BAB 42

2.7K 291 85
                                    

"Jika saya bisa memilih saya akan memilih tidak tau saja."

"Tapi lo yang brengsek Gan. Lo udah patahin satu hati dan sekarang lo bersiap patahin hati yang lain."

Ucapan Agra seolah memberi tamparan bagi Gana. Ia tau betul apa maksud Agra. Gana sendiri pun tidak tau apa yang terjadi pada dirinya. Ia tidak bisa memaksa Salsa menjauh dari dirinya.

Bagaimana pun Salsa adalah cinta pertama Gana rasanya tidak tega jika menghakimi dia agar menjauh. Ini sebabnya Gana menerima perlakuan Salsa.

"Ngomongin apa sih kalian? Seriusan banget kayaknya," sahut Salsa tiba-tiba datang dengan nampan berisi dua bakmi dan dua es jeruk.

"Ini buat lo Gana," Salsa menyodorkan makanan di depan Gana.

"Gue gak laper kalo lo emang laper makan aja."

Dingin, ketus, datar. Rona wajah Salsa langsung berubah diam. Ia duduk tanpa senyum sedikit pun. Niatnya makan seolah hilang setelah kata-kata singkat namun menusuk terlontar begitu saja.

Di sisi lain Gana pun tersiksa di posisi ini. Ia mengusap wajahnya kasar lantas memilih pergi dari kantin. Dia butuh sendiri memikirkan apa yang membuat Tere menghilang selama ini.

"Agra! Temen lo kenapa sih?" tanya Salsa kesal.

Tidak ingin ikut campur Agra memilih mengedikkan bahu pura-pura tidak tahu.

***

Laju taksi berhenti di depan gerbang rumah bercat putih. Jantung Raka semakin berdetak kencang. Setelah sekian lama ia akan kembali bertemu dia si pemberi rindu. Terlihat mobil Adam terparkir di depan teras. Di sana berdiri sosok perempuan yang sibuk mengambil barang dari bagasi mobil. Perempuan itu Fatimah, dia sampai tidak sadar jika Raka dan Anaya sudah berdiri di sampingnya.

"Assalamualaikum tante."

Fatimah menoleh kaget.

"Waalaikumsalam. Aduh tante sampai kaget," tutur Fatimah mengulas senyuman.

Anaya menoleh pada Raka memberi kode apa ia harus menanyakan apa seharusnya yang harus ditanyakan. Perlahan Raka mengangguk.

"Tante habis dari mana? Kok dua minggu Anaya ke sini tapi gak ada orang."

"Habis dari Singapore Anaya," jawab Fatimah sambil sibuk membereskan barang-barang. Jawaban Fatimah membuat Anaya dan Raka saling melirik bingung. Apakah mereka liburan? Liburan sampai dua minggu meninggalkan sekolah tanpa keterangan?

"Buat apa tante?"

Kini pertanyaan muncul dari Raka.

"Itu buat Tere," jawab Fatimah masih sibuk membereskan barang-barang.

Rasanya semakin abu-abu. Otak mereka semakin tidak mengerti.

"Tere ada di dalam, Tan?"

"Ada kok dia di kamar."

"Kita boleh masuk, Tan?" tanya Anaya pada Fatimah.

"Boleh Anaya," jawab Fatimah tanpa menoleh dari pekerjaannya. Jawaban Fatimah membuat Anaya dan Raka langsung masuk. Anaya sangat ingin segera mengetahui mengapa sebenarnya dia pergi ke negeri orang.

Anaya ingin segera tau apa jawaban mengapa dia tidak bisa dihubungi sama sekali.

Di sisi lain ada seseorang yang baru sadar. Mata Fatimah membelalak lebar. Ia menoleh ke arah pintu, tidak menunggu lama ia segera berlari menyusul bahkan mencegah agar Anaya dan Raka tidak masuk ke kamar Tere atau semua akan terbongkar.

Permintaan Tere akan sia-sia jika Anaya dan Raka sampai masuk ke kamar Tere. Sesekali Fatimah mengusap keningnya menyesal bagaimana ia bisa-bisanya lupa akan keadaan Tere saat ini. Keadaan yang memaksa mereka harus pergi ke negeri orang.

"Anaya! Raka!" teriak Fatimah ketika Anaya dan Raka sudah masuk ke kamar Tere.








Haloo :)

Nah ada apakah dengan Tere? Digantung dulu ya man teman hehehe.

Penasarannn rasanyaa!!!!

SPAM KOMEN GAISS!!!

Tertanda,

Dian Yustyaningsih.

STAY TUNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang