..
.
Inilah yang dicegah Chanyeol, apabila jantungnya mulai bergetar..
Melihat dari selembar fotonya, kecantikannya sudah membungkam makiannya. Dia benci kata pujian terus beruntun pada keelokan rupawi isterinya. Menisik bagaimana satu persatu, Semua bagian dari perpaduan wajahnya bak mahkota yang diukir dari permata.
Parasnya terlampau indah.
Mata cantiknya berbinar polos dan begitu bening, alisnya tertata rapih, hidungnya mancung kecil, dan belahan bibirnya bak kelopak mawar, begitu alami.
Luhan terlebih dahulu memutuskan kontak mata diantara mereka, dia tidak tahu kenapa bisa terbius oleh manik mata itu.
Chanyeol menarik tangannya kembali. "Apa kedua orang tuamu juga mengajarkan tentang kepatuhan melayani suamimu di ranjang." Chanyeol mengatakan, terlebih lagi dengan raut datar, bagai tidak tertarik.
Luhan kembali menoleh pada Chanyeol, suaminya masih menunggu jawabannya. "Jika aku sudah menjadi isterimu, itu sudah menjadi kewajibanku melayanimu.." Luhan berbicara memang dengan intonasi tenang, tapi pembauran warna mukanya sudah kontras dengan kulit putih susunya, dia menyadari pasti rona merah sekarang menempeli pipinya.
Chanyeol menarik sudut bibirnya keatas, dia sungguh bangga atas prestasi kedua mertuanya mendidik putrinya.
Chanyeol mencondongkan tubuhnya sampai jarak mereka tertinggal sepuluh centi lagi. Dan napas Luhan tertekan tanpa diminta. "Begitu, apa kau sudah siap menyerahkan segalanya untukku..." ucap Chanyeol berat layak bisikan.
Jemari lentik itu meremat gaun diatas pahanya semakin mengencang, sebagai saluran kegugupannya. Luhan tidak tahu apa dia salah ucap, tapi sepertinya kata katanya itu meracuni pandangan suaminya padanya.
Luhan menurunkan matanya dari prianya. "Ketika aku menyetujui pernikahan ini, aku siap melangkah menerima kehidupan baruku, aku sudah siap menanggung apa yang menjadi tugasku nantinya. baik tugas kewajiban seorang isteri untuk melayani suaminya..."
Chanyeol memandang dalam dengan pemikirannya sendiri tentang gadis didepannya. "Aku terkesan tentang ajaran yang diterapkan oleh orangtuamu padamu..."
Luhan mengangkat matanya, "Aku tidak tahu sebanyak apa kebodohan yang diberikan oleh orang tuamu padamu."
Luhan mengatup bibirnya begitu kalimat kasar itu terucap lancar. "Itu bukan suatu kebodohan.." bela Luhan.
Chanyeol menarik satu alisnya keatas, heh sepertinya isterinya ini sudah terbawa emosinya.
Tegas Luhan berbicara. "Apapun yang diajarkan kedua orang tuaku padaku, itu bukan suatu kebodohan... melainkan modal yang kupegang untuk mempertahankan rumah tanggaku.."
Chanyeol tersenyum, dia didebat. "Apa kau barusan menyampaikan kalau kau menghargai pernikahan kita ini..."
"Kita sudah disatukan oleh takdir." ujar Luhan tak gentar sedikitpun mempertahankan apa yang menjadi keyakinannya.
Chanyeol menggeleng kepalanya, tak habis pikir atas junjungan gadis ini. "Kau salah, kita tidak disatukan oleh takdir, tapi kedua orang tua kita."
"Orang tua kita hanya sebagai perantara..." sahut Luhan dengan lembut.
Chanyeol melangkah kakinya, memutuskan jarak mereka. sedangkan Luhan cukup tegang begitu suaminya bergerak kearahnya.
Chanyeol bersimpuh tepat depannya, dan dalam ketidaksadarannya, Luhan gelisah, "Apa yang kau lakukan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny || TAMAT
FanfictionMature Area 🔞✔ Dua orang yang berbeda pandangan dipersatukan dengan Pernikahan. Luhan mengatakan, Pernikahan mereka terjadi karena takdir. Park Chanyeol berpendapat, Pernikahan mereka adalah pembodohan. Apakah Park Chanyeol percaya pada pilihan tak...