"Hari ini otak ku bekerja lebih keras."
"Kak Raka?" terusnya dengan nada tidak percaya. Selama ini ia mengenal Raka sebagai ketua OSIS dan kakak kelas yang baik.Anaya menarik tangan Tere agar menjauh dari hadapan Raka.
"Re gue jelasin dulu deh. Lo jangan salah paham dulu."
Tere menampis tarikan Anaya. Ia semakin maju mendekati Raka. Tatapan itu menantang. Kini ia sudah tidak peduli jika Raka adalah kakak kelasnya. Ia hanya tidak suka sahabatnya menangis gara-gara salah paham seperti ini. Apalagi hubungan mereka sampai putus.
"Kak aku gak nyangka ya sama kak Raka. Aku kira kakak itu orang yang baik. Tapi ternyata." Tere menggelengkan kepala lantas berdecih.
"PHO! Penganggu Hubungan Orang!" cecarnya penuh penekanan dalam setiap kata.
"Re udah Re. Lo dengerin gue dulu!"
Ucapan Anaya angin belaka bagi Tere.
"Jahat badak!"
Plak!
"RE!"
Kaget. Di luar dugaan. Siapapun yang berlalu lalang sontak menoleh. Kini banyak siswa-siswi yang mengelilingi mereka. Sikap Tere seolah tidak peduli jika semua yang ia lakukan akan mepermalukan Raka. Tamparan keras melandas mulus di pipi kiri Raka. Seketika wajah Raka merah padam menahan amarah, tangannya pun sudah mulai mengepal.
"Itu pantes buat kakak. Kakak itu yang udah buat Anaya putus!" ketus Tere berbicara tepat di hadapan wajah merah padam Raka.
"Tere!"
Tere menoleh menatap sahabatnya.
"Udah Na udah biar gue yang bilang kalo lo takut," ucapnya melirik sinis Raka.
"Kakak itu jahat! Gak punya hati. Kenapa kakak gak cari cewek lain aja sih? Kenapa harus Anaya? Anaya itu udah punya pacar kak!" terus Tere semakin berapi-api.
"Kakak gak mikir ya kakak itu udah ganggu hubungan Anaya sama Aldo. Kakak itu jangan terlalu deket deh sama Anaya! Jadinya apa? Anaya jadi putus kan sama Aldo!"
Seolah pikiran Tere melayang pada kejadian tempo hari.
"Oh jadi kakak tau perumahan Alpha karena Anaya tinggal di sana? Sering banget ngapelin Anaya?" cecar Tere tidak memberi celah bagi Raka untuk menjawab.
Anaya yang dari tadi diam menahan dirinya menarik tangan Tere menjauhi Raka.
"Re kak Raka itu abang gue!"
Deg!
Tere menoleh pelan.
"Abang?" beo Tere.
"Iya. Anaya itu adek gue dan gue abangnya Anaya," sahut Raka bernada dingin dengan tatapan mata menusuk.
"Kalian bercanda kan?" balik tanya Tere tersenyum kecut.
"Gak," ketus Raka lantas masuk ke mobil dan mengegas masuk ke halaman sekolah.
Tere mamatung, kaku. Baru saja yang ia lakukan benar-benar salah. Ia baru saja menuduh adik kakak sebagai pasangan selingkuhan. Astaga, apa-apaan ini Tere? Ditambah ia sudah mempermalukan ketua OSIS SMA Cakrawala di depan banyak orang.
"Na gue gak tau," ucap Tere memelan. Wajahnya memelas. Ia sangat merasa bersalah.
"Kan gue udah bilang mau jelasin lo malah nyerocos," timpas Anaya menyalahkan.
Tere diam tidak menyanggah. Ia membenarkan ucapan Anaya. Sejak tadi Anaya sudah mencoba mencegah namun Tere masih bersikukuh. Apakah orang yang selalu membantu Tere akan menjadi orang yang paling membenci? Ini tidak bisa dibiarkan Tere harus menyelesaikan masalah Raka secepatnya. Pagi ini suasana menjadi kacau gara-gara Raka. Seharian Tere hanya diam di kelas tanpa keluar. Bekalnya pun sama sekali belum tersentuh. Meski Anaya bilang jika Raka akan memahami sikap Tere tetapi tetap saja ia sudah meletakkan hubungan dengan Raka. Tangan kanan mencoret-coret halaman terakhir sedangkan tangan kiri memangku dagu. Itulah yang seharian ini Tere lakukan.
Misi untuk bertemu Gana pun ikut terbengkalai. Otaknya sedang kacau. Ia kesal pada dirinya sendiri. Mengapa langsung menyerang tanpa bertanya terlebih dahulu. Gosip jika Anaya adik Raka pun sudah tersebar. Padahal Anaya tidak pernah mau membongkar ini. Ia tidak mau mereka mengenal Anaya hanya sebatas adik seorang ketua OSIS. Inilah yang menjadi beban kedua Tere. Benar-benar pagi pemancing masalah.
"Na maafin gue ya. Beneran gue gak bermak-"
"Re lo udah seratus kali bilang itu. Udah deh toh juga udah kebuka kan?" balik tanya Anaya tidak mau membahas hal itu lagi. Menurut Anaya Tere terlalu merasa bersalah.
"Lo gak marah kan?" tanya Tere lagi memastikan.
"Gak Re. Ngapain sih gue marah cuma gara-gara ini. Kalo mereka tau gue adiknya kak Raka ya udah biarin aja," jawab Anaya santai seraya meletakkan ponsel yang dari tadi ia pegang.
"Serius lo gak marah?"
Kini Anaya mulai risih dengan sikap Tere. Ia tau Tere merasa bersalah tapi ini sudah berlebihan. Ia sampai-sampai dihukum karena tidak memperhatikan pelajaran.
"Tere. Udah jangan bahas lagi. Mending lo makan!"
Tere melirik pada kotak makan di loker meja. Ia menggeleng malas.
"Gak napsu."
Anaya mendengus kasar.
"Nanti gue bantu ngomong sama bang Raka."
Tere langsung menoleh. Matanya melebar, senyumnya mengembang.
"Serius?" beo Tere memastikan.
"Iya."
"Caranya?" tanya lagi Tere semakin antusias. Akhirnya satu masalah akan mendapatkan jalan keluar.
"Nanti ke rumah gue," putus Anaya kembali fokus pada layar ponsel.
Siang itu sedikit cahaya matahari rasanya dapat Tere rasakan setelah seharian dirinya seolah dalam ruang pengap tanpa sedikit pun cahaya. Ia sendiri tidak tau apa yang akan dillakukan di rumah Anaya. Ia tidak tau bagaimana berbicara pada Raka agar berhenti menghindarinya.
Bel berdering pertanda jam sekolah sudah usai. Semua berhamburan keluar kelas. Jam pulang sekolah adalah hal yang paling ditunggu saat tiba di sekolah. Koridor berubah menjadi hamburan manusia. Berlalu lalang berjajar menuju parkiran atau gerbang sekolah. Kesabaran harus disiapkan saat jam-jam seperti ini. Pasalnya ada yang sabar dan ada yang tidak sabar. Mereka yang tidak sabar selalu berjalan seenak jidat termasuk Agra dan Tio. Entah mengapa dua cowok rusuh itu selalu membuat keributan saat jam pulang sekolah. Dan kalau tidak ada keributan itu artinya mereka kabur dari sekolah. Jika ada Agra dan Tio kemana Gana? Tere menoleh kanan kiri dan belakang. Matanya tengah mencari sosok Gana. Seharian ini ia tidak keluar kelas otomatis ia tidak bertemu Gana.
"Woi minggir-minggir cowok ganteng mau lewat!" teriak Agra membelah kerumunan membuat yang disenggol merasa kesal.
"Hati-hati dong! Bisa gak sih jalannya biasa aja!"
Nah, benar kan. Baru saja dibicarakan. Kali ini tanpa sengaja Agra menyenggol bahu Anaya.
"Nyolot banget lo," balik ketus Agra tidak terima disalahkan.
"Heh lo yang salah! Ngapain malah nyalahin gue?" ketus Anaya berkacak pinggang.
Agra menaikkan alisnya. Matanya menyipit memerhatikan wajah Anaya. Seolah ia sedang menganalisis sesuatu.
"Lo adiknya Raka?"
Alis Anaya menaut.
"Kalo iya kenapa?"
"Jangan mentang-mentang adik ketua OSIS lo bisa bentak-bentak kakak kelas seenak jidat ya! Gue itu senior paling genteng di sekolah ini. So hargai!"
Sebelum keadaan semakin kacau Tere menarik lengan Anaya untuk menjauh. Bermasalah dengan Agra saat ini bukan waktu yang tepat. Tere tau emosi Anaya sedang dipuncak saat ini. Kalau tidak dihentikan bisa-bisa Anaya akan menjotos mulut Agra.
"Gila ya itu cowok!" erang Anaya saat sudah berada di depan gerbang sekolah. Napas cewek itu memburu.
"Awas aja bakal gue kasih pelajaran itu cowok!"
Haloo :)
Nah gimana yaa kelanjutan kisah Tere si bawel dengan Gana si....
Si apanih? coba isi titik-titiknya.
SDM :)
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY TUNE
Teen Fiction"Kenalin nama aku Tere Felecia Agnibrata. Umur 16 tahun. Tinggi 159, 4 cm. Berat 49 kg. IPA 5." Gana mengernyit, dibuat semakin tidak mengerti sebenarnya siapa cewek yang ada dihadapannya yang mengoceh seenak jidat. "Aku suka makan cokelat sama jus...