بسمﷲالرحمن الرحيمIzinkan aku mengagumi mu
Adzin Mauza Althaff, tampak sibuk dengan lembar demi lembar makalah yang telah ia dan kelompok nya kerjakan. Ia membaca baca kembali hasil makalah makalah nya agar ketika di depan tak terlalu gugup menjelaskan nya.
Ketika ingin membuka halaman selanjutnya, mata nya menoleh ke samping dan melihat sahabat nya yang tampak tak bersemangat.
Ia kepo, apa pun tentang sahabatnya ia sangat ingin mengetahui nya, oleh karena itu sahabatnya tak pernah menyembunyikan sesuatu pun dari nya.
"Ya elah, siang siang kok udah ga semangat." Sindir Adzin. Rafif tak merespon bahkan ia tak menoleh ke arah Adzin. Adzin yakin hal yang dirasakan Rafif adalah masalah serius.
"Ada masalah lagi ya? Cerita, aku bakal bantuin." Lanjut nya.
"Aku di jodohkan." Jawab Rafif datar. Adzin tertawa tak percaya.
"Gausah ketawa, gaada yang lucu di sini." Sindir Rafif balik.
"Hah? Gasalah denger? Beneran kamu di jodohkan? Haduh Rafif, kamu itu sudah dewasa, sudah tahu mana perempuan yang kamu cintai! Ini bukan zaman Siti Badriah sob!" Ujar Adzin.
"Zaman Siti Badriah gaada, yang ada zaman Siti Nurbaya." Rafif membenarkan ucapan Adzin.
"Ya elah, salah Badriah nya doang! Oh iya, kok kamu bisa di jodohkan?" Tanya nya penasaran.
Rafif menoleh dan menarik nafas sebelum menjawab.
"Orang tua aku bilang bahwa perempuan yang akan di jodohkan dengan ku adalah sahabat baik orang tua si perempuan!" Jawab Rafif.
"Terus, kamu terima gitu aja? Kamu kan sudah mengatakan pada Ambar bahwa kamu akan mengkhitbah nya dalam waktu dekat ini? Apa kamu ga pikirkan perasaan Ambar nanti nya? Seharusnya kamu bisa menolak, kamu kan ga mencintai perempuan itu." Ujar Adzin dengan nada tinggi, sehingga menjadi pusat perhatian mahasiswa lain nya.
"Sekalian aja ngomong nya pakai mikrofon mesjid!" Kata Rafif mengingat kan.
"Ya kamu harus tegas dong sob, kamu harus bisa jelaskan semuanya tentang rencana kamu yang hendak mengkhitbah Ambar." Ujar Adzin sekali lagi, namun kali ini nada nya merendah.
"Aku akan coba bilang sekali lagi dengan kedua orang tua ku." Jawab nya.
Adzin tersenyum
Ia hanya ingin Rafif menentukan pendamping hidup pilihan nya sendiri."Aku yakin kamu pasti bisa meyakinkan ayah dan ibu kamu Fif, kamu berhak memilih pasangan hidup kamu sendiri! Apalagi sebelum kamu bilang ke Ambar bahwa kamu akan mengkhitbah nya, kamu istikharah kan? Dan Allah menjawab nya kan? Karena Allah telah mengizinkan kamu untuk mengkhitbah Ambar! Dan coba kamu istikharah tentang perjodohan ini? Apa jawaban nya?" Tanya Adzin. Rafif menoleh.
"Sudah, aku sudah istikharah! Tapi sepertinya belum aku temukan jawabannya." Jawab nya.
"Istikharah bukan sekali saja di lakukan, harus berkali-kali seperti kamu istikharah untuk mengkhitbah Ambar." Ujar Adzin. Rafif mengangguk mantap.
"Benar
Thanks Althaff saran nya." Ucap Rafif sambil memukul bahu sang sahabat."Woles, kita sahabat." Balas Adzin.
"Ehh ngomong ngomong kamu tahu sama siapa di jodohkan?" Tanya Adzin. "Tingkat pengetahuan nya sederajat dengan wanita." Batin Rafif.
"Gatau." Jawab nya singkat.
"Masa mau di jodohkan gatau sama siapa? Kok aneh ya?" Tanya nya bingung.
"Iya, aku benar benar tak tahu dengan siapa di jodohkan!" Jawab Rafif.
"Maka nya di tanya, biar tahu sama siapa kamu di jodohkan!" Suara Adzin meninggi untuk yang kedua kali nya. Ia tak sadar bahwa dosen telah masuk ke dalam kelas nya. Sampai akhirnya Adzin menerima akibatnya.
"Adzin, silahkan keluar! Dari tadi saya perhatikan kamu berbicara terus di belakang." Ucap sang dosen dingin. Adzin terbelalak ke arah dosen dan ke arah Rafif.
"Ehh gila ya? Kenapa kamu ga bilang kalau sudah ada dosen?" Tanya Adzin kesal. Rafif hanya mengangkat bahu dan membuat Adzin tambah kesal.
"Adzin, ayo keluar!" Lanjut sang dosen dengan nada tinggi nya. Adzin berdiri dan pergi meninggalkan kelas sambil menggerutu dalam hati.
"Pak, saya juga berbicara tadi bareng Adzin! Maka keluarkan lah saya." Ujar Rafif, semua mata tertuju pada nya begitu pula Adzin yang sudah di depan pintu.
"Baiklah, tinggalkan kelas ini." Balas sang dosen. Rafif meninggalkan kelas dan menyusul Adzin yang sudah keluar terlebih dahulu.
"Boleh sahabat, tapi jangan ikut yang buruk nya." Ujar Adzin ketika Rafif telah duduk di samping nya.
"Ini pelajaran juga buat aku sob! Bahwa sahabat tidak disaat senang saja ada, namun ketika sahabat di saat susah juga harus ada." Balas Rafif mantap. Adzin bersyukur memiliki sahabat yang baik, bahkan ia sudah menganggap Rafif sebagai adik. Namun tak ia tampak kan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam
SpiritualCinta Dalam Diam Adalah cinta terbaik yang mencintai dalam Doa.