C H A P 22

12.4K 553 30
                                    

Sesampainya di rumah, aku masih memikirkan rencana konyol namun fatal yang di usulkan oleh Ka Rafky. Tapi, jika tidak seperti itu aku tidak akan tahu.

Aku mengehela nafas, pilihan yang sulit. Aku tidak bisa menyakiti suamiku sendiri hanya untuk mengetahui perasaannya. Jika aku terlibat, apa Edgar akan marah jika ia mengetahuinya suatu hari nanti? Aku tidak ingin mengambil resiko. Aku takut jika hasilnya tidak sesuai yang kami harapkan.

"Bundaaa...." aku langsung menoleh ke arah pintu masuk begitu mendengar suara teriakan Lala.

"Lala kangen bunda," Lala melingkarkan kedua tangannya di leherku. Ia memelukku erat.

Aku membalas pelukannya tak kalah erat. Aku dan Lala hanya tidak bertemu satu hari, tapi itu terasa seperti satu tahun. Satu jam tidak melihat Lala saja aku sudah rindu.

"Hey! Kalian ini hanya berpisah satu hari saja seperti berpisah bertahan-tahun," ucap ibu mertuaku yang baru saja masuk.

Aku langsung melepas pelukan ku pada Lala dan menghampiri ibu mertuaku. Aku mencium telapak tangannya dan mempersilahkan duduk.

Aku duduk di hadapan ibu mertua dengan Lala yang ada di atas pangkuanku.

"Edgar mana?"

"Tadi lagi pergi sama clien nya, bu" jawabku asal.

"Katanya dia mau pulang, makanya ibu dateng." aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya.

"Oh ya, gimana? Kamu udah isi belum?" aku mengernyit bingung. Isi? Isi apa?

"Maksud ibu?"

"Adik buat Lala" ia menatapku penuh harap. Aku bingung ingin menjawab apa, sampai saat ini kami tidak pernah berhubungan layaknya suami dan istri. Berpelukan saja belum pernah.

"Assalamualaikum"

"Kamu udah dateng? Ibu nunggu kamu," ucap ibu pada Edgar yang baru saja datang.

"Ibu, Edgar masih ada banyak pekerjaan. Edgar di sini cuma sebentar"

"Duduk dulu, ibu mau ngomong sama kalian." Ibu menuntun Edgar agar dusuk di samping ku. Ia memnatapku tajam, aku langsung menundukkan kepalaku.

"Kalian ga ada rencana buat bikin Lala adik? Kasian dia mainnya sendirian. Kan kalau ada adik enak, Lala ada temennya. Iyakan Lala?" Lala yang masih duduk di pangkuanku hanya mengangguk.

"Lala udah mau gede, jangan di tunda lagi. Nanti jarak umur Lala sama adiknya jauh." jelas ibu mertuaku. Aku hanya tersenyum ragu. Entah aku harus senang atau sebaliknya.

Aku berusaha meilirik Edgar dari sudut mataku, ternyata ia juga sedang mantapku. Aku langsung mengalihkannya ke lantai.

"Sudahkan, bu? Edgar ingin kembali lagi ke kantor." Edgar langsung berdiri dan pergi.

"Apa kalian sesang bertengkar? Kenapa muka Edgar sangat tidak enak dilihat?" aku hanya diam tak berniat menjawab pertanyaan ibu mertuaku.

"Baiklah, apapun masalah kalian selesaikan baik-baik. Jangan sampai hal ini berpengaruh terhadap cucuku." Ibu bangkit dari sofa dan metapihkan bajunya yang sedikit berantakan.

Aku ikut berdiri untuk mengantarkan ibu sampai depan pintu.

"Oh ya, satu lagi. Jika sudah baikan jangan lupa beri Lala adik dan beri ibu cucu baru." setelah itu ibu langsung pergi.

Aku hanya terkekeh, ia masih memikirkan cucu baru. Bahkan aku sendiri saja tidak tahu apa aku bisa memberinya cucu atau tidak.

Saat aku ingin menutup pintu, tiba-tiba sebuah tangan menahan pintu dari luar. Aku terkejut dan langsung membuka pintu itu.

"Ibu sudah pulang?" tanyanya dingin. Aku tak menjawab karena aku masih bingung.

Ia mendorong ku dan berjalan masuk ke dalam rumah.

"Papa pulang lagi?" tanya Lala senang. Ia langsung melompat ke pelukan Edgar.

"Anak papa yang cantik udah tidur siang belum?" Edgar mengelur rambut Lala yang tergerai  indah.

"Belum, tadi Lala seneng banget karena mau pulang."

"Papa temenin Lala tidur ya?" Lala mengangguk dengan semangat.

Mereka pergi ke atas, lebih tepatnya ke kamar Lala. Aku memilih untuk duduk di sofa seraya menunggu Edgar selesai menidurkan Lala.

Aku hanya ingin meluruskan kejadian tadi siang. Hatiki rasanya seperti ada beban jika tidak menjelaskan hal ini pada Edgar. Bagaimana pun juga ia adalah suamiku, dan aku tidak ingin suamiku salah paham.

Tak lama Edgar datang dan duduk di hadapanku. "Aku ingin bicara" ucapnya langsung.

"Aku juga. Tapi, kamu duluan saja."

Aku harap ia membicarakan soal yang tadi siang.

"Jangan pernah dengarkan apa yang ibuku katakan tetang cucu. Kau sudah tau bukan, aku tidak suka pada mu. Dan tidak ajan pernah. Dan ya, kau bisa meminta kekasih mu itu untuk menghamili mu. Itupun jika kau masih mendengarkan ucapan ibu."

Hamil? Sama kekasih ku? Aku bahkan tidak punya kekasih. Kau salah paham.

"Hanya itu yang ingin aku bicarakan."

Aku segera menahan Edgar yang ingin pergi. Aku tidak bisa diam saja.

"Kamu salah paham" aku menggenggam sebelah tangannya. Aku tak peduli jika ia akan marah atau mendorong ku lagi seperti saat itu.

"Aku tidak punya kekasih. Dia itu kakaku, dia---"

"Kakakmu? Bukankah kamu anak tunggal? Lalu bagaimana caranya kamu memilki kakak?" ia tersenyum sinis. "pandai sekali kau berbohong."

"Aku tidak berbohong. Dengarkan penjelasan ku dulu. Aku mohon." tidak ada jawaban dari Edgar.

"Dia ka Rafky--"

"Aku sudah tau," potongnya.

"Dia adalah tetanggaku dulu, aku menganggapnya sebagai kakak karena aku anak tunggal. Dia yang menjadi teman dan juga kakakku. Dia bukan kekasihku. Kami tak punya hubungan lebih selain kakak dan adik pada umumnya." jelasku.

"Kau yang berbohong atau dia berbohong?"

"Ka Rafky berbohong karena ia--"

"Ingin balas dendam?" ia berbalik menghadapku.

"Bu-bukan, ia hanya ingin.. Kamu.. Dia hanya ingin tau apa kamu peduli padaku atau tidak. Dia hanya ingin tau apa reaksi kamu saat istri kamu pergi bersama laki-laki lain."

Edgar menatapku penuh selidik.

"Tatap aku jika kamu tidak berbohong,"

Aku memberanikan diri untuk membalas tatapannya.

"Bisakah kita mulai semuanya dari awal? Bisakah kita membangun keluarga yang bahagia? Bisakah kamu melupakan masa lalu kamu dan melihatku? Aku... Aku..."

"Aku cinta kamu"

_____________________________
Abis.

Banana ba ba nana....

Typo bertebwaraaaannnnnn.....

Hahahahahahahahahaa...

Gaje banget seh aku....

Bye bye.......

Istri Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang