Dan benar saja, Sana benar-benar dibuat kewalahan mencari anak-anaknya. Sungguh ia ingin menangis dan berteriak saja. Tapi, YaTuhan! Itu tak akan membantu sama sekali."Permisi, bisa aku bertanya?"
Seorang yang diyakini satpam disana mengangguk sopan. "Ya, ada yang bisa saya bantu Nona?"
Sana mengangguk cemas. "Begini, apa kau melihat dua anak kecil yang bermain dihalaman itu? Anak kembar... Ya, anak kembar"
Satpam itu terlihat memiringkan kepalanya berpikir lalu menggaruk belakang kepalanya. "Maaf Nona, saya tak begitu melihat. Apakah itu anak Nona?"
Sana mengangguk cepat. "Ya. Itu anak saya".
"Nona bisa bertanya pada penjaga halaman disana, siapa tahu dia mengetahuinya" ujarnya sopan.
"Baiklah terimakasih". Dan secepat kilat Sana berlari menghampiri penjaga halaman yang terlihat sedang memungut sampah yang ada didekat situ.
"Permisi"
Lelaki yang terlihat paruh baya itu menegakkan badannya dan berbalik pada sumber suara. "Ya?"
"Bisa saya bertanya, Pak?" Tanya Sana sopan walaupun kentara sekali bahwa ia sedang khawatir.
Lelaki itu mengangguk. "Tentu. Ada yang bisa saya bantu Nona?"
"Anakku hilang"
Lelaki itu sedikit terkejut menatap Sana. "Tadi mereka bermain disini saat aku masuk untuk mengantar pesanan" ujar Sana.
"Bisa kau sebutkan ciri-cirinya? Kebetulan aku sejak 3 jam lalu disini"
Sana terlihat berpikir. "Ya tentu. Mereka kembar. Um..." Sana terlihat berpikir. Demi Tuhan ia hanya memikirkan anaknya.
"Lalu?"
Sana meneguk ludahnya sendiri. "Berumur lima tahun. Yang satu memakai kaos putih bergambar Iron Man. Dan yang satunya lagi memakai kaos merah bergambar Captain Amerika" jelas Sana mengingat anaknya.
Lelaki itu terlihat berpikir sejenak. "Ah! Ya saya melihatnya"
Sana menegakkan bahunya. "Benarkah? Dimana mereka?"
"Mereka dibawa oleh Presdir"
Sana mengerutkan dahinya. "Presdir?" Ulangnya.
Lelaki itu mengangguk. "Ya Presdir. Pemilik resort ini, Nona" jelasnya yang membuat Sana membelalak tak percaya. Untuk apa pemilik resort ini membawa anaknya? Oh! Bagaimana caranya ia mengambil anak-anaknya.
"Tadi saya melihat Presdir bermain dengan mereka dan memakan eskrim bersama. Lalu tiba-tiba saja satu dari kedua anak tersebut menangis dan Presdir langsung membawanya masuk kedalam resort"
Sana menghela gusar. "Lalu, bagaimana aku menemuinya?" Gumamnya yang masih bisa terdengar oleh lelaki paruh baya itu.
"Nona bisa datang ke receptions. Lalu bilang bahwa Nona adalah Ibu dari anak yang dibawa oleh Presdir. Aku yakin Presdir akan mengijinkan Nona untuk datang ke ruangannya untuk mengambil anak-anak Nona". Ujar nya dengan seulas senyum yang mengembang di wajahnya.
Sana mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Terimakasih ya Pak. Kalau begitu saya permisi" ujarnya dan pergi sesudah diangguki oleh lelaki paruh baya itu.
*****
"Baiklah. Senang bekerjasama dengan anda, Mr. Xilington. Investasi mu sangat berguna sekali. Sekali lagi terimakasih" Seungcheol menjabat tangan Mr. Xilington, sang investor dengan sopan.
Mereka baru saja selesai tanda tangan kontrak. Membangun kerja sama yang akan menghasilkan proyek besar.
Mr. Xilington tersenyum. "Me too. Semoga proyek nya berjalan lancar, Mr. Choi" balasnya menjabat tangan Seungchoel.
Seungcheol mengangguk. "Tentu. Kalau begitu, bisa saya pamit? Maaf sekali, saya sedang dikejar waktu. Maaf jika tak sopan" ujarnya dengan sedikit sesal.
Mr. Xilington tergelak. "Tentu saja. Tak masalah. Silahkan. Gunakan waktumu, dan juga terimakasih untuk pelayanan resort nya. Sangat luar biasa"
"Tentu saja. Kalau begitu sampai jumpa di rapat selanjutnya, Mr. Xilington. Enjoy your time" ucapnya dan pergi dari situ setelah mendapatkan ijin nya.
Berjalan cepat menuju lift untuk mencapai ruang kerjanya yang berada dilantai paling atas. Lantai 20.
Ting.
Keluar terburu dari pintu lift dan bergegas masuk kedalam ruangannya.
Ceklek.
"Oh! Seungcheol!"
"Paman!"
Jun mendelik. "Abaikan Seunghyun. Kenapa Seunghoon tidak sopan sekali? Dia memanggilku dengan nama tanpa embel-embel" seru Jun mendelik kearah Seunghoon yang sedang bermain dengan ponsel pemberian Seungcheol.
Seungchoel menutup pintu ruangannya dan mendekati mereka. "Kalian lapar tidak? Ingin makan apa?" Tanya Seungchoel yang mengabaikan gerutuan Jun.
Jun mendengus tak suka lalu menjatuhkan bokongnya disofa samping yang duduki Seunghoon.
Seunghyun mengangguk. "Tentu. Aku ingin pizza keju"
Seungcheol tersenyum dan mengangguk. "Tentu. Kau ingin apa Hoon?"
Seunghoon menoleh. "Terserah. Aku memakan semuanya kecuali lemon" ujarnya cuek.
Seungcheol mengerutkan keningnya. Seunghoon sama sekali dengan Seungcheol. Banyak persamaan pada keduanya. Dimulainya dari sikap acuh tak acuh nya pada orang lain. Ketidaksukaan pada buah lemon. Lalu-
"Seungcheol..." Jun memanggil membuatnya menoleh. "Tidakkah kau merasa mirip dengan Seunghoon?"
"Apa? Mirip dengan..." Seungcheol menatap Seunghoon tak percaya. "Sangat berbeda sekali. Aku ini---"
Jun menggeleng, "Bukan. Sikap mu mirip dengan Seunghoon. Fisikmu baru lebih mirip dengan Seunghyun. Lihat Seunghyun baik-baik" potong Jun cepat.
Seungcheol menurut dengan menelisik wajah Seunghyun dengan baik.
Ah benar. Matanya. Bulu matanya. Bibirnya. Hidungnya. Bahkan senyum nya juga terlihat Seungcheol sekali.
"Mereka bukan anakmu, kan?" Tanya Jun hati-hati.
Seungcheol menggeleng. "Kecuali... Jika mereka berasal dari rahim Sana" ujar Seungcheol pelan.
Ceklek.
Jun dan Seungcheol sontak menoleh menatap sekretaris yang tiba-tiba masuk.
Sekretaris itu membungkuk sopan. "Maaf mengganggu, Presdir. Tadi saya sudah lima menit mengetuk pintu dan tak ada jawaban" jelasnya.
"Ada apa?" Tanya Jun.
"Ada yang mencari Presdir. Dia bilang Ibu dari anak kembar yang dibawa Presdir. Park Seunghoon dan Park Seunghyun" ucapnya.
Jun dan Seungcheol lantas berpandangan dan membelalak.
"MWO?! PARK?!"
⬜⬜⬜
TBC
JANGAN LUPA VOTE YA PLISEU :)
KAMU SEDANG MEMBACA
The CEO And Me✓
Fanfiction-Me Series- [ Book Series #01 ] Tentang Choi Seungcheol yang melepaskan cintanya yang berujung membuatnya kehilangan separuh hidupnya. "Maafkan aku" "Menikahlah denganku" "Aku mencintaimu" "Aku mempercayai mu dengan seluruh yang kupunya" Apa yang a...