Warda Inayah Maulidah, gadis 24 tahun yang kini menjadi apoteker di Gresik Kota melucuti rukuhnya dari atas hingga bawahannya. Dia baru saja menyelesaikan mengisi nutrisi rohaninya dengan bersujud menghadap sang Khaliq. Rukuhnya dilipat-lipat serapi mungkin dengan sambil bersimpuh. Di masjid Al Ikhlas inilah, dhuha, duhur dan asar ia lakoni. Warda betah berlama-lama bersimpuh di haribaan Allah SWT.
"Ma' tolong bilang ibunya Dik Warda, aku sudah di masjid rumah sakit ini, aku pakai kemeja merah hati." Tulisku via SMS minta bantuan Emma' menyambungkan pada orangtua Dik Warda di Gresik. Dan aku berharap si orangtua Dik Warda segera menyambungkan ke Dik Warda.
"Oke paduka Tuan Raja," balas Emma' lalu diimbuhi tulisan he.he...
Kutahu, pesan itu akan segera sampai di HP ibunya Warda dan dari Ibunya Warda pasti akan pula akan melesat cepat ke HP si Dik Warda ini.
Masjid itu adalah masjid utama di komplek Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soengdoyo Gresik. Di rumah sakit itulah Warda bekerja sebagai PNS apoteker.
Aku menunggunya di serambi masjid usai shalat qobliyah dan shalat Zhuhur barusan. Ini hari Kamis, matahari benar-benar menyengat kulit. Sekarang pukul 12.28.
Aku menunggu Dik Warda. Perempuan itu adalah calon istriku yang sudah dikhitbahkan Emma' pada orangtuanya kala di tanah suci. Dia asli tanah giri ini. Aku belum pernah melihat wajahnya secara langsung. Hanya dari foto di HP Emma', itupun bukan foto close up dan seorang diri, itu foto keluarga karena yang berjajar sama Emma' dan keluarga besar kami Sumenep dan Gresik.
Wajahnya cantik, lembut, dan teduh. Insyaalloh.
Aku merebahkan tubuhku, di ruas serambi lainnya juga ada beberapa badan gontai terkulai di sana. Mungkin mereka para pekerja rumah sakit ini juga yang tengah istirahat. Mungkin juga warga pasien.
Aku hanya mengiang satu hal, kejadian yang dialami Emma' di tanah suci:
"Sehari dua hari Emma' selalu memperhatikan Warda. Ketiga harinya Emma' sangat kesengsem sama Nak Warda ini. Mungkin saja Allah menguatkan hati kami, lalu Emma' bakda shalat maghrib berdo'a menghadap ka'bah persis di hadapan kami, Nak. Emma' berdoa begini: Yaa Allah, Nak Warda sangat halus dan lembut tindak tuturnya. Jagalah dia yaa Allah, jagalah hatinya. Yaa Allah, dengan ridhomu mohon jadikahlah Nak Warda sebagai anakku, Yaa Allah. Padukanlah hatinya dengan hati putraku Maziz. Bila sudah berumah tangga nanti, berilah kami keteduhan, teduh dalam suka maupun duka, padukanlah mereka dalam satu keluarganya yang senantiasa makin cinta kepada-Mu ya robb. Dan langgengkanlah serta bahagiakanlah mereka hingga di surga-Mu. Aamiin ya robbal 'alamiiin..."
"Aaamiin, lalu Ma'?"
"Emma' berdoa yang sama hampir setiap selesai shalat Nak. Akhirnya Emma' melamar si Warda pada Mamanya saat itu juga ada lengkap si Bapaknya juga ada. Itu hari ke-8 kayaknya. Kami masih di dekat ka'bah mau shalat isya'. Orangtuanya haru, si Warda menunduk malu mungkin. Aku ceritakan tentang kamu semuanya dan kutunjukkan fotomu di HP yang foto keluarga di wisudamu itu.
"Bapak Ibunya juga Warda nampak berdiskusi sambil memegang HPku. Itu HP aku sodorkan lalu mereka pegang. Emma' ketar ketir, Nak. Tapi bismillah. Ini kan niat mulia. Akhirnya kutatap wajah bening Warda yang mencium tangan Emma' tanpa ragu. Si Warda menerima lamaran Emma', Nak."
Aku membawa misi penting di pertemuan perdana ini. Yaitu rencana pertemuan dua keluarga besar dari Sumenep dengan keluarga besar di Gresik. Rumahnya di perumahan Gresik Kota Baru.
"Mas Maziz?"
Aku segera menoleh ke sumber suara merdu itu. kubopong tubuhku untuk duduk.
"Dik Warda ya?" kutanya balik sambil kutudingkan telunjukku ke arahnya malu-malu.
"Iya. Assalamualaikum Mas?" dia menyatukan tangannya bagai menyembah kepadaku sambil juga duduk.
Aku balas dengan hal yang sama. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabaraktuh."
"Maaf, mas nunggu lama ya?"
Aku menggeleng saja. Bibir bagai beku, repotnya memang bila memandang gadis cantik. Selau salah tingkah. Mmm...
Ada angin mendesir adem di hati ketika kami pertama kali saling menatap. Matanya tabrakan dengan mataku. Senyumnya manis masih kuingat, caranya berucap sungguh selembut sutera. Manis sunguh manis. Ayu rupawan.
Aku salah tingkah lagi dan terus salah tingkah. Tapi aku segera membuyarkan diri dari saujana tentang bidadari tak bersayap itu yang kini ternyata sudah di depanku.
"Eng...gak,"
"Sudah makan, Mas?"
Aku menggeleng.
"Ayo, Makan ya."
"Kemana, Dik?"
"Makan di kantin."
"Oh..."
"Pesawatku di sini," aku menunjukka ke motor bututku yang diparkir di halaman masjid.
"Nggak apa-apa. Aman kok"
Kami bergegas ke kantin. Lorong-lorong kami lewati agak panjang. Seingatku, dari masjid ami ke kiri lurus terus mengikuti lorong lalu ke kanan sepuluh langkah lalu ke kiri lagi. Nah dari sana sudah kelihatan ramai riuh pengunjung yang makan siang.
"Mas Makan apa?"
"Maunya aku makan maskan Ibumu, tapi ini sudah kadung di bawa ke sini ya sudah makan niru Adik Warda saja."
Dik Warda mesem. Dan hausku segera purna.
"Sampeayan, Mas.. Mas.."
"Kamu, Dik...dik.."
Kami nyengir hampir bersamaan.
-00-
"Bagaimana kabar sampean, Mas?"
"Alhamdulillah sehat, ya beginilah. Semoga Dik Warda juga selalu dalam lindungan Allah. Aamiin.."
Aku mengucapkan itu dengan sambil mengunyah sayur asam dan ikan pindangku yang persis dengan yang ada di piring Dik Warda. Kami duduk behadapan di meja mirip bangku sekolah SD, bedanya ini berkursi empat. Kursi di kanan kiri kami dianggurkan.
"Maaf, kalau aku mendadak ke sininya?" Kuberi ia senyum.
"Nggak apa-apa, tadi pagi Ibu sudah berfirasat, Mas akan ke Gresik." Katanya sambil menerima dan mengembalikan senyum pemberianku baru saja.
"Oh.. ya? Bener Emma', keluargamu sangat tulus dan lembut," kupuji dia.
"Emangnya roti lembut?" dia nyengir. Giginya rapi putih dan sungguh Warda tiada bandingnya. Walau bidadari yang baru turun dari khayangan sekalipun tak akan dapat menyaingi kecantikannya.
"Ya kembutan hati kalian," kubilang.
"J"
-00-
Aku kembali menuggu Dik Warda di serambi masjid rumah sakit sejak sehabis makan siang tadi. Kumenunggu sekitar satu jam lebih sedikit. Tujaun menunggu adalah kami akan pulang bersama-sama tapi dengan motor masing-masing menuju rumah Dik Warda. Aku diminta Bapak dan Ibunya Dik Warda untuk menginap barang semalam.
Sebagai salah satu bukti seriusku, dan tanggungjawab pada diri sendiri dan kepada Tuhan, makan aku penuhi undangan yang sangat berharaga itu.
Malam ini aku akan tidur di rumahmu, Dik Warda. Semoga aku tidak ngorok dan mengacaukan, yaa Allah. Aamiin...
-00-
![](https://img.wattpad.com/cover/163616953-288-k699939.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bismillah Nikah
Romance(KOMPLET) Pemuda pekerja honorer akhirnya digdaya setelah memutuskan menikah. Allah swt mengado pemuda honorer --yang gajinya pas buat bayar kontrakan-- sebuah pekerjaan mulia dan ditempatkan di luar negeri tepat di momen bulan madunya. Sila dalami...