21

3.8K 205 17
                                    

Di dalam hidup itu tidak boleh ada kata menyerah. Jika kamu menyerah karena suatu alasan yang tidak jelas. Lebih baik terus melangkah lagi

-Fadil


~~~~



Semua karyawan di gedung terlihat bingung dengan sikap Fatah akhir-akhir ini. Bos mereka tampaknya banyak pikiran. Hampir semua presentasi dan rapat yang mereka ikuti, Fatah selalu salah dalam berucap atau melakukan sesuatu. Bahkan, Fatah terlihat sering melamun di tempat kerjanya.

Saat ini, Fatah sedang duduk di ruang kerjanya, sambil menopang dagu dan matanya menerawang.

Entah apa yang Fatah pikirkan. Tetapi, memang benar Fatah masih mengingat kejadian dua hari lalu. Semenjak pertemuan dirinya dengan Meira, dia masih memikirkan Meira.

Bahkan, sampai saat ini Fatah masih tidak menyangka bahwa Meira sudah mempunyai calon suami. Dan itu membuat Fatah menyesal karena terlambat untuk mengenggam Meira.

Hatinya terluka melihat Meira dengan Alif. Bukan berarti Fatah tidak punya keberanian untuk menyatakan perasaannya. Dia hanya ingin perasaannya diutarakan dalam do'a. Semoga perasaan dirinya tersampaikan pada Meira. Namun, ternyata tidak seperti yang Fatah harapkan.

Fatah tersenyum kecut ketika masih terus mengingat pertemuan dirinya dengan Meira. Perih memang, tetapi Fatah tidak bisa apa-apa. Memang takdirnya harus seperti ini. Dan apakah memang Fatah harus mengikhlaskan Meira?

~~~~


Meira menjalani kehidupannya seperti biasa. Dia akhirnya mempunyai pekerjaan baru semenjak dia mengundurkan diri di tempat kerjanya dulu. Setelah menganggur setahun, akhirnya Meira mendapat pekerjaan menjadi waiters di restoran yang tidak jauh dari rumahnya.

Meskipun gaji di tempat kerja barunya tidak seberapa. Namun, Meira sangat bersyukur dan dengan gaji yang tidak seberapa mampu sedikit membantu mencukupi ekonomi keluarganya.

Saat ini, Meira sudah bersiap-siap untuk berangkat bekerja.

Meira menghampiri kedua orang tuanya. Adiknya sudah berangkat sejak tadi. Dia duduk di meja makan. Ibunya menyodorkan teh manis hangat kepadanya. Meira meminum teh hangat yang diberikan ibunya.

"Ayah. Bu, Meira berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum." Pamit Meira kepada orang tuanya.

"Hati-hati nak. Wa'alaikumsalam" jawab ibu Meira.

Meira melajukan motornya menuju tempat kerja. Jalanan sedikit macet membuat dirinya takut akan telat untuk bekerja. Hanya beberapa menit lagi restoran akan segera di buka. Sebelum restoran di buka Meira seharusnya sudah di tempat.

Saat kendaraan mulai berjalan meskipun lambat. Meira segera menyempil ke beberapa mobil yang menghalangi jalannya. Dan akhirnya Meira sampai pada tujuan. Meskipun telat beberapa menit. Tapi dia bersyukur belum ada orang yang datang.

"Assalamu'alaikum, afwan telat Mas, Mbak." Sapa Meira terengah-engah karena tergesa-gesa.

"Wa'alaikumsalam Mei, iya tidak apa-apa. Sekarang kamu ganti baju dan lakukan pekerjaanmu." ucap Jihan alias manajer restoran di tempat kerja Meira.

~~~~

Nada dering ponsel Fatah bergetar. Aktivitas diam dia terganggu karena ponsel yang tergeletak di mejanya. Dia bangkit dari sofa yang sejak tadi dia tiduri. Fatah membuka ponselnya dan ada beberapa pesan yang belum dia baca.

Alis Fatah terangkat sebelah. Abangnya Fadil mengajak dirinya untuk bertemu. Tumben sekali Fadil mengajak Fatah untuk bertemu di saat masih ada waktu bekerja. Biasanya Fadil tidak mau buang-buang waktu untuk bertemu di saat bekerja.

Fatahpun mengenakan jas kerjanya yang tadi dia lepaskan karena gerah. Akhirnya dia mengambil ponselnya dan berjalan menuju keluar ruangan.

Fatah menjawab beberapa karyawan yang menyapanya saat menuju keluar gedung.

Akhirnya, dia sampai di restoran yang sudah diberitahu Fadil. Dia membuka pintu restoran itu dan matanya menelusuri setiap ruangan untuk mencari abangnya.

Terlihat abangnya duduk di sudut ruangan. Entah mengapa abangnya memilih tempat duduk paling jauh dari pintu keluar.

"Assalamu'alaikum. Afwan bang, macet." Fatah mulai duduk di kursinya.

"Wa'alaikumsalam. Tidak apa-apa Fatah. Pilih-pilih dulu makanannya." jawab Fadil memberikan buku menu restoran.

Sebenarnya Fatah tidak lapar. Akan tetapi dirinya tidak enak karena bersama abangnya dia tidak mau mengecewakan Fadil.

"Jadi mau pesan apa?" tanya Fadil tanpa menatap Fatah.

"Jus jeruk saja"

Fadil memanggil waiters berkerudung hitam yang membelakangi mereka berdua. Tampaknya mereka belum menyadari sesuatu .

"Iya, ada yang bisa saya bantu?" tanya waiters tersebut memegang catatan kecil.

"Saya pesan jus jer-"

"Ada apa Fat?"
Keduanya terkejut melihat siapa waiters yang ada di hadapan mereka.

"Meira" kata Fadil.

Sedangkan Fatah masih diam memandang Meira yang sedikit kebingungan. Dilihat tangan Meira bergetar. Buku yang di pegang Meira seperti akan terjatuh.

"Saya pesan jus jeruk" timpal Fatah,
Meira mengangguk, kemudian melangkah meninggalkan mereka berdua

"Itu tadi Meira?" tanya Fadil lagi.

"Iya"

"Kenapa biasa aja Fat?"

"Menurut abang, Fatah harus bagaimana?"

"Ya, tanya dong kabarnya, udah 2 tahun lo Fat"

"Keliatannya juga baik-baik saja. Lagian dia sudah punya calon" tutur Fatah tanpa menghiraukan mimik wajah Fadil sudah berubah.

"Loh, siapa emangnya?" tanya Fadil ingin tahu.

Fatah menghela napas pelan. Menatap abangnya lekat-lekat.

"Bang, itu urusan orang lain. Kita ga berhak tau"

"Oke-oke. Sepertinya suasana hati kamu tidak baik"

Fatah hanya diam saja. Dia membuka ponselnya sambil menunggu pesanannya.

Sebenarnya pertemuan dirinya dengan Meira selalu tidak terduga. Membuat jantungnya selalu berdegup kencang.

Seorang waiters lain menghampiri mereka dengan membawa nampan minuman yang ternyata jus jeruk yang Fatah pesan. Raut wajah Fatah berubah ketika yang mengantarkan minumannya bukan Meira.

"Ini Mas, pesanan yang Mas inginkan" ucap waiters itu sambil meletakkan minuman di meja.

"Mbak, tau gadis berkerudung merah syar'i yang bekerja di sini?" tanya Fadil membuat Fatah menatap abangnya tak percaya.

"Oh, Meira ya" Fadil hanya mengangguk.

"Dia sudah pulang Mas" tambahnya.

"Kenapa Pulang?" Fadil terus saja bertanya membuat Fatah geram.

"Dia bekerja shift mas."

"Oh iya. Mmm, terimakasih ya mbak"

Mbak waiters itu mengangguk, kemudian melangkah meninggalkan mereka berdua. Fatah hanya diam saja dengan memainkan ponselnya. Sedangkan Fadil memandang Fatah yang memainkan ponselnya itu.

"Fat, lebih baik kamu kejar Meira" ucap Fadil tiba-tiba.

"Buat apa?" tanya Fatah mengangkat sebelah alisnya.

"Buat bisa berbicaralah"

"Ga ada lagi yang harus dibicarakan bang. Saya sama dia ga ada urusan apa-apa"

"Kamu yakin Fat?" tanya Fadil menyakinkan.

"Iya bang"

"Oke, kalau memang seperti itu"
Fatah kembali memainkan ponselnya.

"Dalam hidup itu ga boleh ada kata menyerah Fat. Kalau kamu menyerah karena suatu alasan yang belum terbukti. Lebih baik kamu terus berjuang untuk melangkah lagi" ujar Fadil tersenyum tipis kepada Fatah.

MengenggamMu Dalam Ketaatan [TAHAP REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang