BAB 5

6.4K 648 13
                                    

Gana menatap sinis. Tidak suka. Rasanya tangannya geram ingin bertindak kasar. Ia masih diam meski napasnya terus memburu.

"Kak jangan marah dong kalo marah kayak monyet tau."

Astaga. Cewek macam apa Tere ini. Apa ia tidak bisa sedikit saja mengerti perasaan orang yang sedang murka. Ini malah diejek, ya api itu semakin membeludak. Tere maju tepat di depan Gana. Ia mengerucutkan bibir.

"Kakak kayak kudanil tau kalo marah."

Tidak ada jawaban. Gana menyibukkan diri mengisi air.

"Kak maaf ya."

Bukan menjawab Gana malah membelakangi Tere.

"Kakak ih! Ngambekan deh cepet tua loh nanti."

Amarah sudah tidak bisa dipedam. Ia membanting timba menimbulkan suara menakutkan.

"Bisa gak sih bacot lo diem anjing!"

Mati. Kaku. Jatuh. Terpuruk. Sedih. Kaget. Tere diam. Ia tidak menyangka Gana akan semarah itu. Mata terasa panas perlahan air menetes begitu saja. Rasanya begitu sakit, menusuk. Dia yang selama ini ia sukai malah membentak dengan amarah. Mata Tere memejam sejenak. Ia mengusap air mata. Mencoba mengulas senyum.

"Ma-maaf kak."

Berlari menjauh. Dia pergi meninggalkan rasa bersalah. Ada hal yang membuat Gana menyesal telah mengucapkan hal itu. Namun untuk apa dia menyesal? Sebelum-sebelumnya kata-katanya lebih kasar dan menusuk daripada itu. Apakah Tere berbeda? Buktinya mata Gana masih mengikuti arah Tere berlari hingga ia lenyap memasuki kawasan tenda.

Di tempat lain langkah kaki Tere berhenti dibelakang Anaya. Merasa sadar akan kahadiran orang lain Anaya menoleh. Sahabatnya itu langsung memeluk Anaya. Ada yang tidak beres, Anaya menarik Tere ke tempat yang lebih sepi di mana ada privasi di sana.

"Lo kenapa sih? Cerita dong jangan nangis mulu."

"Gara-gara lo tidur di tenda kak Gana?"

Tere menggeleng cepat. Ia mendongak dengan aliran air mata yang masih deras.

"Ka-kalo itu mah gu-gue malah se-seneng," ucap Tere terisak.

Sampai kapan Tere terus menangis tanpa alasan. Sejak ia datang ke tenda Anaya mata Tere sudah merah. Anaya menarik bahu Tere agar berhadapan.

"Lo kenapa sih Re?"

Tere mengusap air matanya.

"Gue dikatain anjing."

"Sama siapa?" kini Anaya mulai emosi.

"Kak Gana."

Tangan Anaya mengenggam kuat. Napasnya mendadak memburu. Dia pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. Seakan tahu apa yang akan Anaya lakukan Tere segera mengejar. Mereka masuk ke tenda panitia. Tepatnya tenda Gana. Tangan Anaya sudah membuka resleting tenda.

"Na!" teriak Tere menarik tangan Anaya agar keluar dari zona ini. Ia tidak mau terkena masalah lagi. Apalagi jika nanti Anaya juga harus menanggung.

"Apaan sih Re?"

Tere terus menarik Anaya menjauh ke tempat yang lebih aman. Saat Tere sudah menemukan tempat sepi ia melepaskan tarikan.

"Udah deh Na lo jangan bikin masalah. Gue nangis cuma mau luapin perasaan gue aja. Lagian kak Gana gak salah Na. Emang gue yang bikin dia marah," jelas Tere panjang.

Anaya berdecih.

"Tapi dia gak berhak kata-katain lo kan Re?"

Tidak bisa menyangkal. Apa yang dikatakan Anaya memang bisa dibenaran. Bagaimana pun kondisinya cowok tidak pantas mengatai cewek.

"Diem kan lo?"

"Udah deh gue gak mau memperpanjang masalah."

"Nanti malem lo tidur di tenda gue," putus Anaya.

Sebenarnya ia tidak mau merepotkan orang lain. Tapi Tere juga tidak bisa tidur di tenda Gana. Tere diam mencoba mencari cara yang tidak menyusahkan siapapun.

"Gak usah. Nanti gue coba bujuk Alice biar dia izinin gue tidur di sana," jawab Tere mengulas senyum baik-baik saja. Padahal semua tidak akan baik-baik saja. Mana mungkin Alice mau setenda dengan Tere.

"Ya udah mending sekarang kita siap-siap. Habis ini kan bakal ada pertandingan," antusias Tere bersikap seperti biasa. Tere tidak mau berlarut-larut dalam satu masalah. Menurutnya itu tidak berguna. Mengganti masalah dengan senyuman itulah yang lebih baik. Toh jika seseorang hanya berlarut-larut masalah itu sendiri tidak akan terselesaikan. Ia menarik tangan Anaya menuju lapangan. Di sana sudah banyak siswa-siswi yang tengah membentuk regu. Tere dan Anaya memilih berdiri di belakang garis pembatas regu Gana. Senyum itu sudah kembali. Tanpa sedikit pun mumbu kesedihan.

Cuaca lumayan cerah meski sedikit mendung. Acara hari ini adalah tanding bola voli antar kelas. Jaring pembatas sudah dipasang. Pembagian regupun sudah ditentukan. Pertandingan dibuka dengan permainan anggota panitia. Sedikit berbeda. Kali ini perbandingan antara panitia cowok dan cewek. Memang terlihat tidak seimbang, tapi jangan salah Mahasiswi teknik mesin rata-rata bisa bermain voli. Bahkan bisa mengalahkan skor pemain laki-laki.

Prit!

Suara peluit membuat Gana mengumpan bola. Permainan semakin seru saat bola tidak jatuh. Selalu dapat ditangkap dan kembali dioper. Suara paling kencang di sisi kanan. Tepat di belakang grup Gana. Siapa lagi kalau bukan Tere.

"KAK GANA SEMANGAT!"

Begitu antusiasnya Tere menyemangati Gana, seolah ia sudah lupa akan umpatan Gana tadi pagi. Umpatan yang mampu membuat dirinya menangis. Merasa tersakiti dan tidak dihargai. Namun apa nyatanya? Rasa suka Tere telah menyembuhkan sakit hati dalam sekejap.

"YUHU!" teriak Tere saat tim Gana mendapat satu poin.

"Re lo diem kek."

"Gak ah Na, tanggung nih. Lagi seru-serunya tau," jawab Tere tidak mempedulikan tarikan tangan Anaya. Saat semua yang berhubungan dengan Gana tidak akan ada orang yang menghentikan kecuali Tere sendiri.

"Na! Kak Gana liat gue tadi!" girang Tere meremas tangan Anaya. Pasalnya mata Gana sedetik melirik Tere. Ah, siapa yang tidak meleleh jika ditatap cowok seperti Gana. Matanya menyimpan panah pesona.

"Aduh sakit Re!"

Tere terkekeh, ia mungkin terlalu kuat meremas tangan Anaya. Habis gimana perasaan tidak terkontrol kalau sudah dilihatin dia. Mungkin begitulah pikir Tere. Dia menoleh ke papan poin. Matanya membelalak lebar, senyumnya mengembang sempurna.

"Yeay! Satu poin lagi kak!"

Yap. Sekarang nilai seri. Satu poin akan menentukan siapa yang akan menjadi pemenang. Kedua tim bersiap kini giliran tim Clara yang mengumpan.

Gue bakal habisin lo!

Tidak ada yang tahu jika tatapan mata Clara sedang menatap sinis cewek di belakang tim Gana. Memang di antara tim Clara pukulan yang paling mematikan adalah pukulan Clara. Ia mampu membuat orang pingsan dengan satu pukulan bola saja. Semua pandangan konsentrasi pada bola yang diumpan Clara. Diam, cemas dan deg-degan.

Prit!

Bola melambung kuat menukik tajam. Bola seakan tidak terkendali. Ini terlalu kuat. Pemain depan tidak mampu menangkap bola. Hingga mata Gana membelalak saat bola lurus menuju sasaran.

"TERE!"

Bruk!



STAY TUNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang