Sudah Pantaskah Disebut Orangtua?

314 8 0
                                    

Tidak semua perempuan pantas disebut ibu dan tidak semua ibu pantas dirindukan anak. Jika tutur kata dan tindak tanduknya tidak patut diteladani. Misalnya, tiada hari tanpa marah-marah, suka berkata kasar, judes, mencubit, memukul, dan sebagainya.

"Laki-laki pun demikian. Kesimpulannya, tidak semua yang sekarang jadi orangtua pantas dirindukan anak," kata Emma' sambil mengunyah nasi pada suatu sore di teras dapur, di dusun kami. Aku menganggukkan kepala sambil juga menelan kunyahan nasiku.

Emma' menasihatiku sambil makan, dan biasanya memang begitu. Sejak dulu kala. Pikirnya mungkin, kalau kami dinasihati saat kelaparan itu sangat tidak manusiawi.

Aku dinasihati karena sesampainya di rumah pada Ahad Siang tadi pukul 11 dari Malang, bilang, kalau aku mau menikah saja untuk mengakhiri luka hati. Beberapa waktu lalu bilang mau nunda, dan plinplan intinya.

Memang, Emma' tak khawatir soal pekerjaanku yang belum jelas. Dari jernih matanya kulihat baik sangka Emma', bahwa aku akan mapan bila menikah. Dan semua manusia yang ada di muka bumi ini akan mapan bila menikah.

Kalau rumusnya benar. Menikah itu menyatukan satu harapan dalam enam doa. Doa dari kedua mempelai dan dari orangtua sendiri juga mertua. Kalau Tuhan "ditodong" dengan banyak doa, insyaallah Dia luluh. Hehe...

"Kalau nunggu mapan untuk menikah, tidak akan nikah-nikah. Kamu menyepelehkan Allah, itu namanya. Dialah Allah yang Maha Luas Rejekinya. Mintalah. Yakinlah. Jadi kapan kamu mau nikah kalau tidak syawal ini?" Tanya Emma'.

Aku termangu.

Bismillah, dua bulan lagi aku nikah, Ma'.

-00-




Dua setengah tahun kemudian....

"Anakmu jangan dimanja betul, Cong, Bing (Panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Madura)! Harus jadi tangguh dan gagah, dia," kata Emma' sambil mengunyah nasi di beranda rumah dengan duduk lesehan. Aku dan istriku Warda juga mengunyah nasi. Istriku sesekali menyuruh anak kami untuk membuka mulutnya yang di tangannya sibuk memeragakan boneka berbie di tangan kiri melambai-lamaikan tangannya melihat pesawat terbang di tangan kanannya.

Aku teringat dawuh (Perkataan, Bahasa Jawa halus/tinggi) Kahlil Gibran yang mengatakan, engkaulah (orangtua) adalah busur dan anak-anakmulah anak panah yang meluncur. Memang anak berkembang jadi sebagaimana yang orangtua teladankan (contoh-ajarkan). Kalau orangtua menghabiskan waktu dengan marah-marah, culas, dengki, bohong, dan penyakit hati lainnya, maka anak akan dewasa dengan tabiat buruk itu.

"Tapi bila orangtua selalu ramah, suka senyum, omongannya teduh dll yang baik, maka anak akan tumbuh jadi manusia yang teduh pula dalam hidupnya," sambung Emma'.

Kami melepas senyum untuk Emma'. Kemudian istriku membawa piring berisi nasi mengejar anak kami yang me-landing-kan pesawatnya di halaman rumah kami di Dusun. Halaman itu tidak dipaving atau ditekel. Masih tanah berdebu dan anakku asyik bermain di sana.

"Tapi orangtua jangan memaksakan kehendak agar anak menjadi atau sama dengan diri kalian. Tidak suka polisi, kamu berharap atau memaksa agar anakmu jadi polisi, misalnya. Jangan." Larang Emma'.

Eppa' ku ikut menyusul anakku yang pesawatnya mendarat di halaman berdebu. "Ayo naik (ke teras), bing, sore ini biasanya hujan," bujuk Eppak pada cucu bidadari mungilnya. Dan anakku menurut.

Lalu Eppak menggendongnya dan meletakkan di teras. Anakku kembali mendalangi bonekanya dan pesawat kecilnya. "Wiiiing.... wing... breeeeem.... breeem.."

Sambil mencium ubun-ubun anakku, Emma' melanjutkan nasihatnya. Bahwa, di masa anak masih kecil, orangtua harus mendukung anak menjadi pribadi unik dan lucu yang mandiri dan bertanggungjawab. Lebih-lebih mampu beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berkahlaq mulia.

"Pelajaran penting dalam hidup anak ada di hal-hal yang dia mainkan atau perankan sehari-hari. Jangan buru-buru mengajarkan matematika pada anak kecil. Biarlah ia bermain bersama teman di tetangganya, itu membentuk empati anak jadi baik."

Katanya lagi, anak harus tumbuh alami menjadi anak, bukan menjadi orang dewasa yang bertubuh kecil. Jangan paksakan kehendak kepada anak. Kenalkan banyak profesi mulia yang ada di muka bumi ini biarlah anak memilih menjadi apa kelak.

-00-

"Yang penting mulai hari ini dan selanjutnya, Nak. Jadilah orangtua hebat. Orangtua yang jadi teladan mulia, jadi satpam bagi tutur dan tindak tandukmu sendiri, itu baik bagi dirimu dan anak-anakmu. Bila melenceng luruskan. Bijaklah, ariflah, dan sabarlah. Berat memang jadi orangtua." Kata Emma' sambil melambaikan tangannya di dekat jendela mobil kami yang masih menganga. Kami hendak bertolak ke Gresik.

"Hati-hati, Nak. Kabari Emma' bila sampai, ya,"

Kami melempar salam. Emma' mengembalikannya.

Kuijak gas mobilku sampai ia mulai bergerak perlahan. Kami menyusuri jalan dusun yang sempit. Kanan kiri rimbun semak. Kami terus melambat, dari kejauhan kudengar suara adzan sayup-sayup.

"Hayyaalalfalaaaaaaaaaaaaah....... Hayyaalalfalaaaaaaaaaaaaah......."

Aku terperanjat, Masyaallah ternyata Allah menghadiahiku mimpi yang indah di subuh ini.

"Mmmm... hanya mimpi." Gumamku lantas aku bergegas mengambil wudhu.

-00-

Bismillah NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang