BAB 31

3.1K 303 8
                                    

"Sekiranya senyummu cukup untuk membuat duniaku berhenti sejenak."

"Jatuh cinta sama lo."

Deg!

Tere mematung melihat Gana berjongkok di depannya dengan mengulurkan bunga yang ia beli di jalan tadi.

"Will you be mine?"

Bibir Tere kelu. Ia tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Apa ini artinya apa yang dikatakan Liana tempo hari adalah benar. Mata Gana masih menatapnya. Tatapan itu terlihat tulus. Tere mencubit lengannya sendiri memastikan ini bukan mimpi.

"Take the flower if you accept me."

Tere lagi-lagi diam. Ia tidak bermimpi. Ia tidak bermimpi jika Gana telah mengatakan jika mencintai Tere. Hari ini telah membuktikan jika mimpi adalah dasar dari kenyataan. Senyuman Tere terulas manis bahkan lebih manis dari biasanya. Perlahan tangannya mengulur.

"Lo tolak gue?"

Pertanyaan Gana muncul ketika Tere bukan mengambil bunga itu namun malah menampis. Detik berikutnya Tere memegang kedua lengan Gana dan menarik agar cowok itu berdiri. Kini mereka tengah saling bertatapan.

"Aku gak butuh bunga karena cinta aku bukan buat bunga," jeda Tere. "But for you."

Di sisi lain ada dua sosok yang tengah memperhatikan dari balik pohon besar. Dua perempuan lengkap dengan seragam serba hitam dan kacamata bak detektif. Dua perempuan yang sejak tadi sudah membututi. Dua perempuan yang malah deg-degan sendiri melihat Gana dan Tere bertatapan.

"Akhirnya YES!" ucap Liana dan Fatimah girang sendiri.

***

"Ma Tere berangkat ya."

Tere yang baru turun dari lantai dua buru-buru mengambil roti di atas meja makan. Cewek itu sudah siap dengan seragam putih abu-abu serta tas tersampir di punggung. Pagi ini akan menjadi awal hari terindah bagi Tere. Semalaman ia begadang hanya untuk membalas pesan dengan Gana. Tere pun tidak lupa mengatai Gana yang ternyata sudah punya ponsel dan Id Line, benar-benar polos. Semalaman pun rasanya senyum tidak dapat sirna sedetik pun. Astaga mungkin Tere sudah hampir gila.

"Hm udah ada ojek gratis tuh Yah," celetuk Fatimah melirik aneh pada putrinya.

Ah, Tere tau apa maksud Fatimah. Pasalnya di luar Gana sudah menunggu dengan memberikan klakson sebagai tanda.

"Gak papa sih Yah kan bisa irit uang belanja bunda. Jangan lupa sekalian minta Gana buat antar pulang," ucap lagi Fatimah menaik turunkan alis.

"Bunda apaan sih!" sunggut Tere sebal.

"Dih malu-malu kucing tuh Yah."

Merasa kesal dengan sikap Fatimah bibir Tere mengerucut. Ia melirik jam dinding di dekat televisi buru-buru Tere memasukkan satu roti ke mulut membuat mulut mungil cewek berkuncir kuda itu menggelembung.

"Ayah bunda, Tere berangkat dulu," pamit Tere mencium punggung tangan Adam dan Fatimah. Lantas ia segera berlari jangan sampai ia telat. Pagi-pagi mendapat hukuman bukan sarapan yang enak.

"Nak bekal kamu."

Seketika langkah Tere berhenti mendengar suara Adam, ia membalikkan tubuh lantas mengeplak jidatnya sendiri. Ia terkekeh kemudian memasukan bekal di atas meja. Andai bekal ini tidak ia bawa sudah bisa dipastikan ia akan kelaparan. Bukannya ia jijik makan di kantin ia hanya tidak bisa.

"Hehe lupa."

"Iya Yah kan yang diinget cuma Gana calon mantu mama yang gantengnya gak ketulungan," ucap Fatimah lagi semakin bernada menggoda.

STAY TUNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang