Aku sangat menghargai sebuah hubungan dan juga ikatan. Tapi bagaimana jika hubungan itu harus hancur karena datangnya diriku di keluarga kecil mereka? Apa ini salahku? Atau salahnya?
Update setiap hari minggu.
Cover by : @Hakalaila
#792 - Romance...
Aku terbangun karena suara bising yang terdengar dari lantai bawah. Aku menyingkapkan selimut yang ada ditubuhku, lalu bangkit dari kasur menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Hanya butuh waktu sepuluh menit untukku melakukan hal itu. Setelah kurasa wajahku sudah segar dan ekhm.. tampan, aku mengambil satu kaos putih didalam lemari dan memakainya. Kebiasaanku sejak masih SMA adalah tidur dengan telanjang dada.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kira-kira seperti itulah bentuk tubuhku, memang tidak sebagus lelaki kebanyakan tapi aku sudah cukup puas dengan bentuk tubuhku yang sekarang. Okay,lupakan itu.
Aku turun kelantai satu, disana ayah dan ibuku. Sedang apa mereka disini? Tidak biasanya mereka datang ke sini tanpa memberitahuku. Dan dimana Lala, bukankah ini sudah jam setengah satu siang, seharusnya dia sudah pulang.
Aku berjalan mendekati mereka yang sedang duduk di sofa ruang tamu.
"Kamu ga kerja?" Pertanyaan itu tetlontar dari mulut ayahku.
"Libur dulu" jawabku, aku yakin ayahku akan mengamuk.
"Apa kamu bilang?! Libur?! Ga ada kata libur, kamu itu pemimpin seharusnya kamu memimpin dengan benar, bukannya malas-malasan seperti ini!" omel ayahku, aku sering mendengar ini setiap aku malas ke kantor.
Aku mengalihkan tatapanku ke ibu, memberikan tatapan memohon agar ibu membantuku.
"Sudahlah... Semua orang pasti merasa lelah, Edgar juga pasti merasa lelah. Biarkan dia istirahat lagian juga ini sudah siang." Ucap ibu, ayah pasti akan mengalah jika ibu sudah berbicara.
Ibu berdiri dan memberikan aku satu gelas air putih, aku menegukknya hingga habis dan menaruhnya di meja.
"Tapi dia--"
"Kamu mau melawanku, dia itu anakku bukan anak perusahaan" ibu melotot pada ayah.
Aku mendekati ibuku dan memeluk lengannya, "Dasar manja!" Desis ayah, aku hanya menggedikkan bahu.
"Nak, duduk sini ibu mau ngomong sama kamu" suruh ibu, aku menurut.
"Kamu ga ada niat untuk mencari ibu baru untuk Salsa?"
Lagi-lagi membahas ini, baru tadi malam Lala membahas ini sekarang ibu juga membahasnya. Aku mencari alasan agar ibu mengalihkan topik pembicaraan ini.
"Tidak usah berfikir untuk membuat alasan, jawab saja. Kamu mau jadi duda terus" sahut ayah, ah aku lupa ayah bisa membaca pikiran orang lain.
Aku menghela nafas, "bukan aku ga mau mencari ibu haru untuk Salsa, tapi aku belum siap"
"Kamu masih berharap dia datang?" Tanya ibu lagi, aku mengangguk.
"Untuk apa kamu menunggu dia? Membuang-buang waktu saja, gunakan waktu yang telah kamu sia-siakan untuk membahagiakan anakmu" jelas ayah.
Benar juga, untuk apa aku menunggu yang tidak pasti. Secara tidak langsung aku telah membuang waktuku yang berharga, seharusnya aku tidak larut dalam kesedihan dan harapan yang dia berikan.
"Edgar, apa kamu masih berpikir bahwa semua wanita sama seperti dia yang akan meninggalkan kamu dan Salsa?" Tanya ayah, lagi-lagi aku mengangguk.
"Hilangkan pikiranmu tentang itu"
"Tapi yah, jika tidak meninggalkan aku dengan Lala, pasti mereka hanya mengincar hartaku dan popularitas saja" ucapku tak mau kalah.
"Engga ada yang setia dalam menjalin hubungan denganku, pasti ada maksud tertentu. Dan mereka juga tidak menyayangi Lala layaknya seorang ibu" lanjutku.
Nafasku memburu seperti habis lari maraton.
"Saya bisa menyayangi dan merawat Lala layaknya seorang ibu yang Lala harapkan"
_______________________________
Tebece.
Typo = manusiawi
Sumpeh demi rumput yang bergoyang, aku ga sengaja publis chap ini td malem. Tapi tenang beda kok, hahahaha....