Chapter 29

2.2K 210 31
                                    

Bima menatap tajam lelaki berusia sekitar lima puluh mendekati enam puluh tahun yang sedang duduk di kursi kebesarannya. Terlihat papan nama yang terbuat dari kaca bertengger manis di meja kerja lelaki itu bertuliskan 'Prof.Dr.Ir. Broto Adiputra, M. Met.'

"Anda harus menindaklanjuti kasus ini pak!" Ucap Bima dengan nada rendahnya menandakan dia serius dengan ucapannya.

"Tapi kamu tidak punya bukti, Bim." Kata lelaki itu santai.

"Saya memiliki lebih dari dua saksi, Pak. Dan saya yakin, kasus ini akan mempengaruhi jabatan anda sebagai rektor di universitas ini."

Ya, Bima hari ini sedang menghadap ke rektor Universitas Samudra untuk melaporkan kasus yang terjadi kemarin Sabtu di fakultas ekonomi. Dimana Shinta yang dengan emosinya yang memuncak sampai mencekik Keyra di toilet perempuan fakuktas ekonomi.

Bima merasa hal tersebut harus ditindak lanjuti mengingat itu merupakan salah satu kasus bullying yang bisa menghilangkan nyawa seseorang.

"Tapi Bim, kamu tau kan kalau ayah Shinta itu salah satu donatur terbesar untuk universitas ini."

"Dan bapak mungkin lupa kalau ayah saya juga salah satu donatur terbesar disini." Kata Bima dengan nada mengancam.

"Saya bisa minta ayah saya untuk mencabut donasinya dan membeberkan tentang kasus pem-bully-an itu."

"Ah, om saya, Andika Prameswari Wibowo juga seorang jaksa kalau anda lupa, spertinya saya harus mengingatkan banyak hal tentang keluarga saya pada anda."

"Bayangkan gimana entengnya saya membawa kasus ini ke pihak yang berwajib." Kata Bima dengan senyum sinisnya.

Tuan Broto mengeraskan rahangnya ketika mendengar semua ancaman-ancaman dari anak didiknya itu. Bukan sekedar ancaman kecil biasa yang selama ini selalu datang dari mahasiswanya, namun lelaki muda itu lebih berani seribu kali lipat agar Shinta dikeluarkan dari universitas bergengsi ini.

"Sebenarnya apa mau kamu?" Tanya Tuan Broto tajam.

"Saya hanya ingin menyelesaikan kasus tanpa ada pihak yang tau kasusnya. Bayangkan saja bagaimana hebohnya kampus kita dan orang-orang di luar sana kalau mereka tahu ada kasus pembullyan yang hampir meregang nyawa seseorang?"

Tuan Broto menghela napas panjang. Dia sangat tahu kalau Bima bukanlah seorang lelaki muda dengan segala prestasi yang biasa. Dia sangat mirip dengan sahabat masa kuliahnya dulu yang selalu memperjuangkan apa yang ia anggap benar. Dan sahabat kuliahnya itu adalah ayah Bima, Andro Wibowo.

"Baiklah. Saya akan mengadakan rapat tertutup untuk membahas masalah ini." Ucap Tuan Broto pasrah. Beliau akhirnya mengalah -kalah telak- karena ancaman-ancaman Bima. Reputasi dirinya dan kampus ini bisa terancam jika terdengar ada kasus pembullyan di universitas terbaik di Indonesia.

Bima tersenyum puas mendengarnya. "Saya akan menunggu kabar selanjutnya, Pak."

"Baiklah kalau begitu, saya pamit dulu. Selamat siang Bapak Rektor yang terhormat."

Bima menyalami tangan rektornya dan pergi meninggalkan ruangan yang cukup luas itu.

"Anakmu tumbuh dengan dewasa, Andro." Ucap lelaki paruh baya itu dengan senyum tipisnya mengingat sahabat masa kuliahnya yang sifatnya persis seperti anak muda yang baru saja menembaknya dengan ancaman-ancaman yang mengerikan.

*****

Sinar matahari menari-nari diatas wajah cantik gadis yang sedang terlelap itu, membuat alis gadis itu sedikit bertaut karena merasa terganggu dengan sentuhan hangat sinar matahari dan kemudian membuka matanya perlahan.

BETTER WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang