BAB 35

3.1K 299 18
                                    

"Sakit. Tapi masih bisa ditahan karena kamu penguatnya."


"Lo kenapa hindari gue? Mau jadi pengecut?"

Dahi Tere mendadak bergelombang tidak mengerti apa maksud Gana.

"Kalo ada masalah omongin jangan kabur. Lo pengecut apa bajingan?" tandas Gana langsung menusuk.

Mata Tere memanas mendengar kata-kata itu.

"A-apa maksud kakak?"

"Tiga hari lo kemana? Setiap pagi gue jemput lo tapi lo udah berangkat. Gue ke kelas lo tapi lo gak ada. Gue tungguin lo di parkiran tapi lo malah pulang duluan. Apa maksud lo?" ucap Gana sedatar dan sedingin mungkin. Benar-benar tanpa ekspresi, marah tidak, kesal tidak.

"Aku cuma pengen sendiri."

Kalimat yang penuh ambigu. Ini adalah senjata pamungkas kaum perempuan saat situasi seperti ini.

"Gak tau diri lo Re."

Kalimat Gana semakin membuat kumpulan embun bening di mata Tere. Ia tidak pernah berniat membuat Gana susah bahkan sampai dalam masalah. Setetes air lolos dari sangkarnya. Tere menunduk dalam-dalam mencerna semua umpatan-umpatan pedas Gana. Ia diam menahan isak walau bahu Tere sudah berguncang.

"Jangan nangis," tangan Gana mengusap pipi Tere. Ia mengangkat dagu Tere agar menatapnya. Tatapan Gana berubahs sendu. Ia sadar sudah kelewat batas menerkam Tere dengan kata-katanya.

"Gue cuma pengen lo ngerti gue sayang sama lo. Gue cuma pengen lo ngerti gue khawatir tentang lo. Gue cuma pengen lo ngerti gue sepi tanpa lo Tere."

Indah, manis, penenang itulah tiga kata yang pantas untuk kalimat Gana barusan.

"Aku cuma ngerasa gak pantes berada di samping kak Gana."

"Kata siapa?"

"Kata aku barusan," jawab polos Tere.

"Setelah melepas masa lalu seharusnya masa depan lebih baik tapi kakak enggak. Kakak yang dulu dapetin perempuan sempurna kayak kak Salsa sekarang malah dapetin perepuan gembel kayak aku," ulas Tere jujur.

Ini lagi ini lagi. Gana bosan mendengar Tere mengatakan hal tentang Salsa. Bagi Gana Salsa hanya bagian masa lalu dari hidupnya. Tepatnya bagian menyakitkan. Tangan Gana mengulur pada kedua bahu Tere. Ia ingin membuat Tere mengerti tidak semua yang terlihat sempurna adalah kenyataannya. Bibir Gana mengucap penuh kedamaian melihat hal ini Tere hanya mampu diam menerima ucapan Gana. Satu tamparan keras Tere terima melalui kalimat terakhir Gana.

"Penghianat gak akan pernah mendapatkan kembali kebahagian yang udah diludahi."

"Gue minta sama lo jangan pernah bahas Salsa. Dia gak ada artinya bagi gue. Berhenti buat bandingin diri lo sama Salsa karena lo lebih baik di mata gue. Lo bahagia gue bukan Salsa. Ngerti?"

Tere diam cukup lama. Ia mengaku salah telah melibatkan masa lalu Gana dalam hubungannya. Bukan membuat baik ini malah memperkeruh suasana. Tere hidup di masa sekarang bukan di masa lalu. Ia mendongak kembali menatap Gana perlahan senyum Tere mengulas.

Sungguh tiga hari ini ia tidak melihat senyum Tere.

"Manis banget ngomongnya. Kakak baru makan sebaskom gula ya?" ledek Tere seraya merapikan rambut Gana yang menutupi jidat.

"Sekarung!" tandas Gana ikut terkekeh mencubit hidung Tere.

Masalah. Satu kata yang tidak akan pernah ada ujungnya jika hanya didiamkan. Bukan hilang tapi malah membusuk. Hari ini Tere mengerti apa arti menuntaskan masalah dengan membuka pembicaraan. Karena pada kenyataannya diam tidak selalu membuat jauh dari masalah. Sore itu Tere menyuruh Gana untuk kembali ke sekolah ia ingat betul turnamen basket tinggal beberapa hari lagi.

STAY TUNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang