Chapter four

7.6K 808 35
                                    

At incheon internasional airport.

Sambil menunggu penerbangan mereka diberitahukan, jennie memutuskan memasang earphone dikedua kupingnya lalu memutar musik acak hanya agar menemani kebosanannya saat menunggu. Karena sepertinya penerbangan mereka sedikit tertunda, sehubungan dengan cuaca yang kurang bersahabat.

Sebentar lagi korea akan memasuki musim dingin, sehingga cuaca selalu saja ekstrim. Tak heran angin berhembus sangat kencang dan awan hitam pun menunjukkan tanda2 akan turun hujan yang sangat deras.

Jika saja tak memakai mantel yang tebal pasti akan mengalami kedinginan yang hebat... Itulah mengapa saat ini jisoo terlihat benar2 mengeratkan mantel hitamnya untuk melindungi tubuhnya. Rambut hitamnya yang lurus ia tutupi dengan sebuah topi rajut.

Giginya bergetar dan bibirnya pucat. Apakah dia akan mengalami hipotermia saat ini juga? Tapi yang membuat heran hanya jisoo yang menunjukkan tampilan itu, tidak dengan jennie. Bahkan gadis bermata kucing sejak tadi tak terusik saat mendengarkan setiap lagu yang ia mainkan.

Apakah ada hal lain yang membaur perasaan jisoo saat ini sehingga kondisinya memprihatinkan?

Kata memprihatinkan sepertinya sangat cocok untuk menjelaskan keadaan jisoo saat ini... Sungguh.

Wajahnya pucat, sangat pucat.

Gigi bergetar, bibir kering.. Dan raut wajah yang sangat memudar.

Rupanya diam2 jennie juga memperhatikan kondisi dan tingkah jisoo sejak tadi. Awalnya ia hanya tak perduli, tapi karena penasaran ia memutuskan untuk bertanya saat jisoo tetap mondar mandir tak karuan didepannya.

"Apakah kau tidak bisa hanya duduk diam tanpa menggangguku? " tanya jennie sedikit mengeraskan nada suaranya.

Jisoo tiba2 menghentikan langkahnya dan menghadap gadis yang menegurnya..

"Aku tidak mengganggumu. bahkan aku tidak mengajakmu berbicara." sahut jisoo membela diri.

"Tapi kau mondar mandir didepanku, tentu saja itu menggangguku. Lagipula kenapa kau tak bisa diam saja dan duduk disini."

Jennie sedikit kesal dan mendengus, 

"Mian.. Aa.. Ku tidak akan berdiri didepanmu lagi. Aku akan berdiri disana. " jisoo menunjuk sisi bagian yang lumayan jauh dari tempat duduk jennie, kemudian berlalu pergi dan melanjutkan apa yang sempat terhenti. Ia tampak memikirkan sesuatu.

jennie mengerutkan keningnya, "kau masih akan terus berdiri sampai giliran penerbangan kita nanti , dan yang seperti yang kita ketahui entah berapa lama lagi kita akan menunggu." jennie bertanya tak percaya, jisoo semakin aneh menurutnya.

"Kenapa itu jadi masalah? Aku tidak lelah. " jisoo menampilkan ekspresi santai untuk menutupi kegugupannya, ia tak ingin jennie melihatnya. 

Yah jisoo sangat gugup. Bahkan bisa dikatakan ia akan mengalami serangan panik sebentar lagi.

Jisoo panik saat memikirkan berada didalam pesawat nanti, ia sangat frustasi hanya saja ia tak ingin jennie bahkan orang lain tahu. disamping ini kali pertama ia akan menaiki kendaraan bersayap itu tapi hal yang paling penting adalah ia sangat membenci jika harus berurusan dengan pesawat terbang.

Ia akan teringat akan mendiang ayahnya.

Ayahnya adalah seorang pilot muda yang mengalami kecelakaan 2 tahun silam.

Jisoo akhirnya memutuskan untuk duduk saat perasaan itu muncul. Perasaan terpukul saat teringat gambaran dimana saat kecelakaan pesawat yang telah merenggut ratusan jiwa mengisi kepalanya. Dan yang paling membuatnya seakan tak bisa bernapas dimana  jenazah ayahnya tak bisa ditemukan setelah kecelakaan itu terjadi.

The Wedding Partner [Jensoo] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang