Burhan bekerja tidak semangat, ia di kantor terlihat banyak melamun. Ketika tugas negara sudah selesai. Ia tidak ada lagi kegiatan yang terlalu mendesak untuk di kerjakan.
Ia mau menelpon istrinya tapi gengsi dan ragu. Hati dan pikirannya tidak sejalan. Hatinya berkata, kalau Ranti tidak mungkin menyeleweng di belakangnya. Tapi, otaknya mengatakan kalau wanita itu mungkin tidak terbiasa hidup dengan gaya sederhana. Apalagi sekarang dirinya belum pulih benar. Mungkin, istrinya takut kalau ia tidak bisa memberikan lagi kebahagian pada sang istri.
"Hmm.. Kapt.. Izin lapor.." suara seorang anak buah Burhan mengejutkan dirinya dari ketermenungan.
"Izin di terima.." balas Burhan dengan sigap walaupun sempat bengong.
"Ini ada laporan Kapt.. Kita harus membantu membawa peralatan untuk tempat yang longsor di kecamatan sebelah.." ucap si anak buah pada Burhan sembari menyerahkan sebuah map yang berisi laporan.
"Baiklah, akan aku baca dan di tindaklanjuti secepatnya.." balas Burhan tegas.
"Siap Kapt.. Izin mundur.." balas lelaki itu dengan memberikan hormat tanda permisi dari hadapan Burhan.
Burhan mengangguk, membuka map dan membaca laporan yang tertera di map tersebut. Meminta bantuan dari para prajurit agar bisa menyingkirkan semua halangan di karenakan tanah longsor dan pencarian orang hilang nanti sore.
Burhan melihat ke arah jam di tangannya, kemudian membuat laporan di laptop untuk di serahkan kepada bagian yang berwenang agar bisa segera pergi.
****
Ranti berbaring di kamar tidur yang di rumah ayahnya. Air mata sudah mengering di pipi Ranti. Dengan raut sedih, wanita ini menutup mukanya karena teringat kalau suaminya tidak menerima dirinya yang sedang mengandung. Seorang calon anak sedang tumbuh di dalam rahimnya. Ia memang akhir-akhir ini dekat dengan Taufik. Itu ada alasannya yang akan membuat Burhan menyesal.
Terdengar ketukan di pintu kamar Ranti.
"Masuk.. " jawab Ranti dengan suara parau.
Tampak ibu tirinya tersenyum lembut dan prihatin melihat Ranti. Kemudian, muncul juga Tri dari belakang punggung dokter Puspa sedang mengendong Jabir.
"Halo auntie Ti.. apa kabar..?" suara Tri terdengar senang tapi juga agak khawatir karena melihat wajah Ranti yang pucat.
"Baik teteh.. " Ranti bangkit dari posisi berbaring, mengambil bantal dan meletakkan di belakang punggungnya.
Dokter Puspa membantu Ranti supaya nyaman.
"Hmm.. kamu sudah makan kan nak..?" tanya dokter Puspa sembari mengusap-usap tangan anak tirinya itu.
Ranti tersenyum lemah dan mengangguk. Tri mendekati tempat tidur, menurunkan Jabir di kasur. Bocah berusia 1,5 tahun itu merayap ke arah Ranti minta cium.
"Sini sayang.. " panggil Ranti pada Jabir.
Jabir menyeringai lucu. Dengan pipi montok, bocah itu terlihat mengemaskan. Ranti mencium pipi keponakannya tersebut dengan suara keras. "Muaacchh.."
Jabir tertawa senang, duduk di dekat Ranti. Tri berputar ke arah sebelah kiri tempat tidur adik tirinya itu untuk duduk.
"Nah.. ceritakan..?"
"Hmm.. saya.." Ranti ragu untuk memulai ceritanya.Dokter Puspa menyemangati anak perempuannya itu.
"Pelan-pelan saja nak.. " ujar dokter Puspa.
Ranti menarik napas panjang kemudian secara perlahan menceritakan kedekatannya dengan Taufik membuat Tri melotot dan seolah ingin menjitak kepala Ranti karena gemas. Lalu, istrinya Tony ini memucat dan balik ingin mencakar Burhan karena Ranti berkata kalau si cang ijo itu bersikap tidak seperti layaknya seorang lelaki baik kepada istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALADA CINTA KAPTEN BURHAN {Geng Rempong: 10}
RomanceSeorang lelaki, abdi negara, Burhan Cahyadi Arifin. Tampan, mempesona, membuat para wanita klepek-klepek karena wajah juga pekerjaan lelaki ini masih dipandang sangat layak bagi kaum hawa. Ranti Wulandari Budiman, wanita yang membuka usaha bakery. C...