C H A P 23

14.6K 592 38
                                        

"Aku cinta kamu" aku terkejut saat Edgar mengucapkan itu.

"Itu bukan yang ingin kau katakan. Sudah ketebak sekali. "

"Aku mohon, bisakah kita mulai semuanya dengan baik? Ya, aku memang cinta sama kamu. Aku tidak bisa menyangkal itu lagi. Dan aku... Aku ingin kita hidup bahagia." ucapku lirih.

Tak ada jawaban dari Edgar membuat aku was-was. Aku hanya bisa pasrah jika seandainya ia menolak. Aku tidak ingin memaksakannya.

"Akan aku pikirkan" setelah itu Edgar langang peegi keluar. Sedangkan aku masih mencerna apa yang Edgar katakan.

Ya Tuhan! Apa ini awal semua harapan dan kebahagiaan ku? Aku sangat senang. Edgar memang tidak memberikan jawaban yang pasti. Tapi jawaban tadi itu sudah cukup untuk membuatku bahagia.

Aku harap ini awal yang baik bagi aku dan Edgar. Aku berjalan menutup pintu dengan senyum di wajahku. Jantungku berdetak lebih cepat, dan rasanya aku ingin sekali berteriak jika aku tidak ingat ada Lala yang sedang tidur.

Aku langsung berlari ke dapur untuk bertemu dengan bi Iyah.

"Bibi!" ucapku sedikit berteriak.

"Ada apa nyonya?" bi Iyah yang sedang menyuci piring langaung mengelap tangannya.

Dengan cepat aku memeluk bi Iyah yang sudah aku anggap seperti ibuku sendiri. Tanpa aku sadari, aku menangis di dalam pelukan bi Iyah. Tangan bi Iyah mengelus punggung ku, aku merasa sedang di peluk oleh ibu. Entah sudah berapa lama aku tidak mengunjungi makan kedua orangtuaku.

Aku akan ke sana dengan membawa kabar baik. Aku tidak ingin mereka sedih karena aku sedih. Aku ingin mereka bahagia di sana.

Aku menghapus air mata yang mengalir di pipi. Bilang saja aku cengeng, karena memang itu kenyataannya. Walaupun aku cengeng aku jarang sekali menangis. Aku lebih suka tersenyum dan tertawa.

"Bundaaaa..."

Aku membalikkan badan dan melihat Lala sedang berdiri di sana. Aku langsung medekatinya dan membawanya duduk di kursi.

"Lala laper?" Lala mengangguk.

"Bunda mabilin roti, ya?" Lala mengangguk lagi.

Aku kembali ke dapur dan mengambil dua helai roti yang di isi selai coklat. Setelah itu aku membawanya ke meja makan.

"Abisin ya"

***

Sudah satu minggu sejak percakapanku dengan Edgar. Tak ada yang berubah. Dia masih cuek padaku. Aku pikir setelah dia mengatakan itu padaku, sikap nya akan berubah. Tapi ternyata tidak.

Lagi-lagi aku hanya bisa pasrah. Mungkin apa yang di katakan ka Rafky tentang Edgar suka padaku itu tidak benar.

"Aku harus apa?"

Aku memutuskan untuk pergi ke kolam renang. Di sana sangat nyaman, aku akan merasa tenang jika di sana.

Aku duduk di pinggir kolam, kedua kaki ku masuk ke dalam air. Aku memjamkan mataku berharap semua hal yang membebani pikiranku hilang.

"Hai"

Aku langsung membuka mataku begitu mendengar suara yang sangat aku kenal. Aku menoleh ke belakang.

"Edgar," gumamku.

Aku menatapnya heran, bukankah dia seharusnya ada di kantor? Kenapa dia bisa ada di sini.

"Maaf," ucapnya.

Aku semakin bingung. Untuk apa dia minta maaf.

"Maaf karena selama ini aku jahat sama kamu. Maaf, karena telah membuat hati kamu terluka. Maaf, karena telah membuat kamu menangis. Maaf, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu inginkan."

Aku langsung berdiri dan menghampiri Edgar.

"Maksud kamu apa? Kamu ga salah apa-apa" ucapku.

"Aku mau kita cerai,"
________________________

Yeyyyy... Pendek.

Maaf klo g jls.

Aku banyak tugas btw. Bsk juga uprak.

Maaf yaaa..

Maaf yaaa....





Istri Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang