11

2.9K 155 0
                                    


بسمﷲالرحمن الرحيم

Izinkan aku mengagumi mu

Keputusan terbaik
Jalan terbaik
Adalah masa depan terbaik

Malam ini Ambar Rukma Qatrannanda akan meninggalkan tempat kelahiran nya, entah untuk sementara atau untuk selamanya. Yang jelas ketika diri nya telah kembali ke kota nya, semua nya berubah tanpa ada yang harus tersakiti.

Tadi sore paman dan bibi nya datang ke rumah untuk membawa Ambar dan ibu nya tinggal bersama mereka di kota. Dan akhirnya Ambar menerima nya.

"Kamu sudah selesai sayang?" Itu bukan suara ibu nya, namun suara bibi nya.

"Alhamdulillah sudah kok bi!" Jawab nya.

"Beneran kan tak apa tinggal di kota?" Tanya bibi nya sambil mengelus pucuk kepala Ambar yang berbalut jilbab.

"Tak apa bi!" Jawab nya seraya tersenyum. "Ambar ikhlas Rafif bersama Ashima, berbahagia lah Ashima karena Ambar yang akan mengalah." Batinnya.

"Hey sayang, kenapa melamun?" Bibi nya membuyarkan lamunan nya.

"Eh eh tak apa kok bi! Mm ibu sudah siap kah bi?" Tanya Ambar.

"Sudah kok! Ayo kita keluar!" Ujar sang bibi. Ashima keluar menuju ruang tamu yang sudah ada ibu dan paman nya.

"Sayang? Tak apa kamu pindah kuliah?" Tanya sang ibu.

Ambar menarik nafas berat.

"Insha'Allah tak apa bu!" Jawabnya.

"Kamu tak mau pamit dengan Ashima?" Tanya sang ibu kembali.

"Sudah bu, Ambar sudah bilang tadi di telfon!" Jawab nya. Ada ke bohongan dalam jawabannya. Ia terpaksa berbohong pada ibu nya bahwa ia sudah mengatakan pada Ashima lewat telfon, padahal ia sama sekali tidak menelfon Ashima, karena ia tak ingin membuat Ashima marah kembali.

"Baiklah, kalau begitu kita berangkat saja malam ini ke bandara!" Ujar sang paman. Mereka mengangguk dan pergi menuju mobil.

Di dalam mobil, Ambar mengingat kembali yang selama ini pernah ia alami. Baik itu bersama Ashima sahabatnya, maupun bersama Rafif walau hanya sebentar.

Ia masih tetap mengagumi Rafif, bahkan dalam diri nya sudah ada rasa cinta ketika Rafif mengungkap kan bahwa ia akan mengkhitbah Ambar dalam waktu dekat. Namun, jodoh siapa yang tahu? Jika Allah berkata tidak. Maka tidak lah terjadi.

Diri nya berdosa karena telah mencintai seseorang yang bukan mahrom nya. Namun, apalah daya nya sebagai seorang perempuan yang lemah.

Pupus sudah harapannya
Terlalu berharap pada manusia, namun lupa bahwa hanya Allah yang pantas untuk di harapkan.

Membuka lembaran baru, cerita baru, dan kisah baru. Namun kenangan tak akan ada yang baru. Kenangan tetaplah kengangan biarlah menjadi masalalu yang seharusnya di kubur dalam dalam.

Jika saja ada alat yang menghentikan tangisan nya, maka ia akan memakai nya. Ambar masih menangis, ingatannya kembali sewaktu diri nya yang akan di khitbah oleh Rafif.

"Mengagumi mu bukan hanya sebuah cerita, namun mengagumi mu adalah nyata yang pernah aku rasakan. Dan sekarang aku mencintai mu, ketika diri mu hendak mengkhitbah ku! Aku lupa, bahwa ada orang yang telah mencintai mu terlebih dahulu, aku terlambat! Namun apa daya ku yang hanya bisa mendoakan mu agar Rabb ku mengabulkan doa doa ku!" Ucap nya dalam hati. Mengadu pada siapa jika tidak pada Allah yang maha mendengar.

Duapuluh menit kini mereka telah sampai di bandara, sambil menunggu jadwal penerbangan Ambar membuka ponsel nya. "Mungkin ini yang terbaik." Ucap nya dalam hati kemudian mencabut sim card dan membuang nya jauh jauh.

Kata kan ia egois
Namun pada hakikatnya diri nya tidak egois, hanya saja ia mengalah untuk yang terbaik.

"Ampuni Ambar ya Rabbi
Seharusnya Ambar tak perlu merasa sesedih ini! Seharusnya Ambar tak menentang takdir Mu! Dan Ambar janji akan mengulang hijrah ini dari nol! Karena Mu bukan karena nya." Ucap nya sendiri.

Mengulang hijrah dari awal adalah yang terbaik, mendekatkan diri pada Allah adalah hal yang terindah. Ia baru mengingat kata pepatah, "Dekati dulu Allah baru ciptaan Nya" Yaa, ia baru mengingat nya setelah hati nya terluka.

Lamunan buyar ketika sang paman memanggil nya.

"Kamu kenapa Ambar?" Tanya paman nya lembut.

"Tak apa paman!" Jawabnya seraya tersenyum.

"Baiklah
Ayo kita bersiap, penerbangan sebentar lagi!" Ujar paman nya.

Duapuluh menit berlalu pesawat yang penumpangnya sekitar seratus orang termasuk Ambar dan keluarga nya telah melandas.

Terdengar pemberitahuan bahwa seluruh penumpang untuk memakai sabuk pengaman.

Ambar menangis sambil berdoa hanya nama Allah yang ia ingat sebelum akhirnya semua menjadi hening. Ia tak tahu hening karena apa, yang jelas ia tak mengingat nya lagi.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang