It's starting

1.3K 121 25
                                    

'Aku tak pernah berpikir akan melihat seseorang semarah itu dengan tatapannya yang dingin dan juga menusuk'

Soeun masih terpaku menatap Junho yang masih berdiri di pintu kamar rawatnya. Pria itu mengenakan jas yang masih nampak rapi namun dasi menghilang dan beberapa kancing atas pun terbuka. Sepatu hitamnya yang mengkilap membuat siapapun cukup tahu betapa terkenalnya brand sepatu yang dikenakan oleh Junho. Belum lagi jam rolex-nya yang harganya sepadan dengan lima buku limited edition penulis terkenal milik Soeun. Namun, ekspresi Junho saat ini lebih menarik dibandingkan dengan penampilannya. Tatapan matanya dingin dan menusuk. Rahangnya nampak kaku. Tiap pori tubuhnya seakan mengeluarkan aura kemarahan. Kemarahan yang terpusat pada Soeun.

"Junho... a...aku... aku sempat memintanya untuk tidak mengemudi... t-tapi Hana tidak mengindahkanku.... dia tidak membiarkan aku saja yang... mengemudi. Aku sempat mencegahnya. Ku mohon kau harus percaya padaku... semuanya terlalu terlambat ketika kami.... truk itu ada di sana.... kami... aku... tidak bisa melakukan apapun lagi" ucap Soeun dengan terbata-bata.

Jelas menceritakan lagi hal itu cukup membuat kenangan yang membuat dirinya trauma kembali terngiang di benaknya. Soeun berusaha mengendalikan tubuhnya yang bergetar. Sungguh suatu kesuksesan, Soeun bisa menyelesaikan semua perkatannya. Meski dengan terbata-bata namun tetap jelas. Akan tetapi, siapapun yang memperhatikan dengan seksama maka akan melihat bahwa Soeun saat ini sangat rapuh dan dalam kondisi yang tidak baik secara fisik dan emosional. Tapi, apakah Junho mampu melihat semua itu?

"Kau berharap aku percaya bahwa kau tidak bersalah dalam kejadian itu? Kau ingin aku percaya bahwa bukan kau yang mengemudi? Aku tahu bahwa kau sangat mabuk malam itu. Terlalu mabuk hingga tak mampu mengemudikan mobil itu dengan baik" ucap Junho masih.

Pria itu mungkin tidak meninggikan suaranya. Namun kemarahan sangat kentara. Dan sesuatu dalam nada bicara dan perkataan Junho membuat Soeun mengerutkan dahinya.

'Junho sama saja dengan ayah. Dia mempunyai pikiran bahwa akulah yang bertanggung jawab atas kecelakaan itu' pikir Soeun.

Soeun pun perlahan mulai merasa dadanya memanas. Kemarahan menyelimutinya. Tanpa Soeun sadari, tangannya mencengkeram selimut yang tadi menyelimuti tubuhnya. Soeun pun mengalihkan tatapan matanya dari Junho yang masih berdiri di pintu kamar rawatnya. Soeun lebih memilih menatap pada selimut rumah sakit.

'Lagi dan lagi, huh? Sudah berapa kali dalam tiga tahun ini aku menjadi kambing hitam? Menjadi orang yang disalahkan untuk semua hal yang tak pernah aku lakukan? Aku bahkan hampir lupa berapa kali aku harus menutupi kesalahan yang dilakukan Hana?Dan bahkan hingga saat ini aku pun yang disalahkan untuk kesalahan yang tidak aku perbuat' ratap Soeun dalam hati.

Tiba-tiba Soeun pun tertawa.

Namun bukan tawa bahagia atau tawa karena sesuatu yang lucu. Melainkan tawa miris.

'Ada apa dengan semua ketidakadilan ini? Wait... hidup memang tidak adil untukku' lanjut Soeun dalam hati.

Soeun merasa semuanya sangat lucu dan disaat yang sama ingin menangis. Ia tak pernah mempermasalahkan hidup yang harus dia jalani selama ini. Meskipun saat ibunya yang ia cintai pergi dari hidupnya sendiri. Tidak juga ketika di saat ia masih belia dan butuh peerhatian dan kasih sayang dari ayahnya, namun pria itu mengabaikannya. Larut dalam kesedihannya sendiri kehilangan wanita yang ia cintai hingga melupakan bahwa bukan dirinya saja yang bersedih dan ditinggalkan.

Namun, sejak Jiran dan Hana masuk dalam kehidupannya dan ayahnya, Soeun pun mulai mengenal bahwa hidup tidak adil. Sejak itu hingga saat itu Soeun pun tahu bahwa 'life has never been fair' padanya. Kehidupan ini nampaknya selalu membuatnya terpuruk. Dan meskipun Soeun berusaha tegar dan kuat di atas kedua kakinya sendiri, lagi dan lagi selalu ada saja yang berusaha membuatnya jatuh dan terpuruk!

His Mistake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang