Ariel Suka -12

227 22 0
                                    

Hari Senin datang Devan kembali bersekolah. Dengan memakai helm dan mengendarai motor sport hitamnya, Devan membelah jalanan menuju sekolahnya.

Sampai di sekolah Devan langsung memarkirkan motornya dan segera berjalan menuju kelasnya. Hari ini juga sama. Banyak sekali siswi perempuan yang melihat ke arahnya, kagum. Mengagumi ketampanan Devan. Beberapa bertanya tentang lebam yang ada di wajah Devan. Tetapi Devan tidak menghiraukan itu semua.

"Whoaa!! Kembaran gw udah masuk sekolah!!" Teriak salah satu teman sekelas Devan yang senang begitu melihat Devan memasuki ruang kelas.

"Fargas mah suka nggak tau diri," celetuk salah seorang murid perempuan menanggapi.

"Kenapa emang, Dem?" Sahut Araz yang penasaran.

"Ya, jelas lebih ganteng Devan-lah kemana-mana," ujar Dema lalu pergi meninggalkan kelas bersama gerombolannya. Sedangkan Fargas yang disebut-sebut hanya manyun di pojokan.

Semuanya hanya cekikikan mendengar perdebatan dua orang itu. Pasalnya Dema dan Fargas adalah sepasang kekasih. Semua teman sekelasnya tahu itu. Dan sekarang Dema malah lebih memuji Devan daripada Fargas.

"Punya temen kok gini amat," lirih Devan merutuki teman-temannya.

"Jadi pensinya gimana?" Araz duduk di bangku di depan Devan. Lalu Zee menggeser satu kursi dan didekatkan pada bangku Devan.

"Ya terserahlah, " jawab Devan singkat.

"Kita jadi duet sama anak perempuan?" Kali ini Zee yang bertanya. "Dan mau pake lagu apa?"

"Mending nanti kita diskusiin ini sama yang lain," Araz memberi saran. Zee hanya mengangguk mengerti.

"Oh iya. Syukur waktu gw ke rumah lo buat lapor ke Om Okta, Om Okta-nya nggak marah-marah denger anaknya masuk rumah sakit," Araz tiba-tiba membahas topik lain. Devan menahan tawa membayangkan wajah Araz saat berbicara dengan papahnya untuk melaporkan kejadian tersebut.

Bel berbunyi, menyuruh semua murid untuk masuk ke dalam kelas masing-masing. Begitu juga Zee dan Araz yang kembali ke tempat mereka.

....

"Dev, sorry ya. Kemaren kita nggak bisa jengukin ke rumah sakit," Jinan dkk sedang berada di tengah keramaian kantin. Mereka duduk di salah satu bangku panjang yang cukup mereka semua.

"Gapapa kali, bang. Selow aja, lagian kan kalian udah jengukin di rumah," Devan memakan baksonya juga es jeruk manis kesukaannya.

"Oh iya! Jadi ini pensinya gimana?" Tanya Araz tiba-tiba dengan sedikit berteriak dan menggebrak meja pelan. Hampir membuat semua orang terkejut.

"Lu ngomong santai aja bisa gak sih?" Kesal Fadly pada Araz lalu meletakkan sebuah gelas ke atas meja. Pasalnya karena teriakan kecil Araz itu hampir saja membuatnya menjatuhkan gelas es yang tadi dibawanya.

"Hehe," Araz kembali duduk ke tempatnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Jadi gimana?" Tanyanya sekali lagi dengan lebih tenang.

"Terserahlah," jawab Jinan santai.

"Lha, kok gitu?"

"Yakan ketuanya elu. Jadi elu yang tentuin, Araz?!" Kali ini Zee yang menyahut dengan sedikit sewot.

"Tenang bro, tenang."

"Kita mau bawain dua lagu. Dan udah mulai latihan sama dua lagu itu," potong Kyla memberi informasi.

"Kalo kalian udah tentuin belum? Mau bawa berapa lagu?" Ariel memakan nasi goreng yang tinggal sedikit miliknya. Araz nampak berpikir, begitu juga Fadly, Zee, dan Devan kecuali Jinan. Jinan masih menunjukkan wajah datarnya.

Mungkin? (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang