"Onar itu nutrisi gue."
"Lo gak bisa diem?!"
Suasana kelas yang tadinya sangat ramai mendadak diam saat Gana mengebrak meja. Semua pandangan tertuju pada bangku pojok. Mata mereka bertanya-tanya mengapa Gana bisa marah secara tiba-tiba.
"Ih kok marah sih," sunggut Clara yang ikut berdiri dari kursi.
"Pagi anak-anak."
Dua sosok yang bersitegang menoleh pada sumber suara yang tiba-tiba menyambar. Perempuan berambut sebahu dengan kacamata minus, tubuh mungil, tas hitam yang tidak pernah terlihat tipis dan pastinya polesan lipstik merah menggoda. Bu Atin, guru biologi kesayangan Gana. Bagaimana bukan kesayangan, rasanya tidak afdol jika sehari saja bu Atin tidak menghukum trio biang onar terutama Gana. Semua murid langsung berhamburan kembali duduk di bangku masing-masing.
"Dah sayang. Muach!" tutur Clara genit memberi ciuman jarak jauh.
"Gelo," gumam Gana lirih berlogat Sunda.
"Mau dong Clara kiss bye dari lo buat abang," sahut Agra tiba-tiba nimbrung. Pantas saja sih, Agra kan teman sebangku Gana.
"OGAH!" ketus Clara memasang wajah mau muntah.
Sikap Clara membuat Gana naik pitam dan merasa malas berada di kelas. Padahal hari ini cowok berlesung pipit itu tidak sedang berniat bolos dan melanggar peraturam. Ah, entahlah. Terlihat bu Atin sudah memulai menjelaskan materi tentang sel hewan dan tumbuhan. Bu Atin menjelaskan dari ujung akar sampai pucuk daun. Guru itu memang selalu rinci dan menjelaskan secara detail. Tidak ada yang berani tidur saat pelajaran bu Atin. Siapa yang tidak tau tentang guru yang terkenal galak dan disiplin itu. Namun sepertinya fakta bu Atin tidak membuat Gana takut untuk tidur di kelas. Seperti sekarang saat semua mati-matian menahan kantuk mendengar penjelasan bu Atin cowok di pojok kelas itu sudah terlelap. Gana menjadikan suara bu Atin sebagai lagu penghantar tidur.
Sesekali Agra mencoel lengan Gana untuk bangun. Memang usil sekali cowok bernama Agra.
"Paham anak-anak?"
"Paham bu," jawab kompak mereka. Entah apa yang mereka katakan jujur atau tidak. Mereka hanya tidak berniat mendengarkan dongeng bu Atin lebih banyak.
"Ada yang ditanyakan?"
"Tidak."
Mendengar jawaban murid XI IPA 1 membuat kepala bu Atin mengangguk pelan.
"Rangkum dan kerjakan bab dua. Kumpulan saat jam istirahat pertama."
Belum saja bernapas lega bu Atin sudah memberi tugas saja. Pastinya mereka mendengus kesal jika sepagi ini harus ada tugas yang bisa dibilang banyak.
"Iya bu," jawab mereka lagi terdengar malas.
Bu Atin duduk di kursinya. Ia membuka buku dan mengecek nilai-nilai murid. Suasana cukup tenang mereka sibuk mengerjakan tugas walau sebenarnya malas sekali. Mata bu Atin mengedar, ia baru sadar ada yang janggal. Bu Atin berdiri matanya lagi-lagi menyapu seluruh sisi kelas. Ia baru ingat tidak ada suara sanggahan Gana saat bu Atin memberi tugas. Padahal biasanya Gana siswa pertama yang akan berkomentar, ngeyel.
"Gana tidak masuk?" tanya bu Atin pada Chika si sekertaris.
"Masuk bu," jawab Chika.
Dahi bu Atin mengernyit saat menemukan sosok laki-laki sedang menyenderkan kepala di meja. Merasa bu Atin akan menuju bangku belakang buru-buru Agra menyenggoli sampai menginjak kaki Gana.
"Nyet bangun nyet. Si menor ke sini," kata Agra lirih dengan mata terus mengamati bu Atin yang semakin mendekat.
"Nyet bangun!"
Bibir Agra harus kicep saat bu Atin sudah berkacak pinggang dengan memasang wajah murka melihat Gana terlelap tidur. Napas bu Atin bergemuruh. Bibir berpoles lipstik merah jadi mengerikan jika dilihat. Saat bu Atin bersiap menegur Gana murid seisi kelas sudah siap menutup telinga mereka.
"GANA ABIMANYU DAMAR GUTAMA!"
"Bangun kamu. Ini jam pelajaran buat belajar bukan buat tidur!"
Cowok itu dengan rambut acak-acakan itu mengucak mata. Matanya merah menandakan jika Gana memang menikmati tidurnya.
"Saya ngantuk," jawab Gana jujur. Masih saja ia sempat menguap. Memang cowok itu tidak ada takut-takutnya.
"Lari lapangan sepuluh kali sekarang!" tegas bu Atin.
Seluruh kesadaran belum sempurna terkumpul sudah ada saja hukuman. Ia mengangguk pelan lantas berdiri dari kursi.
"Ya bu," Gana melewati bu Atin santai. Ketika ia baru selangkah melewati posisi bu Atin Gana menoleh.
"Jangan kebanyakan marah ntar muka ibu jadi keriput semua."
"GANA!"
Sesuai perintah, sesuai hukuman ia harus mengitari lapangan sekolah sepuluh kali. Bu Atin memang selalu bisa membuat Gana tidak telat dari hukuman. Ia menggerutu kesal, bukan masalah hukuman tapi masalah bagaimana bu Atin meneriaki dengan suara tujuh oktaf. Kalian bisa bayangkan saat kalian tertidur begitu lelap tiba-tiba suara toa menggelegar. Ah, pasti menjengkelkan.
"Astaga kak Gana pagi-pagi udah bikin mata gue melek."
"Gila! Dia ganteng banget!"
"Duh perutnya motif roti sobek lagi!"
"Jadi pengen ngebungkus Gana rasanya."
Begitulah riuhan para kaum hawa ketika Gana melepas seragam atasan yang menyisakan kaos putih di dalamnya. Mau tidak mau bentuk tubuh Gana harus terlihat. Dia tidak berotot tapi pas saja dilihatnya. Kelas di sekeliling lapangan jadi riuh sendiri. Banyak siswi mengintip dari balik jendela. Ada juga yang curi-curi pandang padahal sedang ada guru di kelas.
"Dia yang mulai permainan," gumam Gana mengulas senyum, senyum licik.
Haloo :)
Apa yang akan dilakukan Gana? Tebak deh!
SDM
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY TUNE
Teen Fiction"Kenalin nama aku Tere Felecia Agnibrata. Umur 16 tahun. Tinggi 159, 4 cm. Berat 49 kg. IPA 5." Gana mengernyit, dibuat semakin tidak mengerti sebenarnya siapa cewek yang ada dihadapannya yang mengoceh seenak jidat. "Aku suka makan cokelat sama jus...