Who's Calling? -7

272 24 0
                                    

"Lo pulang gw anterin, apa gimana?" Tanya Devan pada Araz.

Keduanya tengah berada di dalam kamar Devan yang cukup luas. Seperti kata Zara sebelumnya bahwa Araz pulang bersama Devan. Tapi bukan pulang ke rumah Araz melainkan ke rumah Devan. Keduanya ingin mengerjakan tugas yang diberikan oleh Bu Wahyu wali kelas mereka.

Saat ini tugas mereka telah selesai. Devan duduk santai sambil memainkan ponselnya di atas sofa panjang yang tersedia di dalam kamarnya. Sementara Araz tengah berkeliling melihat-lihat isi kamar Devan yang menurutnya sangat luas itu.

"Nggak usah. Gw udah telpon Kyla kok. Dia bakal jemput gw," jawab Araz masih fokus dengan penjelajahannya. Devan hanya mengangguk.

Di dalam kamarnya, Devan memiliki beberapa ruangan khusus. Yaitu ruangan yang berisi tentang semua hobinya. Ada ruang musik dengan peralatan musik yang lengkap di dalamnya. Ruangan itu kedap suara agar suara bising tidak mengganggu orang yang di luar maupun di dalam ruangan. Kemudian ada satu ruangan lagi yang terisi dengan berbagai macam alat perlengkapan komputer dan teman-temannya yang tertata rapi. Devan menyukai dua hal itu. Musik dan game.

Ruang kamarnya sendiri juga sangat rapi. Tempat tidurnya berada di bagian sudut. Ada sebuah sofa panjang dan meja di atas karpet bulu di sudut lainnya. Sebuah televisi berada di depan sofa panjang yang telah didekorasi sedemikian rupa hingga terlihat begitu indah. Selain itu juga ada beberapa rak buku yang berisi buku-buku novel dan komik koleksi milik Devan.

"Gila! Kamar lo udah kek toko!" Ujar Araz terkagum dengan isi kamar Devan. "Eh, bukan deng kalo toko. Apa, ya?" Araz mengoceh sendiri.

"Gw ambil minum dulu ke bawah," Devan beranjak keluar dari kamarnya. Araz tidak mendengarkan kalimat Devan karena terlalu sibuk sendiri.

Devan berjalan menuruni tangga rumahnya untuk menuju dapur yang berada di lantai dasar. Dibukanya lemari es dan mengambil sebuah minuman kaleng. Ditutupnya kembali pintu lemari es dan duduk di atas bangku tinggi yang tersedia di dapurnya.

Ting tong. "Siapa yang dateng, Dev?" Tanya seorang laki-laki yang terlihat lebih tua dari Devan bukan Okta. Laki-laki itu berjalan ke arah Devan.

"Tau?" Devan mengangkat bahunya lalu meminum minuman di tangannya.

"Temen lu tadi asik juga," ujar laki-laki itu lagi membahas tentang Araz. Dia adalah Gracio Harlan Pratama. Kakak laki-laki Devan. Usia 21 tahun. Berkuliah di jurusan teknik.

"Hm.." dehem Devan menanggapi.

"Devan! Ini ada temen kamu!" Teriak Elaine dari arah pintu depan. Sepertinya Elaine langsung bergegas membuka pintu setelah mendengar bel rumahnya berbunyi.

Devan dan Gracio bertatapan. "Siapa?" Gumam Devan bertanya siapa yang datang.

"Mana gw tau?" Gracio hanya mengangkat bahu tidak peduli. Kemudian pergi meninggalkan Devan ke ruang keluarga untuk menonton tv. Devan berdiri dan segera menuju ruang tamu melihat siapa yang datang.

"Siapa ma yang dat.." Devan terkejut melihat Kyla berada di ruang tamunya. Otaknya berpikir dengan cepat. Ia ingat tadi Araz mengatakan bahwa Kyla akan datang menjemputnya. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar dua kali lebih cepat.

"Ini katanya mau jemput Araz. Araz-nya mana?" Ujar Elaine memberitahu Devan yang tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya itu.

"Araz? Araz di atas."

"Yaudah ajakin ke atas juga sana," Elaine melirik Kyla yang tengah duduk di sofa ruang tamunya. Devan mengangguk mengerti.

"Kak.." Kyla menoleh ke arah Devan. "Naik yuk?" Kyla mengangguk lalu berdiri dan mengikuti Devan yang berjalan di depannya.

Mungkin? (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang