Pepohonan hijau menyejukan mata. Kicuan burung masih saja terdengar walau hari sudah tidak lagi pagi. Gemericik air terjun terdengar sayup-sayup. Beberapa daun terjatuh dari ranting. Langit biru menambah pesona alam hari ini. Terlihat tiga cowok dengan paras tidak diragukan lagi sedang berjalan menuju area perkemahan.
"Cewek itu penyiar radio atau apa yak. Kagak bisa diem mulutnya nyerocos mulu," omel Agra kesal. Sebenarnya ia baper karena dikatai mirip ayah vampir. Apa dia setua itu?
Gana tersenyum miring mengingat wajah Tere.
"Pengen gue sumpel pakek sempak!" umpat Gana gemas.
"Dia lumayan cantik. Lo gak mau ambil?"
Gana tertawa menjawab pertanyaan Tio. Ia menatap bergantian dua sahabat sejak kelas satu SMP.
"GAK!" ucap Gana tepat di depan Agra dan Tio.
Diam. Wajah Agra dan Tio mengkerut.
"Monyet mulut bau babi!" ketus Agra.
Gana tersenyum sinis.
"Gue lupa gosok gigi."
"BANGKE!" umpat mereka kompak.
Inilah hal lain dari sisi berandal mereka. Tidak ada banyak yang tau sikap konyol mereka yang kadang membuat ilfeel. Untung ganteng. Orang ganteng mah sah-sah aja. Mereka kembali berjalan menuju tenda. Padahal mereka bisa tidur di mana saja termasuk pohon. Namun tidak untuk hari ini. Mereka sedang malas diceramahi pak Paijo.
"Sutiono Yudistira!"
Sontak teriakan Agra membuat cowok berjambul tipis itu menoleh cepat.
"Bangke mulut lo jangan ember!"
Mata Tio dipelotokan geram. Baru saja Agra membuka kedok nama asli Tio. Bisa turun rating jika ada siswi yang mendengar.
"Tio Yudhistira!" ralat Tio.
"Iye-iye. Mata lo gak usah melotot-melotot," cibir Agra mengusap wajah seram Tio.
"Eh emang gue kayak ayah Agra? Yang botak itu kan?" ucap Agra lagi mengingat topik utama.
Tio menggedikkan bahu. Ia terlihat masih kesal.
"Mana gue tau. Gue ngertinya mamski sama papski Galang!"
"Sayang!"
Saat pertama kali mendengar suara itu Gana langsung mendengus kesal. Ia bisa menebak siapa suara cewek yang memanggilnya barusan. Lengan Gana terasa berat seketika. Bagaimana tidak, cewek dengan rambut agak kecoklatan bergelayut di sana.
"Kangen banget sama kamu," rengeknya memasang wajah manja.
Pasokan oksigen semakin sesak saat cewek sekelasnya yang bernama Clara memeluk erat Gana.
"Gila lo?" tepisnya mendorong tubuh Clara menjauh.
Wajah Clara berubah pias.
"Ha? Kok gitu sih kamu."
"Otak lo udah gak waras main peluk-peluk orang?" cecar Gana dengan kata-kata yang sudah tidak lagi diragukan akan menyakitkan.
"Kan peluknya juga kamu," ucapnya bernada sedih.
Sepersian detik Clara kembali bergelayut di lengan Gana.
Clara adalah adalah siswi berparas campuran Indonesia-Belanda. Wajahnya yang cantik dapat membuat semua kaum adam bertekuk lutut. Namun tidak bagi Gana, ia malah menganggap Clara cewek tidak waras yang setiap hari mengusik hidup.
"Jijik! Gue gak suka disentuh sama orang asing," terkam Gana semakin marah.
Clara mengernyit.
"Orang asing? Aku?"
Hening sejenak dan akhirnya Clara menganggukkan kepala, berjalan mendekati Gana, matanya menatap tajam.
"Ya udah sekarang kita jadian."
Kaget. Siapapun yang ada di sana merasa ini mimpi. Seorang Clara menembak? Agra dan Tio serta Patricia teman Clara diam tidak berkutik. Membiarkan waktu akan menyelesaikan adegan ini. Selama ini Clara menolak siapa saja yang menembak dirinya. Dari kejadian biasa sampai penembakan di tengah lapangan. Namun tidak satu pun dari mereka yang diterima.
Gana tersenyum remeh. Alisnya naik sebelah.
"Gak malu?" tanyanya.
"Malu apa?"
Gana berdecak.
"Di mana harga diri lo sampek nembak cowok?"
Jlep!
Kata-kata Gana mampu membius Clara gelagapan.
"Aa-aku punya harga diri kok."
Suara Clara mulai gemetar.
"Harga diri?" ulang Gana semakin tersenyum remeh. "Nembak cowok itu yang namanya punya harga diri?"
Sumpah. Siapapun yang ada di posisi Clara akan merasa ditusuk ribuan jarum.
"Gana! Ini jaman now bukan jaman dulu. Jadi wajar cewek wajah nembak cowok," jawab Clara tidak mau terlihat salah.
Cowok itu kembali berdecih. Ia maju mendekatkan wajah pada Clara membuat wajah cewek itu seketika tegang. Pasalnya jarak mereka hanya terpaut satu jengkal. Jika ditanya siapa yang jago dalam membuat jantung cewek berdetak tak karuan jawabannya adalah Gana Abimanyu Gutama.
"Cuma cewek murah dan sampah yang berprinsip kayak lo!" tandas Gana sukses membuat malu gadis berjaket denim itu.
Clara menarik napas panjang. Ia sudah tidak sepercaya diri sebelumnya. Semua sudah diinjak-injak sampai lusuh bahkan tak berbentuk oleh Gana. Si cowok pedas.
"Cabut!" komando Clara pada Alice sahabatnya sekaligus ketua geng di dalam The Girls. Kumpulan cewek teknik yang memiliki followers, kehidupan mewah serta ribuan foto liburan ke luar negeri yang tertata rapi di media sosial.
Tio dan Agra geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya.
"Parah lo bikin anak KepSek sedih gitu," tutur Agra melihat Clara yang semakin menjauh.
"Cuma anak KepSek," singkat Gana lantas berjalan lebih dulu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY TUNE
Teen Fiction"Kenalin nama aku Tere Felecia Agnibrata. Umur 16 tahun. Tinggi 159, 4 cm. Berat 49 kg. IPA 5." Gana mengernyit, dibuat semakin tidak mengerti sebenarnya siapa cewek yang ada dihadapannya yang mengoceh seenak jidat. "Aku suka makan cokelat sama jus...