بسمﷲالرحمن الرحيمIzinkan aku mengagumi mu
Cuaca tampak mendung, namun mendung belum tentu hujan. Hujan kali ini berbeda, hujan kali ini menyakitkan hati, hujan air mata.
Ambar Rukma Qatrannanda, ia tengah menangis atas kepergian laki laki yang sangat ia cintai. Ayah nya telah menghadap sang Ilahi tepat setelah sang ayah mengakhiri sholat subuh nya.
Terluka kah hati?
Mengingat hanya sang ayah yang mengerti perasaan nya.
Sakit kah sang hati?
Mengingat sang ayah pernah berpesan bahwa Ambar harus menikah sebelum ayah nya pergi.Namun, takdir siapa yang tahu kecuali Allah SWT.
"Maafkan Ambar yah! Ambar belum sempat memenuhi permintaan ayah! Maafkan Ambar yah, ayah bangun ayah!" Isak tangis Ambar menyentuh hati siapa pun yang hadir disana, termasuk sang sahabat dan teman teman nya yang lain.
"Ayah, ayah pernah bilang bahwa Ambar harus menjadi perempuan yang kuat seperti ibu! Tapi untuk hari ini Ambar tak bisa melakukan nya yah! Ambar terlalu lemah sehingga Ambar tak bisa menyembunyikan kesedihan ini semua! Ayah bangun yah!" Tangisan nya semakin menjadi, hingga membuat satu orang tak berdaya. Rafif, ia sangat ingin membawa Ambar ke dalam pelukannya, menenangkan nya dalam duka ini.
"Ayah!!" Suara nya melemah hingga akhirnya Ambar tak sadarkan diri, Ashima dan beberapa orang membantu untuk membawa Ambar ke kamar nya.
Ruangan itu sepi tanpa isak tangis Ambar lagi, hanya suara orang orang membaca Yasin. Ibu nya Ambar menangis sambil membaca Yasin. Ia juga sangat terluka ketika sang suami meninggal kan nya dan anak nya. Namun, ia ingat pesan sang suami kepada nya bahwa jika ia meninggal janganlah tangisi sambil berteriak di dedapan jenazahnya cukup hadiah kan surah Yasin.
Ambar telah di beri kan minyak telon agar sadar dari pingsannya. Begitu ia sadar, ia langsung memanggil sang ayah dan bergegas pergi melihat jenazah sang ayah untuk terakhir kali nya.
"Ambar, kamu harus istirahat terlebih dahulu! Jenazah ayah kamu sudah di mandikan!" Ujar Ashima sambil mengejar Ambar.
Ambar tak peduli, cadar nya telah basah karena air mata.
"Ayah! Ayah aku mana? Jangan bawa ayah! Ayah aku masih hidup!" Ujar Ambar, suara nya meninggi dan sebagian lain mencegah Ambar yang hendak menahan sang ayah untuk di masukkan ke dalam keranda.
Kali ini Rafif yang menyaksikan Ambar turun tangan, ia yang menarik Ambar ke dalam pelukannya. Ia ingat dosa, namun hati kecil nya tak tega melihat Ambar. Orang orang pada bersiap siap untuk membawa jenazah ayah Ambar ke peristirahatan terakhir, Ambar masih menangis di dalam pelukan Rafif, sedangkan di belakang Ashima memandang dengan hati yang tercabik cabik.
Ashima menyembunyikan sakit hati nya, ketika ingin mengganti kan posisi Rafif.
"Biar aku saja." Ucap Ashima.
Rafif mundur, ia tahu bahwa di sana ada Ashima, namun ia hanya tak tega melihat Ambar.Ambar mulai tenang, ia lelah, ia hanya ingin istirahat. Dan akhirnya ia tak sadar kan diri untuk yang kedua kali nya.
Ambar di bawa lagi ke kamar nya dan di temani oleh Ashima.
Ketika itu Rafif pergi menuju keluar.
"Rafif! Aku tahu, kamu pasti tidak tega kan melihat Ambar seperti tadi? Maka nya kamu memeluknya!" Ujar Adzin. Adzin melihat dari mata Rafif, bahwa Rafif sangat memperdulikan Ambar.
"Kamu lihat sendiri kan Ambar tadi gimana? Jelas Adzin, jelas bahwa aku tidak tega melihat nya? Siapa pun tidak akan tega melihat orang yang kita cintai menangis!" Jelas Rafif. Rafif menangkupkan kedua tangannya ke wajah nya.
"Tapi tadi, Ashima melihat kamu memeluk Ambar!" Ucap Adzin. Adzin tahu bahwa Rafif di jodohkan dengan Ashima karena Rafif telah menceritakan semua nya. Rafif menoleh.
"Biarlah, aku tak mencintai nya! Siapa tahu saja, dengan cara ini dia membatalkan pernikahan kami!" Jawab Rafif. Adzin hanya manggut-manggut namun akhirnya ia berkata, "Ehh gila ya? Bisa bisa nama keluarga kalian yang buruk!" Ujar nya.
"Dengar lah Adzin, aku tak mencintai Ashima! Aku hanya mencintai Ambar, Ambar adalah jawaban dari Allah untuk ku jadikan istri ku! Bukan Ashima!" Jelas Rafif sekali lagi. Di setiap kata yang ia ucap kan ada penekanan.
Adzin memandang tak percaya, bukan memandang Rafif, namun memandang seseorang di belakang yang tak jauh dari Rafif.
Adzin melihat bahwa orang itu menangis dan pergi berlari. Entah kemana, Adzin pun tak tahu.
"Bakalan perang dunia yang ke tiga ini." Batinnya Adzin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam
SpiritualCinta Dalam Diam Adalah cinta terbaik yang mencintai dalam Doa.