Rombongan Okta telah sampai di tempat tujuan pertama mereka menggunakan sebuah mini bus saat matahari telah tepat berada di ubun-ubun. Satu persatu dari mereka kemudian turun saat bus telah berhenti di parkiran. Yang terakhir turun adalah Fadly karena memang duduknya di paling belakang. Laki-laki itu celingukan mencari teman-temannya yang telah menghilang dengan cepat. Padahal mereka baru saja turun.
"Ebuset, gw ke sini sama orang, kan?" Gumamnya lalu pergi menuju bibir pantai.
Di sana ia bertemu dengan Elaine dan Okta yang telah menggelar tikar di atas pasir. Niatnya Fadly ingin duduk di sana saja sambil menunggu teman-temannya. Tapi kemudian Elaine melarang.
"Kamu daripada di sini mending ke temen-temen kamu sana," kata Elaine melarang Fadly. "Pokoknya kalo selesai main kalian ke sini lagi."
Fadly pun berjalan menyusuri bibir pantai dan sesekali bermain dengan ombak. Saat tengah asik berjalan Fadly menemukan Araz yang berdua dengan Eve lalu di samping mereka ada Jinan dan Cindy. Eve dan Araz tengah seru bermain membuat istana pasir. Fadly tidak mungkin menghampiri keduanya. Fadly tidak mau menjadi nyamuk. Lalu Jinan dan Cindy apalagi. Fadly kembali berjalan menyusuri bibir pantai. Siapa tahu dia akan menemukan harta karun? Yang benar saja.
Saat tengah berjalan dan melihat ke sekeliling, Fadly menemukan dua temannya yang lain tengah duduk di atas batu karang. Yaitu Devan dan Kyla. Keduanya hanya duduk diam. Ya. Mereka benar-benar diam. Tatapan keduanya hanya lurus ke depan memandang kosong laut luas. Sebenarnya mereka tengah bersemedi atau kesurupan setan pantai?
Ah, sudahlah Fadly tidak mau ikut melamun seperti itu. Akhirnya dia tetap berjalan.
"Miris amat ya hidup gw?" Lirih Fadly meratapi nasibnya.
"Makannya jangan jomblo," sahut seseorang dari belakang Fadly membuat laki-laki itu menoleh. Ternyata yang mengucapkannya adalah Gracio. Gracio berjalan bersama Shani. Semakin miris nasib Fadly.
Gracio dan Shani berjalan melewati Fadly. Setelah merasa Gracio dan Shani telah jauh, Fadly duduk bersimpuh di atas pasir putih. Angin kencang meniup rambutnya yang rapi. Hampir saja ia berteriak kesal saat seseorang menepuk bahunya keras. Hal itu semakin membuatnya kesal.
"Siapa sih?!" Fadly menoleh dan mendapati Ariel yang tersenyum lebar di sana. Seketika jantung Fadly terkena gempa dan tsunami.
"Lo dari tadi gw perhatiin kayak anak ilang tau gak?" Ujar Ariel. Fadly kembali berdiri lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Abisnya pada pacaran semua," ujar Fadly kesal lalu kembali berjalan santai. Ariel menyusul.
"Devan jomblo," ucap Ariel.
"Yakali gw sama cowok," balas Fadly malas.
"Kyla?"
"Kyla bukan manusia, dia es batu. Ada tsunami paling cuma dilirik doang."
"Gw?" Fadly menghentikan langkahnya tiba-tiba membuat Ariel yang berjalan di belakangnya menjadi menabrak punggung laki-laki itu.
"Setdah! Berhenti ngomong, kek. Lampu sen gitu," kesal Ariel mengusap hidungnya yang membentur punggung Fadly.
Fadly tidak menghiraukan Ariel dan kembali berjalan. Ariel kembali berlari untuk menyusul Fadly yang tiba-tiba berjalan cepat.
"Eh, Fad, ikut gw deh," Ariel menarik tangan Fadly menuju ke sebuah batu karang yang besar. "Fotoin gw," Ariel memberikan ponselnya pada Fadly.
"Gw kirain apa," Fadly hanya menurut dan langsung membidik kameranya dengan Ariel sebagai objek. "Cantik," gumam Fadly saat melihat Ariel yang bergaya dari kamera sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin? (Tamat)
Fanfiction"Mungkin rasa untuknya masih ada. Tapi percayalah, bukan lagi dia yang di hatiku sekarang. Apa yang terjadi saat aku terlanjur mencintaimu? Apa itu salah? Tapi cinta tidak pernah salah." -Hasyakyla Vionetta C.- "Mungkin terlalu cepat. Saat aku terja...