[10] First Date

344 39 1
                                    

Bahkan aku dengan sengaja memperlama perjalananku menuju mall XX. Namun hal tersebut malah mempersialku dikarenakan aku sempat terkena rintik hujan. Aku pun mendapatkan deringan telepon yang pastinya dari Darevan namun sengaja nggak kuangkat karena aku menyibukkan diri dengan bagaimana caranya mengeringkan titik-titik hujan yang tercetak pada seragamku, karena aku tidak menggunakan jaket.

Karena Darevan bacot banget, akhirnya aku mengangkat panggilannya dengan perasaan kesal.

"Iya, sabar! Ini udah di mall, tapi lagi di toilet!"

"..." Darevan menghela napas. "Baguslah, gue kira lo kenapa-napa di jalan." Jawabannya tersebut membuatku merasa jahat tingkat dewa. "Masih lama? Lagi beser?"

"Bukan, ish!" Aku bingung ingin mengatakan apa. Masa aku harus bilang kalau dalamanku kelihatan? Kesannya murahan banget. "Gue sempet keujanan, agak basah dikit, lagi mau dikeringin."

"Di toilet lantai berapa?"

"Lantai dasar."

"Oke gue ke sana."

"HAH?"

Tanpa mematikan sambungan telepon, aku mendengar suara berisik dari seberang. Sepertinya Darevan berlari, tapi aku nggak tahu juga. Aku sendiri bingung harus melakukan apa, karena aku juga nggak tahu bagaimana cara membuat seragam ini kering dalam waktu sekejap.

"Halo? H-hah... Ndut."

Aku kembali mendekatkan ponselku ke telinga. "Kenapa?"

"Khe depan bhentar, keluar." Terdengar tarikan napas yang cepat dari Darevan.

"Ngapain?!"

"Pakai hoodie gue, kelamaan kalau nunggu kering."

Aku sempat ragu, namun benar juga. Nggak akan kelar-kelar nunggu ini kering. Pada akhirnya, aku memutuskan sambungan telepon dan keluar dari toilet. Aku hanya menongolkan kepalaku saja, kemudian melihat Darevan yang sudah menenteng hoodie merahnya tersebut.

"Nih."

Tanpa berkata, aku mengambil hoodie-nya tersebut dan kembali masuk ke dalam. Dan lagi, aku sempat ragu untuk memakainya. Kalau dilihat, lucu sekali keadaanku sekarang. Aku yang mungkin sampai saat ini masih menyimpan benci padanya, justru saat ini tengah menggunakan hoodie yang selalu ia pakai ke sekolah, yang mungkin merupakan salah satu hoodie kesayangannya.

Aku langsung menepis pikiranku dengan menggunakan hoodie tersebut. Setelah itu, aku membereskan sedikit poniku yang agak berantakan, lalu aku keluar dari toilet.

"Udah?" tanya Darevan, aku hanya mengangguk. "Ayo."

[***]

Entah mengapa aku merasa bahwa Darevan lebih diam kali ini. Dia memang tidak menyibukkan diri dengan ponselnya. Hanya saja kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana, sedangkan pandangannya entah ke mana, ke mana-mana maksudku. Tidak kosong juga, tapi nggak tahu tujuannya ke mana.

Dia yang diam, aku yang bingung. Memangnya aku harus apa? Menghiburnya? Aku saja nggak tahu dia kenapa.

"Dar?"

"Hm?"

Darevan langsung menoleh ke arahku sambil tersenyum tipis.

"Masih idup?"

"Ng?"

"Diem terus daritadi. Baterainya abis?"

Cowok itu malah tertawa. "Kesepian yaaaaa?"

Ndut.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang