Tuhan, Hamba Bosan Shalat Tanpa Makmum

495 16 0
                                    


Jodoh tak pernah datang lebih awal atau datang terlambat. Jodoh tak pula akan salah alamat. Ia selalu datang tepat pada waktunya dan tepat di tujuannya dengan indah dan mempesona.

Nasihat Emma' itu terus mengiang di balik tempurung kepalaku. Tapi masalahnya nasihat hanya sekadar jadi nasihat jika tak pernah ada tindakan.

"Berhubung biaya nikah mahal, maka aku nyatakan tak lagi ngebet nikah, Ma'." Kataku di malam Ahad saat aku pulang kampung perdana di hari-hari baruku sebagai orang mandiri karena baru bekerja dua minggu di kantor perdanaku di KUA Kecamatan Blimbing di Kota Malang.

Kami bercengkerama di beranda rumah, sebagaimana biasa itulah kebiasaan kami sejak dulu kala. Emma' dan aku suka sekali bernaung di cahaya rembulan.

"Ngawur kamu. Nunggu setua apa lagi kamu? Hah? Nikah itu tugas dan kewajiban Emma' pada anaknya yang sudah cukup matang. Nunggu Emma' mau mati baru kamu mau nikah ya?"

"Eh... jangan ngomong begitu, baginda ratu. Insyaalloh segera lah. Akan kukumpulkan uang dulu, setidaknya untuk membeli emas kawinnya, Ma'."

"O... soswiiit... harus begitu. Cara terbaik menyelesaikan masalah adalah menghadapinya. Jangan lari. Kalau diam sukanya bilang ingin nikah, sudah capek sendiri. Dan macam-macam saja kamu. Ini hanya karena dapat info biaya nikah mahal sudah kecil hati. Jadilah tangguh, Cong."

"Iya, Ma'. Aku sudah bosan shalat tanpa makmum, Ma'. Aku ingin segera menikah. Ingin segera menyempurnakan separoh agamaku, Ma'.

"Iya Nak, Emma' sepakat. Tapi siapa calonmu? Laikkah dia? Agamanya bagaimana? Keturunnnya siapa?" kejar Emma'. "Yang kamu pacari sekarang ta calonmu?"

"Dia masih kuliah, Ma'. Sepertinya bukan dia yang tepat. Dia lulus kuliahpun masih harus jadi PNS. Orangtuanya hanya suka aku jadi pacar anak gadisnya, belum jelas aku disukai jadi menantunya."

"Heh.. baik sangka kenapa?"

"Iya, Ma' itu sudah aku rasakan sejak lama. Tak mungkin dia diizinkan menikah dini. Apalagi aku baru dapat kerjaan. Dan benar saja. dia pernah bercerita soal itu. Katanya masih harus jadi PNS sebagai titah melanjutkan tradisi di keluarganya. Bapaknya kan PNS. Ibunya tahu PNS atau bukan ya, nggak paham aku."

"Sudahlah, fokuslah dulu di kerjaanmu ini. Jangan sibuk pacaran dulu. Jaga dirimu. Jangan melewati garis merahnya Allah."

"Cariin Emma' ya calonnya. Aku manut Emma'."

"Baiklah, kucarikan di Mekkah." Ucap Emma' setengah bercanda.

"Siap baginda ratu." Kubalas Emma' dengan nyengir.

"Kamu mesti berbaik hati pada banyak orang. Berempatilah, jujuralah, dan tangguhlah, itu modal utama menjadi manusia. Kamu tak punya itu habislah kamu. Yang penting juga kamu hati-hati di pekerjaanmu. Tidak mungkin semua orang mau mencintai kita, namun kita masih bisa mencintai semua orang. Ikhtiyarlah terus ya sayang."

"Aku sudah baik Ma'. Insyaallah pahalaku sudah banyak. Aamiin..."

"Hussstt.. manusia ndak pantas menghitung pahala. Yang pantas adalah Allah azza wajalla. Manusia pantasnya berbuat baik sebanyak-banyaknya tanpa tolah-toleh pahala. Ngerti?"

Kuciumi pipi kiri Emma' lalu bergegas meninggalkan Emma' masuk ke kamar.

"Aku tidur duluan ya Bunda Ratu. He he..." teriakku dari dalam kamar.

-00-


Bismillah NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang