"Rasanya seperti dihujam ribuan kelopak bunga."
"Tapi gak bisa apa kakak sisain lapangannya seperempat aja aku cuma mau masukin satu bola. Itu aja."
Sebenarnya Gana sempat melihat saat tadi pagi Tere dipermalukan karena tidak bisa bermain bola basket. Gana pikir itulah alasan mengapa Tere masih latihan basket sampai sesore ini. Ia melirik Tere, keringat memenuhi kening. Matanya sesekali menyipit seolah tengah menahan sesuatu. Gana menoleh pada bola yang dibuat mainan oleh anggota basket yang ia ketuai. Gana mengambil bola itu. Sepersekian detik Gana membalikkan tubuh Tere agar menghadap ring lantas Gana berdiri tepat di belakang Tere.
"Pegang gini," perintah Gana menitah tangan Tere agar memegang bola dan mengarahkan pada ring. Sungguh jantung Tere berdetak tidak karuan. Sesekali ia menelan saliva karena tenggorokan mongering seketika. Ia pun beberapa kali menahan napas. Ia tidak yakin jika posisinya begitu dekat dengan Gana. Dan apa ini? Tangan Gana dan Tere saling bersentuhan.
"Ngapain lo bengong? Lempar!" ketus Gana memerintah.
Shoot!
Wajah Tere berseri seketika. Ia mengulas senyum. Tangannya mengapal jadi gemas sendiri saat tau lemparannya akhirnya masuk ring. Ya meskipun atas bantuan Gana. Jika kalian tau bagaimana perasaan Tere ia sangat-sangat senang.
"Udah kan? Sekarang pulang!" ketus Gana lagi dengan alis yang masih menaut tajam.
Gana memang tidak bisa membiarkan orang senang sedikit saja. Meski sebenarnya ia masih ingin di sini namun saat melihat mata Gana rasanya mengerikan. Tere berjalan menepi mengambil tasnya lantas melambaikan tangan pada Gana.
"DAH KAK!"
"Itu bocah ngapa yak?" sahut Agra yang kini sudah berada di samping Gana.
"Gak waras," jawab Gana ketus.
Sebelum hari menjelang malam Gana segera memimpin untuk membagi tim menjadi dua. Basket adalah hidup Gana. Entah mengapa ia sangat suka dengan basket. Mungkin karena dulu Salsa menyukai cowok yang suka basket. Saat itu juga Gana berlatih keras hingga menjadi kapten. Namun menyedihkan, saat Gana sudah menjadi kapten basket saat itu juga ia tau jika Salsa sudah berselingkuh dengan anak SMA Tunas Bangsa.
Katanya daun yang jatuh tidak membenci angin. Tetapi saat daun jatuh dan membuat kotor itulah yang dibenci Tere. Sejak berdiri di bawah pohon rindang ini ia selalu kejatuhan daun kering. Ya mungkin karena embusan angin yang lumayan kencang. Ia menengok kanan kiri. Bibirnya mengulas senyum kecut. Sudah lima belas menit ia menunggu angkot. Mata Tere menilik jam di ponsel.
"Hampir setengah lima lagi," gumam Tere mulai panik.
Ia membuka room chat dengan Adam. Tere tidak yakin untuk meminta Adam menjemput. Ini hari Kamis, pasti saja Adam belum sampai di rumah.
"Re."
Tere mendongak. Matanya menemukan cowok bernama Raka itu lagi. Raka turun dari mobil sporty warna hitam. Astaga cowok itu selalu terlihat tampan dan rapi di setiap waktu. Perempuan mana yang tidak menyukai cowok seperti Raka.
"Lo belum pulang?" tanya Raka dengan dahi mengernyit.
Tere menggeleng.
"Belum kak masih nunggu angkot."
Bukan menjawab Raka malah tertawa terpingkal-pingkal. Seolah ia baru saja mendengar lelucon super lucu. Atau jangan-jangan penunggu pohon ini merasuki tubuh Raka? Tangan Tere melambai-lambai di depan wajah Raka. Nihil. Raka masih belum berhenti juga. Terpaksa Tere harus menggunakan cara kasar. Sepersekian detik ia menabok lengan Raka cukup kuat. Alhasil cowok itu kini diam.
