5 tahun kemudian...Jeju-Korea Selatan.
"Astaga, Seunghyun! Berhenti disitu nak. Kau bisa jatuh!" Teriak seorang wanita yang kini sedang mengawasi anak kecil yang berumur 3 tahun berlarian di pinggir pantai dengan kaki telanjangnya.
Anak kecil yang dipanggil Seunghyun hanya terkikik dan memandang sang Mommy sekilas.
"Biarkan saja dia, Mom" ujar laki-laki seusia Seunghyun yang kini sedang duduk disamping sang Mommy. "Nanti juga dia akan kembali jika sudah lelah" lanjutnya tanpa menatap sang Mommy dan fokus pada ponsel yang ada digenggaman nya.
Wanita itu mendengus pelan. Dua anaknya ini sangat bertolak belakang sekali. "Kau ini, selalu saja begitu. Bagaimana jika adikmu terluka, hm? Apa kau tak sedih, Seunghoon?" Tanya lembut.
Seunghoon menggerutu dan berdiri dari duduknya memberikan ponsel yang ia pegang kepada sang Mommy berjalan menghampiri sang adik. Seunghyun.
"Yak. Park Seunghyun. Kemari kau"
Merasa terpanggil, Seunghyun menoleh dan mengerutkan keningnya menatap sang Kakak. Seunghoon.
"Berhenti main air, anak nakal" ujarnya mendekat pada sang adik.
Seunghyun menatap sang Kakak jengkel. "Berisik sekali mulutmu, Seunghoon. Mommy saja tidak berisik seperti-"
"Panggil aku hyung. Aku ini Kakak mu bodoh". Potong Seunghoon cepat. Seunghyun ini nakal sekali. Ia tidak mau memanggil Seunghoon dengan embel-embel Kak atau Hyung. Dasar kurang ajar kau bocah.
Yang dinasehati hanya mendecakan lidahnya. "Tidak mau. Kita bahkan seumuran. Aku tak mau". Tolaknya mentah-mentah.
Seunghoon yang memang tidak terlalu memikirkan hanya menghela nafasnya. "Jika begitu, mari pulang. Kasihan Mommy. Lihat itu". Tunjuk Seunghoon kepada sang Mommy yang sedang memandangi mereka dengan peluh keringat dari pelipisnya.
Ya memang, cuaca cukup panas. Jadi ya, wajar saja jika melihat wajah Mommy nya yang sedikit memerah dan basah karena air keringat.
Seunghyun sebenarnya masih ingin main. Tapi, melihat wajah letih sang Mommy membuatnya mau tak mau mengangguk pada Seunghoon.
"Hey boy. Jangan khawatir. Kita bisa kesini lagi lain kali. Tak perlu bersedih". Ujar Seunghoon pada sang adik.
Seunghyun mengangguk. "Okay. Ayo pulang, Hoon"
"Anak Mommy sudah selesai main airnya?" Tanya sang Mommy saat melihat kedua anaknya itu berjalan menghampirinya.
Mereka kompak mengangguk.
"Ayo pulang. Badanku sudah lengket, Mom". Keluh Seunghoon.
"Badanku juga. Bau keringat. Tidak nyaman sekali". Seunghyun yang mengeluh dengan melihat badannya lewat kerah bajunya yang ia tarik sedikit kedepan.
Ia hanya terkikik melihat kedua anaknya. Sangat-sangat cinta kebersihan sekali. Pikirnya begitu.
"Baiklah. Ayo pulang, anak-anak Mommy" ujarnya dan menuntun mereka berdua tangan kanan dan kirinya.
*****
Lelaki dengan balutan pakaian kantor sedang menatap orang yang kini mempresentasikan laporan perkembangan cabang perusahaan nya.
Aura dingin dan angkuh tak lepas dari wajahnya. Rahang yang tegas. Pandangan yang tajam seolah menusuk. Benar-benar seperti bukan dirinya.
"Jadi, investor dari Spanyol itu ingin bertemu langsung denganku?" Tanyanya. Sang moderator mengangguk.
Ia terlihat memijit pelipisnya pelan. Baru saja kemarin ia kembali dari Singapore. Dan sekarang harus ke luar negeri lagi?
"Baiklah. Siapkan saja penerbangan ku". Ujarnya yang diangguki. "Ah, ya. Untuk divisi keuangan aku mau kau mengirim data lengkap untuk bulan ini. Lengkap. Tanpa tersisa". Ujarnya tegas.
Semua hanya mengangguk patuh mengiyakan sang atasan.
"Baiklah. Pertemuan nya cukup sampai disini. Sampai jumpa di rapat selanjutnya" ujarnya dan berlalu pergi begitu saja diikuti sang sekretaris sekaligus orang kepercayaan nya dibelakangnya.
Memasuki ruangannya dan duduk dimeja kebesarannya. Menghela nafas kasar dan beralih menatap sang sekretaris yang masih diam menunggu perintah darinya.
"Apa aku masih ada jadwal?" Tanya setelah hening beberapa saat.
Sekretaris mendongak dan menggeleng pelan. "Tidak ada. Jadwalmu sudah beres"
"Baiklah. Kalau begitu kau boleh pulang" ujarnya dan mulai membuka laptopnya.
Sang sekretaris tersentak, "E-eh? Ta-tapi?-"
"Pulanglah. Kau bisa libur hari ini. Aku juga sedang tidak mau diganggu" ujarnya dingin.
Sekretaris itu menghembuskan nafasnya lelah. "Baiklah. Saya pamit undur diri, Sajangnim". Ujarnya dan berbalik. Saat tangannya sudah menebak knop pintu ia kembali berbalik dan berbicara.
"Dengar aku. Aku berkata seperti ini sebagai sahabatmu. Bukan sekretaris mu, Choi!"
Lelaki yang sedang menatap laptopnya teralih saat sang sekretaris membuka suaranya. Mengerutkan dahinya memandang sang sekretaris bingung.
"Jangan paksakan dirimu. Aku tahu ini tak mudah. Tapi, tolong pikirkan dirimu juga. Jika kau sakit, kau tak akan menemukannya, Seungcheol" ujarnya dan pergi dari ruangan itu.
Lelaki itu-Choi Seungcheol, hanya diam tak bergeming. Sang sekretaris-Wen Jun Hui, yang merangkap sebagai sahabat nya itu memang benar adanya.
Selama 5 tahun lebih Seungcheol mencari sang kasih. Tapi, hasilnya tetap sama. Ia tidak menemukan sang pujaan hatinya.
Mendesah pelan. Ia menempelkan punggungnya dikursi kebesarannya, mengusap wajahnya gusar. Meratapi kemalangan kisah percintaan nya.
"Dimana kau, Park Sana?" Lirihnya yang dibarengi oleh air matanya yang turun saat melihat kaca besar yang memperlihatkan jalanan padat kota Seoul.
"Aku merindukanmu". Lagi. Ia melirih hingga tangisannya pecah diruangan kedap suaranya itu. Seorang diri.
Lukanya... Masih belum pulih.
Mungkin... Tidak akan pernah pulih.
Sebelum sang pujaan hatinya kembali ditemukan.
⬜⬜⬜
Tbc
-JANGAN LUPA VOTE YA-

KAMU SEDANG MEMBACA
The CEO And Me✓
Fanfiction-Me Series- [ Book Series #01 ] Tentang Choi Seungcheol yang melepaskan cintanya yang berujung membuatnya kehilangan separuh hidupnya. "Maafkan aku" "Menikahlah denganku" "Aku mencintaimu" "Aku mempercayai mu dengan seluruh yang kupunya" Apa yang a...