17

3.9K 196 2
                                    

Seberapa jauh kamu melangkah, seberapa jauh kamu bersembunyi. Tapi, dengan Kematian siapapun akan merasakan.. Siapapun manusia akan merasakan apa itu kematian.

❤❤❤❤

Meira memasuki rumah Fatah setelah bunda membukakan pintu untuknya.

Dia berjalan menuju ruang tengah. Dan suasana rumah tampak sepi. Lalu, Meira mengikuti bunda ke dapur.

"Bun, kemana orang-orang?" tanya Meira.

"Maksud kamu Fadil dan Fatah" jawab Bunda.

"Iya bun"

"Fadil memang banyak kerjaan di kantornya. Dan Fatah itu setelah mengambil banyak cuti dan waktu bekerjanya sebentar tampaknya dia harus mengurusi kantor lagi. Ada banyak masalah di kantor Fatah. Karena, dia tidak banyak mengontrol perusahan. Dan sudah seharusnya Fatah harus turun tangan. Kemudian menyelesaikan semuanya." Jelas bunda membuat Meira mengangguk mengerti.

Setelah pembicaraan itu, Meira melihat bunda mencuci piring yang kotor membuat Meira keheranan.

"Bunda tidak bekerja?" tanya Meira lagi.

"Tidak mei, hari ini bunda sedang tidak enak badan. Jadi bunda tidak bekerja dulu."

"Ohiya bun. Meira antar bunda ke kamar ya."

"Tapi bunda belum selesai membereskan ini" tunjuk bunda pada piring yang masih kotor.

"Biar Meira saja yang membereskannya." Kata Meira.

Setelah mengantar bunda ke kamarnya. Meira mulai membersihkan piring-piring yang kotor. Kemudian, Meira mengambil makanan dan minum untuk nenek. Diapun berjalan menuju kamar nenek. Lalu, Meira meletakkan nampan makanan di meja kecil dekat kasur.

Meira membangunkan nenek dengan lembut. Tampaknya nenek tidak seperti biasanya. Nenek tidak merespon apa yang biasanya Meira lakukan. Meira cemas dengan nenek yang tidak bangun-bangun.

"Nek?" tanya Meira.

"...."

Tidak ada respon sama sekali. Rasa cemas yang Meira rasakan makin menjadi. Dia harus memanggil bunda dan yang lainnya.

Tetapi, bunda sedang tidak enak badan dan Fadil juga Fatah sedang banyak pekerjaan. Dia bingung harus bagaimana. Setetes air mata menghiasi pipinya.

"Meira, bun-"

Bunda tiba-tiba datang lalu melihat Meira menangis. Membuat bunda tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Mata bunda beralih pada sosok nenek yang masih terbaring. Alis matanya terangkat sebelah. LM

"Ada apa ini, Mei?" tanya bunda.

"Nenek bun, nenek tidak bangun-bangun" ucap Meira tersedu-sedu.

"Astagfirullah Mei, kita bawa nenek ke rumah sakit" ucap bunda dengan wajahnya yang cemas.

♡♡♡♡


"Jadi, seperti yang kita tau bahw-"

Nada dering ponsel Fatah bergetar, membuat para karyawan yang berkumpul di ruangan menatap dirinya.

Fatah sedikit terganggu ada yang meneleponnya. Namun, dia merasa hatinya merasa ada yang menjanggal. Diapun langsung mengangkat telepon dari seseorang dan keluar ruangan.

",,,"

"Waalaikumsalam bang. Ada apa?" jawab Fatah.

Tampak di sana Fadil memberitahu sesuatu membuat Fatah terkejut.

"YaAllah, sekarang abang dimana?"tanya Fatah panik. Raut wajah Fatah mulai menjadi cemas.

",,,"

"Iya bang. Fatah segera ke sana"

Setelah percakapan dengan abangnya. Fatah langsung membatalkan kumpulan dengan karyawannya. Dia menitipkan pekerjaan kepada sekretarisnya dan berangkat menuju rumah sakit.

🌾🌾🌾🌾

Meira diam termenung di kursi rumah sakit. Sudah 1 jam menunggu, ternyata dokter yang menangani nenek tak kunjung keluar.

Bunda yang di samping Meira juga diam sambil menekuk wajahnya. Dari tadi bunda menangis melihat kondisi nenek dan itu membuat Meira ikut bersedih dengan keadaan nenek.

Bunda sudah menelepon kedua anaknya. Mereka bilang akan segera ke rumah sakit. Ternyata mereka belum datang juga.

Meira tau, bahwa Fadil dan Fatah memang sibuk sekali. Tetapi, bunda terlihat ingin kedua anaknya segera sampai ke rumah sakit.

Derap langkah cepat terdengar di telinga Meira. Dari kejauhan Fadil dan Fatah menghampiri mereka berdua.

"Assalamu'alaikum bun. Bagaimana keadaan nenek?" ucap Fadil dengan napas terengah-engah.

Fatah diam di samping Fadil sambil terengah-engah juga. Mereka berdua tadi berlari-lari membuat bunda tersenyum lemah.

"Waalaikumsalam nak. Belum ada kabar dari dokter." kata Bunda membuat mereka berdua makin cemas.

"Bun, semoga nenek tidak apa-apa" ujar Fatah.

Bunda mengangguk. Kemudian bunda memeluk mereka berdua. Terdengar tangis kecil. Dan bunda menangis lagi.

Fatah dan Fadil memeluk bunda bersama. Mereka terbawa suasana dimana mereka hanya bertiga yang merasakan keadaan keluarga mereka sekarang.

Melihat itu, Meira menitikan air mata. Dia tersentuh dengan keluarga bunda. Meira merasakan sakit yang mereka rasakan. Dia tau bahwa semua ini sulit untuk mereka hadapi. Tapi, mereka tegar dan tak memperlihatkan kerapuhan mereka.

Dokterpun keluar dari ruangan. Membuat Bunda dan anaknya berbalik menatap dokter.

"Dok, bagaimana keadaan nenek?" tanya Bunda cepat.

Dokter hanya menggeleng pasrah. Dan bunda tidak tau maksud dari dokter itu apa.

"Kenapa dok? Kenapa dengan nenek" kata Fatah.

"Maaf bu. Saya harap ibu dan sekeluarga harus mengikhlaskan. Kami semua sudah berusaha keras." jelas sang dokter.

Mendengar itu, bunda terdiam. Air mata bunda mengalir lagi.

Fatah dan Fadil menunduk dengan wajah yang sedih. Terutama Meira dia sudah meneteskan air mata sejak tadi. Rasanya lebih menyakitkan dari tadi.

Bunda cepat-cepat masuk ruangan di mana nenek berada. Membuat Meira berbalik badan.

Ya, Meira melihat di ambang pintu bahwa bunda merasa kehilangan. Bunda memeluk tubuh nenek yang terbaring di ranjang putih.

Fatah dan Fadil sudah masuk. Mereka berdua sudah di samping bunda.
Meira memegang dadanya yang amat sakit. Air matanya masih menetes.

Kakinya tidak mampu untuk berdiri. Meirapun terduduk di lantai. Matanya masih menatap keluarga bunda di ruangan itu.
Innalillahi wainnailahi roji'un.

Dan saat itupula bunda pingsan di dekat ranjang rumah sakit. Semuanya panik dan cepat-cepat menolong bunda.

MengenggamMu Dalam Ketaatan [TAHAP REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang