Chapter 23

1K 140 47
                                    


.

.

.

Luhan tidak dapat menahan dirinya, dia menatap bagaimana ekspresi Jennie tidak nyaman setelah Kai memperkenalkannya. Dia mempertanyakan sendiri, dan ingin berspekulasi, apa mungkin Kai sudah melakukannya. Kai sangat tahu cara bersenang senang, dan dia tidak ragu membuat kesan yang menjengkelkan. Luhan tahu cara Kai yang agak kasar dan tidak berperasaan untuk mengakhirinya dengan mudah, tanpa harus berkompromi. Luhan menyadari apa yang telah merubah suasana hati Jennie.

Senyumnya tidak lepas, tidak berefek baik pada kecantikannya yang berfitur hangat. Dan segala gerak geriknya dan prilakunya yang anggun seperti menyesuaikan dengan profesinya.

"Aku, Luhan." Luhan masih berdiri disebelah Kai, dia mengulurkan tangannya, senyumnya ramah.

Jennie tersentak, bibirnya seperti memaksa tersenyum. Dia agak canggung menerima uluran tangan Luhan. Bagaimana mungkin wanita ini bisa membuat Kai bertahan dan tanpa membawa pikirannya, Kai menyakitinya dengan memakai alasan yang sangat jelas.

"Aku senang bertemu denganmu, dokter Jennie."

"Aku juga."

"Kalau begitu silahkan duduk. Kau tidak boleh berdiri terlalu lama. Kau sedang mengandung." Kai membantu Luhan duduk dikursinya.

"Aku bisa sendiri." Senyum Luhan memaksa. Jennie memperhatikan mereka, itu membuatnya terganggu.

Kadang dia tidak mengerti, kenapa orang bisa cepat jatuh cinta. Dia tidak memiliki sesuatu yang diingat untuk pertemuan pertama mereka, bahkan dia sengaja menyinggungnya, dan memperlakukannya dengan kasar. Kadang orang keliru, dia melakukannya untuk membuatnya cepat menyerah. Dia bukan wanita konyol, dia bukan berusia 22 tahun lagi. Dia sudah memiliki pengalaman yang baik untuk menghadapi ini. Dia ke pesta atau pergi ke klub memesan ruang VVIP, dia berpenghasilan tinggi, dia berada dimana kau menemukan kaum sosialita yang gemar berbelanja dengan jutaan dollar. Kenapa Kai terlalu mengecilkannya?

"Ini pertemuan yang menarik. Kau datang menemuiku untuk memenuhi keinginan, Kai." Jennie menyeruput tehnya pelan pelan. Alisnya berkedut, dengan etika tinggi.

Jennie berkata lembut, ada nada sarkas yang menyamarkan senyum Luhan. Luhan melihat sebentar pada Kai, "Menyenangkan bisa bertemu dan berbicara denganmu, Jennie." sahut Luhan tenang, pembawaannya tidak pernah terintimidasi, dia lugas pada posisinya. "Percayalah, wanita butuh lantai yang sama untuk menghindari kesalahpahaman."

Kai mengerut alisnya, dia menoleh sementara ekspresinya jelas tidak menginginkan Luhan menggagalkan rencananya.

"Apapun yang terjadi diluar sepengetahunku. Kau tidak bisa merelakannya." Luhan memberikan senyum pada Kai. "Karena kau sedang menghadapi lelaki yang suka bertingkah, berpikir dengan caranya sendiri. Dan dia bahkan tidak menyadari, dia bersikap kekanak kanakan untuk melakukan itu padamu"

Jennie tidak bisa menahannya, walau sebentar, tawanya berderai ringan ke udara. Dia menutup mulutnya berdehem. Dan memastikan, kalau Luhan tahu situasinya. Dia memihaknya, ini menggelitik. Dia ketahuan cemburu.

Kai menoleh datar pada Luhan. Dia pikir Luhan datang ke sini untuk mendukungnya. "Kau terlalu jujur."

"Maaf Kai, aku tidak bisa berbohong. Kau harus melihat ini. Kami sesama wanita."

Kai berdesis, dia pura pura menatap ponselnya. "Jadi, apa yang dikatakan Kai padamu, aku harap kau tidak mempermasalahkannya. Tujuannya memang kejam, dan dia pernah mempermalukanku. Dia menolakku dan meninggalkanku seminggu pernikahan kami akan terjadi."

Our Destiny || TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang