepi itu.
"Kenapa lo malem-malem di jalan?"
Dia menghentikan meminum air.
"Aku latihan basket di taman deket sekolah."
"Sampek semalam ini?"
"Demi tes basket," jawab Tere jujur.
Mata Gana menjeling.
"Tes basket?" Dia menggelengkan kepala dengan tidak percaya.
"Lo bahayain diri lo demi tes? Gila lo?" cecar Gana.
Tadi aku berhasil masukin lima bola dan aku jadi ketagihan sampek lupa waktu," tuturnya lagi menundukkan kepala. Tere tau ia salah.
"Jangan lo ulangin hal itu! Konyol!"
"Tapi aku mau bisa basket kak," sanggah Tere.
"Gue akan ajarin lo basket sampek lo bisa. Sepulang sekolah gue akan ajarin lo. Ngerti?"
Haloo :)
Nah lohh Gana kann bikin Tere senam jantung aja.
Kalau kalian di posisi Tere apa yang akan kalian lakukan?
SDM :)
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY TUNE
Teen Fiction"Kenalin nama aku Tere Felecia Agnibrata. Umur 16 tahun. Tinggi 159, 4 cm. Berat 49 kg. IPA 5." Gana mengernyit, dibuat semakin tidak mengerti sebenarnya siapa cewek yang ada dihadapannya yang mengoceh seenak jidat. "Aku suka makan cokelat sama jus...