"Kok ketawa?"
Raka mendengus tangannya masih mengusap-usap lengan yang baru saja ditabok Tere.
"Angkot lewat sini maksimal jam tiga Re. Lo sampek subuh di sini juga gak bakal ada."
Bibir Tere mengerucut. Alisnya menaut seolah sedang memikirkan hal yang begitu penting. Tere memang tidak pernah pulang sesore ini. Jadi pantas saja ia tidak tau.
"Gitu ya kak?"
"Ya udah aku pesen ojek aja deh," putus Tere merogoh ponsel di saku.
"Eh gak usah!" tahan Raka. "Gimana kalo gue anter aja?"
Sontak saja mata Tere membelalak kaget.
"Eng-enggak kak. Aku gak mau repotin orang lain," tutur Tere kembali mencari aplikasi ojek online namun lagi-lagi ditahan oleh Raka.
"Bareng gue aja. Gue anterin sampek rumah kok."
"Rumah lo mana?" terus Raka.
Tere enggan menjawab. Ia kembali menatap Raka dengan ragu.
"Perumahan Permata Merah."
"Cocok!"
Mendengar jawaban Raka membuat Tere mengernyitkan dahi semakin tidak paham.
"Apanya?"
"Kita searah. Rumah gue perumahan Alpha."
Tere bukanlah orang yang percaya begitu saja tanpa alasan. Ia menyipitkan mata mencoba mengintimidasi Raka. Takut-takut cowok itu berbohong.
"Rumah kakak perumahan Alpha?" tanya Tere masih tidak percaya.
"Iya."
Sepersekian detik pergelangan Tere ditarik Raka untuk masuk mobil. Langkah Tere tertatih menyeimbangkan tubuh. Kini Tere sudah berada di dalam mobil Raka. Kesan pertama yang didapat adalah harum dan rapi serta bersih. Padahal kebanyakan cowok tidak terlalu memikirkan tentang kerapian mobil. Senyum Gana mengulas seraya memakai seatbelt. Senyum kemenangan.
"Kalo nunggu lo mikir bisa sampek gurun sahara jadi salju," tutur Raka menaikkan kedua alis.
Sontak suasana mencair begitu saja. Di balik sikap tegas Raka ada sisi humoris yang tidak banyak orang ketahui. Raka memutar lagu untuk mengisi ruang mobil.
"Sahabat aku juga ada yang tinggal di perumahan Alpha namanya Anaya."
"Uhuk-uhuk!"
Rak tersedak air yang baru saja ia minum.
"Eh kak. Hati-hati."
Raka menoleh, alisnya menaut.
"Anaya temen lo?"
Ada nada bicara tidak percaya di sana.
"Iya. Emang kenapa?"
Raka kembali fokus pada jalan. Cukup lama Raka diam. Sikap cowok itu membuat Tere bingung. Buat apa Raka sampai tersedak saat mendengar nama Anaya.
"Gak papa. Si cewek manja itu kan?"
"Manja dari mana coba? Dia itu mandiri banget tau," sunggut Tere tidak terima sahabatnya dinilai seperti itu.
"Sampulnya aja gitu."
Tere membalikkan tubuh agar bisa menghadap Raka. Ia melihat ada kejanggalan di sini. Pertama, Raka tersedak saat mendengar nama Anaya. Kedua, Raka seolah mengenal dekat sosok Anaya. Ketiga, Raka selalu tersenyum saat mendeskripsikan tentang Anaya. Sekilas ada pemikiran melintas di otak Tere. Mendadak matanya membelalak dengan mulut sedikit terbuka.
"Kok kakak tau banget sih. Kakak pacarnya ya?" tebak Tere tanpa pikir panjang.
"Ha?" kaget Raka.
SDM :)
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY TUNE
Teen Fiction"Kenalin nama aku Tere Felecia Agnibrata. Umur 16 tahun. Tinggi 159, 4 cm. Berat 49 kg. IPA 5." Gana mengernyit, dibuat semakin tidak mengerti sebenarnya siapa cewek yang ada dihadapannya yang mengoceh seenak jidat. "Aku suka makan cokelat sama jus...