Chapter 18

1.8K 197 29
                                    

.

.

.


"Luhan, jangan berlari." Kai memperingati dari kemudinya.

Mobil baru saja tiba didepan rumah sakit, Luhan langsung melompat turun dari mobil, Kai hampir serangan jantung melerai Luhan disaat kandungannya sudah berumur.

Kai mendesis tidak bisa mengejar Luhan, dia belum memarkirkan mobilnya.

Luhan mengatur napasnya sambil bertanya pada suster yang bertugas dibelakang meja repsesionis."Suster, pasien yang operasi sekarang. Maksudku, pasien kecelakaan 30 menit yang lalu, dibawa ke ruang operasi, dimana ruang operasinya?" Ucapan Luhan tidak tentu lagi.

"Sebentar Nyonya, kalau boleh tahu, kami berurusan dengan Nyonya siapa?"

"Luhan, Park Luhan."

Luhan tidak melihat senyum ganjil disudut bibir perawat. "Sebentar Nyonya, kami akan periksa data pasien yang baru masuk..."

Luhan mengatup bibirnya gemetar, pikirannya terus melayang pada suaminya. "Operasi di ruang 12 lantai 2."

"Terimakasih..."

Luhan berdoa sepanjang berjalan ke lantai dua, jika Tuhan memberikan kesempatan lagi, dia akan rajin berdoa setiap minggu ke gereja, dia akan melakukannya dengan tulus asalkan Suaminya bisa selamat.

Luhan melintas lorong lobi, dua pintu UGD terbuka lebar. Sandal rumah yang dipakainya berdecit, menggesek marmer putih tidak bermotif lantai rumah sakit. Luhan kaku melihat siapa yang dirawat di bangsal umum.

Dia tidak ingin ditipu oleh semacam harapanya pada Doanya. Suaminya duduk tenang menerima perawatan dari suster, matanya yang basah semakin dalam, air matanya berjatuhan beberapa tetes. Luhan memasuki UGD dengan emosi yang menolak berkompromi lagi.

Kedatangannya tidak disadari, Chanyeol terkejut mendapatkan pukulan dilengannya. "Bajingan!! Aku pikir kau sudah sekarat." Teriak Luhan.

Perawat yang menangani luka Chanyeol menjauh. Sementara Chanyeol tidak enak melihat orang orang disekitar ruangan, memperhatikan mereka dengan terganggu. "Sayang, jangan keras keras menangis. oK, Aku tahu aku salah.. hm, Tapi jangan di sini menangis. Diluar saja, kau bebas memukulku.." Chanyeol turun dari ranjang dan meringis sakit saat kepalan tangan Luhan mengenai luka memar dilengan kirinya.

"Kau pikir aku akan mau mendengarkanmu!!! Kau membuatku serangan jantung. Puas kau!!" Luhan berseru menangis. Chanyeol menarik Luhan kepelukannya, ditepuk tepuknya punggung istrinya sambil mengguman minta maaf.

"Maaf, aku salah, ..." tangis Luhan teredam didada Chanyeol. Isakannya menjerit, dan menyumpahi Chanyeol.

Chanyeol tertawa, dia tidak menyangka kekhawatiran Luhan akan semenyenangkan ini, meski dia agak keterlaluan memanfaatkan kondisinya dengan meminta bantuan Perawat.

Berhasil, Dia bisa bertemu dengan Luhan.

"Hei, kau tidak malu, orang orang memperhatikan kita." Bisik Chanyeol.

"Aku masih marah padamu, kenapa kau membuatku tambah kesal lagi."

"Baiklah, marahlah, marah... Akh..." erangan Chanyeol kelepasan tiba tiba, Luhan menggigit bahunya.

"Bajingan..." isaknya perlahan lahan terkendali.

"Maaf, aku sudah terlaluan, kalau tidak, aku tidak bisa bertemu denganmu. Lihat..." Chanyeol mengusap perut Luhan. "Aku tidak sadar, dia sudah besar."

Luhan tersenyum menyeka air matanya. "Bodoh, kau tidak langsung menanyai kabarku..."

Chanyeol membuat jarak mereka, menatap Luhan dari ujung ke ujung. Luhan bertambah gemuk dengan dress hamilnya. "Ibunya sangat sangat sehat, aku tidak menyangka Kai benar benar merawatmu sangat baik. Bagaimana kau bisa bahagia dengan lelaki lain, sementara suamimu menderita, hm?"

Our Destiny || TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang