23. Kata

86 12 1
                                    

"Jessie!" Mark menarik tangan Jessie yang menjauh darinya.

"Apaan sih?!"

"Gue mau ngomong sama lo."

Saat ini Mark ada dirumah Jessie. Entah lah untuk apa, Jessie juga gak tau.

"Apaa??"

"Lo, ehm, maksud gue, lo mau ngomong disini?" Mark menatap sekitar.

Jessie menghembuskan nafas. Ya mana mungkin juga dia ribut di depan rumah. "Yaudah masuk."

Mark mengikuti Jessie dari belakang. Jessie membuka pintu dan menyuruh Mark untuk duduk sambil menunggu dirinya mengganti pakaian.

Selesai mengganti pakaian, Jessie turun ke bawah mendapati Mark sedang meneguk teh buatan mamah nya. Jessie gak ngerti kenapa mamah nya gak pergi atau kerja.

"Mau ngomong apa?" tanya Jessie sambil mendudukkan pantatnya ke sofa.

"Apa kabar?"

"Baik. Lo?"

"Baik juga."

"Ngomong buruan."

"Kamu cantik."

"Ya, makasih."

"Maaf."

Jessie menatap Mark, kata itu, kata yang selama ini Jessie ingin dengar dari mulut Mark. Kata yang ia tunggu-tunggu selama ini. Kata yang selalu Jessie tanyakan pada Lucas, "Kapan Mark minta maaf, Cas?"

"Untuk semuanya." lanjut Mark. Jessie masih mematung, entahlah, untuk berbicara saja rasanya susah. Lidah itu kelu ketika mendengar perkataan Mark. Tanpa Jessie sadari pun, air mata itu mengalir.

"Maaf Jes, maaf." Mark mengulang kata itu lagi yang membuat Jessie semakin menangis.

Mark berlutu di hadapan Jessie dan memegang jemari Jessie, menciumnya, kemudian menghapus air mata Jessie. "Jangan nangis."

"Gu-" Mark menahan Jessie untuk bicara.

"Gak usah di bahas. Aku cuma mau kamu denger itu aja."

Jessie memeluk Mark dan terus menangis. Mark membalas pelukan itu, pelukan yang ia rindukan, pelukan yang sangat ia gapai, pelukan yang selama ini ia inginkan.

"Hiks. Hiks. Hiks."

Mark hanya mengelus pucuk kepala Jessie dengan lembut dan penuh kasih sayang, entahlah, rasanya sulit melepas seseorang yang sudah sangat kita cintai. Karena pada dasarnya cinta itu buta.

Mungkin kisah cinta mereka akan kembali, mungkin juga tidak. Karena ada pepatah yang berkata, kedua pasangan jika dipisah, mungkin dikemudian hari mereka berdua akan dipertemukan oleh orang yang lebih baik, tapi mungkin juga, itu hanya untuk menjadi pelajaran dan akan dipersatukan kembali.

-

Lucas berjalan menelusuri jalanan di Berlin. Sudah mulai musim dingin, daun-daun pun sudah mulai berguguran. Lucas berjalan sambil membawa buku yang akan ia pelajari, tapi nyatanya, tidak ada satupun dari buku tersebut yang masuk ke otaknya.

Pikiran nya kacau, hatinya juga. Ia merasa menyesal telah membiarkan Jessie pergi begitu saja. Sekarang siapa yang pantas untuk di salahkan? Dia yang menyuruh Jessie pergi, atau Mark yang membuat Jessie pergi.

Andai saja kemarin ia ikut mengantar Jessie, atau setidaknya, ia harus membuat banyak momen disini bersama Jessie. Harusnya dia senang Jessie berada disini, tapi rasanya aneh, rasanya seperti tubuh Jessie ada disini tapi jiwa dan hatinya ada di Indonesia dan bersama dengan Mark.

The LouvreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang