Chapter 22

1.1K 144 44
                                    

.

.

.

"Apa Kai bisa menolak?" Luhan meninggalkan meja rias setelah membersihkan wajahnya.

"Apa kau pikir dia bisa menolak?" Chanyeol mendengarnya dan berusaha berkonsentrasi, dia sedang merapikan tempat tidur mereka.

"Entahlah, walaupun aku dekat dengannya. Aku belum cukup memahami pikiran dan keinginannya." Luhan duduk dibibir ranjang, dia meraih lengan Chanyeol untuk duduk disebelahnya.

Chanyeol tersenyum, dia memijat dahi Luhan. "Kau tidak perlu memikirkannya. Kai hanya butuh waktu untuk menerima ini."

Luhan menggeleng, kemudian mendesah berat. "Aku merasakannya." Luhan menatap Chanyeol, kekhawatiran itu selalu ada, dan Chanyeol merasa terganggu. "Aku merasakan Kai tidak menyukai perjodohan ini. Dia memiliki pilihan yang harus dihargai." jemarinya menggenggam tangan Chanyeol.

"Chanyeol, kau bisa membicarakan ini baik baik pada ayah. Kau tahukan, Kai baru pulang. Dan jangan karena pemaksaan ini kembali dia memutuskan untuk..."

Luhan tercekat setelah Chanyeol memotong ucapannya, dia memejamkan matanya sesaat. "Pergi???" Chanyeol tertawa hambar, dia menggeleng untuk bagian ini jika benar terjadi. "Kai, tidak akan pernah dewasa jika kau terus memberikan kenyaman padanya. Dia harus tahu, aspek apa yang dia butuhkan untuk masa depannya. Ayah sudah memberikan kebebasan padanya, kau tahu?"

Luhan gelisah. "Hal yang baik adalah ketika ayah bisa menahan amarahnya. Kedatangan Kai kembali ke rumah ini tidak beresiko. Apa dia tidak bisa membalas kebaikan ayah dengan cara menyetujui pernikahannya." dia berpendapat, kekhawatiran Luhan sangat keliru.

Chanyeol mendesah karena Luhan tidak menanggapi. "Luhan?"

"Aku takut Kai merasa menderita." dia berguman. Alis Chanyeol naik sebelum tersenyum dengan ejekan yang sesungguhnya.

"Dia menderita karena menanggung kekalahan, kesalahan dan penyesalannya." Chanyeol ragu, hingga dia berdecak akhirnya. "Dia tidak punya rasa penyesalan kurasa." dia mengangkat bahunya, nadanya sombong untuk mengatakan itu, dan Luhan mengernyit.

"Kau sedang merendahkan saudaramu?"

"Apa terdengar merendahkan atau aku sedang bangga karena aku yang menjadi suamimu." seringai Chanyeol, dia tidak peduli urusan Kai. Menyerah atau melawan, adalah pilihan yang masih berspekulasi. Menjadi sampah dimata keluarganya, dan memilih mengakui kesuksesan sendiri? Dua duanya sulit untuk dilakukan.

"Saat ini yang kuketahui Kai sudah dewasa. Seharusnya dia bisa memperhitungkan ini." Chanyeol menarik Luhan kedadanya. "Jadi apa masalahnya?"

"Dia mandiri, dan tidak pernah meminta uang. Dia menghabiskan uangnya sendiri Chanyeol." imbuh Luhan.

"Apakah orang tua yang sudah lelah membesarkan anaknya tidak boleh berharap?" Chanyeol bertanya dimana dia meletakkan posisinya.

Luhan tertegun. Dia melepas pelukan Chanyeol. "Kau sedang membahas tentang kita." lirih Luhan.

"Maaf, aku memberitahu hal ini untuk kau pikirkan." Chanyeol menangkup rahang Luhan. "Kau tahu sendiri, aku setuju menggantikan Kai, niat awalnya memang karena pengabdianku sebagai anak. Aku tidak merasa menyesal telah menerima perjodohan ini, aku hanya merasa marah setelah memastikan..." Chanyeol mengambil napas. "Aku tidak berani melawan keputusan ayahku. Kau tidak percaya, aku mengingatnya sebelum pernikahan kita terjadi, aku menghabiskan malamku dengan alkohol. Pada saat itu, aku menjadi orang pengecut karena tidak bisa menjaga hubunganku dengan kekasihku."

Our Destiny || TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang