Akhir -27

265 22 25
                                    

Gracio berlari memanggil dokter saat mendengar alat detektor jantung milik Devan berbunyi nyaring. Dokter dan para suster segera datang untuk memeriksa kondisi Devan.

Kyla yang tengah sesenggukan dipelukan Elaine terus saja memanggil nama Devan. Gracio menghubungi semua teman-teman adiknya itu. Yang pertama kali datang adalah Fadly dan Ariel. Mereka berdua ikut membantu menghubungi teman-temannya.

Dokter menyiapkan alat untuk membantu jantung Devan agar kembali berdetak normal. Beberapa kali alat itu mengenai Devan, namun tidak ada reaksi apapun yang terjadi. Alat detektor jantung Devan masih menunjukkan garis lurus. Dokter menaruh alatnya kemudian menggunakan cara manual untuk memompa jantung Devan. Berkali-kali juga Dokter itu mencoba memompa jantung Devan. Namun tidak ada reaksi apapun.

Elaine menatap Dokter itu memohon masih sambil memeluk Kyla yang masih menangis dan semakin histeris. Ariel memeluk Brielle yang terlihat terpukul berdiri di samping pintu. Araz memeluk punggung Eve dan berdiri di belakang Gracio yang di sampingnya terdapat Shani. Fadly dan Jinan hanya menatap Devan nanar. Sedangkan Cindy menangis sambil memeluk lengan Jinan.

"Kami sudah berusa-,"

"GAK! KALIAN GAK BERUSAHA!" Potong Kyla berteriak ke arah para medis yang tengah menunduk dan menyesal.

"Kyla, udah sayang," Elaine mengelus pucuk kepala Kyla.

"Gak, gak Tante! Devan gak boleh pergi!" Kyla melepas pelukan Elaine dan berlari ke arah Devan yang kini tengah terbaring. Para perawat tengah bekerja melepas semua peralatan medis yang menempel di tubuh Devan.

Gadis itu memeluk erat tubuh Devan yang tidak bergerak. Kyla terus menangis di sana membuat semua orang semakin sedih dan terpukul.

"Van, kamu denger aku kan? Aku tau kamu di sana. Jangan tinggalin aku. Aku mohon. Jangan tinggalin aku..," lirih Kyla berbisik di samping Devan. Semua orang hanya menatap Kyla kasihan.

"Ky-," Araz ingin menarik Kyla saat gadis itu berteriak padanya.

"Gak! Raz, please. Devan belum meninggal! Dia ada di sini! Dia pasti balik lagi! Enggak..!" Kyla kembali menangis sambil memeluk Devan.

Tiba-tiba perawat yang ingin melepas alat detektor jantung Devan terkejut. "Dok?" Panggilnya pada Dokter yang berdiri di sampingnya.

Dokter yang merasa dipanggil pun menoleh dan ikut terkejut. Dokter itu berseru pada semua perawat untuk memasang lagi alat-alat medis yang telah dilepaskan. Alat detektor jantung Devan kembali menunjukkan pergerakan.

"Jantung pasien kembali bekerja. Namun detaknya masih sangat lemah," ujar Dokter itu. Semua orang di sana seketika merasa lega. Termasuk Kyla yang kini memilih berdiri dan sedikit menjauh untuk memberi ruang pada para perawat itu.

"Detak jantung pasien perlahan kembali normal. Pasien telah melewati masa kritisnya. Kami masih akan memantau lebih lanjut perkembangan pasien. Kami permisi dulu," pamit Dokter itu setelah selesai memeriksa Devan.

"Kapan anak saya akan bangun, Dok?" Tanya Elaine.

"Kami tidak bisa menyebutkan kapan tepatnya. Tapi mungkin sebentar lagi pasien akan sadar. Kalian berdoa saja," jawab Dokter itu.

"Terimakasih, Dok," Dokter itupun pergi dengan diikuti para perawat dan suster.

...

Dua jam setelah kejadian menegangkan tadi. Tapi Devan masih belum membuka matanya. Seperti sebelumnya, Kyla terus duduk di samping ranjang Devan sambil menggenggam erat tangan laki-laki itu yang tidak terpasang infus.

"Kyla," panggil Elaine di belakang Kyla. Gadis itu tidak memberikan respon apapun. Matanya terus menatap Devan, seakan jika ia mengalihkan pandangan sebentar saja maka Devan akan hilang.

Mungkin? (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang