-10-

347 36 0
                                    

"Dia baik-baik saja. Hanya kelelahan yang berlebihan. Untung kau cepat membawanya kesini. Kalau tidak- Tunggu!"

Seulgi menjeda pembicaraannya dengan lelaki yang ada didepannya ini yang hanya menatap prihatin pada gadis yang sedang terbaring diatas kasur rumah sakit dengan selang jarum infus yang menancap ditangan mungilnya.

"Kau mengenal Sana?" Tanyanya tak percaya.

Seungcheol mengerutkan dahinya lalu mengangguk. "Kau! Kau juga mengenal Sana?" Tanya Seungchoel.

"Tentu saja-"

"Bagaimana bisa?"

Seulgi mendengus halus. "Dia calon istri temanku. Yoon Jeonghan. Dokter Bedah Umum"

Seungcheol membelalak.

"MWO?!"

*****

Jeonghan dengan berlarian menuju bangsal kandungan. Ia memasuki ruangan dengan nafas terengah-engah dan membuka pintunya dengan cepat mendapati wanita cantik sedang tertidur pulas diatas kasur.

Ia mendesah lega. Merogoh saku jas dokternya dan menelpon Seulgi.

"Ada apa lagi?"

"Bisa keruangan Sana? Aku ingin mengobrol"

"Ya. Tunggu 5 menit lagi aku sampai"

Jeonghan hanya berdehem dan memutuskan panggilan tersebut.

Ia menarik kursi yang tersedia disana sedikit lebih dekat dengan ranjang yang ditiduri Sana dan menggenggam tangan Sana yang tak tertancap selang jarum infus.

Menempelkan tangan Sana yang ia genggam dikeningnya dan terus bergumam meminta maaf.

"Maafkan aku. Maaf karena membiarkan mu seperti ini" ujar Jeonghan lirih.

"Dokter Yoon?"

Jeonghan berdiri dan membalikan badannya mendapati Seulgi baru saja masuk keruangan rawat inap Sana.

"Seul, bagaimana keadaannya?" Tanya Jeonghan. Jelas sekali bagaimana Jeonghan mengkhawatirkan nya. Lihatlah wajahnya yang memerah. Peluh keringat yang ada di pelipisnya. Nafasnya yang masih terengah-engah juga matanya yang merah.

Menahan tangis ya?

Seulgi menghela, "Dia baik-baik saja. Hanya kelelahan. Mungkin, lebih baik untuk dirawat disini dahulu selama dua hari. Agar cepat membaik"

Jeonghan mendesah lega mendengar penuturan Seulgi. "Terimakasih, Seul. Aku berhutang banyak padamu" ujar Jeonghan lembut.

Seulgi hanya mengangguk.

"Jeonghan?". Jeonghan menoleh dan menatap Seulgi. Seulgi sedang memanggil Jeonghan dengan nama belakangnya. Bukan dengan 'Dokter Yoon' yang berarti ia memanggilnya sebagai teman.

"Kau... Bagaimana hubunganmu dengan Sana?" Tanya Seulgi hati-hati.

Jeonghan mengernyit. Mencerna kata-kata Seulgi lalu tersenyum beberapa saat. "Hubungan kami baik-baik saja..."

"...Tidak ada yang spesial" lanjutnya dengan masih tersenyum.

Seulgi mendesah lega dan tersenyum mengangguk mendengar jawaban Jeonghan.

"Tapi aku menyukainya. Aku ingin dia menjadi milikku. Aku ingin menghabiskan waktu hidupku bersama wanita paling luar biasa yang pernah aku kenal"

Seulgi diam. Suaranya tercekat. Ia masih memikirkan bagaimana memberitahu Seungchoel, adiknya. Atau memberitahu Jeonghan, teman kerjanya.

"Dia, Park Sana. Gadis paling luar biasa yang pernah aku temui" lanjut Jeonghan menatap Sana yang masih tertidur.

*****

Sana benar-benar merasa mati rasa. Lemas. Itu yang dirasakannya. Entah ada apa dengan tubuhnya sampai bisa ambruk seperti itu.

Kini Sana benar-benar membuka matanya dengan jelas. Dinding langit putih dan bau-bau obat-obatan menyengat kedalam hidungnya.

Prediksinya tak salah. Ia sedang ada dirumah sakit melihat tangan kirinya yang tertancap jarum infus menjawab kebingungan nya.

Suara pintu terbuka membuatnya menoleh siapa yang datang kekamar rawat inap nya.

"Huh, sudah bangun? Bagaimana perasaan mu?" Gadis cantik dengan mata yang indah menyapanya yang berpakaian kemeja putih dan juga celana bahan hitam juga dilapisi jas dokter miliknya.

Sana benar-benar lemas sampai akhirnya hanya bisa mengangguk menjawab pertanyaan sang dokter.

"Pasti masih lemas ya?" Tanyanya seraya mengecek keadaan Sana.

Sana mengangguk lagi. "Dok, bagaimana keadaan anakku?" Tanya Sana lirih. Tenggorokan nya sakit. Kering.

"Minumlah dulu". Seulgi membantu Sana agar duduk dengan menyenderkan punggungnya dibantal yang diberdirikan.

"Terimakasih" ucapnya saat Seulgi memberikan satu gelas air mineral.

Seulgi mengangguk. "Keadaanmu dan bayimu baik-baik saja. Kau hanya terlalu lelah dan banyak pikiran. Lain kali jangan terlalu stress, Sana. Ingat, kau punya nyawa lain didalam tubuhmu yang harus kau jaga juga". Seulgi menasihatinya dengan panjang lebar.

Sana tersenyum. "Terimakasih, Dokter Seulgi. Akan aku ingat nasihatmu" ujarnya.

Seulgi terkekeh dan mengangguk.

"Kau butuh sesuatu?"

Sana menggeleng. Jauh di lubuk hatinya ia membutuhkannya. Entah ada apa, tapi kali ini ia membutuhkan... Seungcheol.

Laki-laki yang masih menghiasi hatinya juga mengacaukan pikirannya. Bodoh! Teramat bodoh. Kenapa dia masih mencintai Seungcheol yang sudah meremukkan hatinya sampai tak tersisa?

Gampang saja jawabannya. Karena hanya Seungcheol yang bisa membuatnya menangis hingga bahagia. Karena hanya Seungcheol yang bisa membuatnya bahagia sampai menangis.

Lebih singkatnya. Hanya Seungcheol yang bisa menyakitinya dan menyembuhkan nya kembali. Hanya Seungcheol yang bisa membuatnya bahagia dan sedetik kemudian membuatnya jatuh ke dasar jurang.

Tak ada alasan untuk menolak pesonanya. Tapi, kini rasanya ia harus bangun dari atensi gila nya itu. Ada nyawa yang hidup di dalam tubuh nya. Ia harus mati-matian menahan sesak di dadanya jika harus mengingat bahwa ia berdiri sendiri.

Garis bawahi.

Sendiri.

Sana itu sudah seperti remukan yang tak berbentuk bagaimana sebentuk nya. Dia benar-benar tak lebih dari sampah dan kotoran.

Miris.

Benar-benar miris.

⬜⬜⬜

Tbc

-jangan lupa vote dulu ya.

The CEO And Me✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang