Twisted

1.2K 123 48
                                    

Sudah dua minggu, Soeun tak mendengar kabar dari Junho. Tidak ada sms, tidak ada telepon yang masuk dari Junho. Pria itu benar-benar memenuhi permintaan Soeun. Space and time.

Sejujurnya ada rasa kehilangan dalam hati Soeun. Mungkin ia yang sudah terbiasa dengan kehadiran pria itu, meski hanya pertengkaran yang sering kali terjadi. Atau mungkin Soeun yang rindu bertengkar dengan Junho. Rindu membantah perkataan pria itu. Rindu melihat wajah kesal pria itu karena sikapnya.

Akan tetapi, tak bisa Soeun pungkiri. Setelah hari itu, hari dimana Junho mengakui kesalahannya dan meminta maaf, seakan semua masalah di sekitar Soeun membaik. Hubungannya dengan ayahnya sedikit membaik.

Soeun masih ingat bagaimana ayahnya tak berhenti menunduk ketika pria itu mengakui ia telah salah selama ini, menuduh Soeun tanpa memberi kesempatan baginya untuk membela diri. Juga meminta maaf karena selama ini pria paruh bayah itu telah bersikap dingin sebagai seorang ayah. Meski hubungannya tidak mendadak hangat dan harmonis, tapi semuanya jauh lebih baik. Pria paruh bayah itu bahkan memeluk Soeun ketika hendak berpisah setelah mereka menghabiskan waktu bicara dari hati ke hati selama hampir tiga jam di sebuah cafe.

Soeun tengah menyelesaikan list rencana desain yang akan di ajukan dalam rapat minggu depan ketika iphone nya berdering. Ia pun mengambil iphone yang berada di tasnya.

Soeun mengerutkan dahinya ketika ia membaca id pemanggil nya.

"Ya, halo?"

"Eunnie. Apa kabarnya?"

Soeun tersenyum kecil mendengar nada antusias dari seberang telepon.

"Unnie baik-baik saja. Bagaimana denganmu, Jinah?" Tanya balik Soeun pada adik sepupu Junho itu.

"Hmm... me? excellent" jawab Jinah dari seberang telepon.

Soeun menganggukkan kepalanya. Sejujurnya ia sedikit kaget Jinah meneleponnya.

"Apa ada sesuatu yang penting?" Tanya Soeun.

"Mengapa unnie berpikir seperti itu?" ucap Jinah menjawab pertanyaan Soeun dengan pertanyaan.

"Tidak.... uhmm.... unnie hanya berpikir mungkin ada sesuatu yang terjadi atau ada sesuatu yang penting sehingga kau menelepon unnie" jelas Soeun.

"Tak boleh kah aku menelepon unnie hanya untuk menanyakan kabar?" tanya Jinah dengan nada bicara yang nampak terdengar sedih.

Dengan cepat Soeun membantah.

"Oh tentu saja kau bisa menelepon unnie kapan saja..... tapi Jinah, kau yakin tak ada hal lain yang ingin kau katakan selain menanyakan kabar" Tanya Soeun.

Entah mengapa Soeun punya firasat bahwa Jinah ingin bicara soal Junho padanya. Ia masih ingat betul pesan yang dikirimkan Junho padanya sehari setelah percakapan di rumah pribadi Junho itu.

"Soeun, aku sudah membatalkan pernikahan kita. Aku juga sudah memberitahu ayahmu. Kau bisa tenang. Tak ada yang perlu dicemaskan. Aku sudah membereskan semuanya.
Soeun, my darling. Mungkin ini terakhir kalinya aku memanggilmu seperti itu. Ku harap akan ada hari dimana kau benar-benar bisa memaafkan ku dan mengizinkan ku untuk berada di dekatmu. Tapi, aku tahu itu mungkin butuh waktu yang lama. Tapi, aku akan menunggu hari itu tiba. Soeun, I am really sorry" -- Junho

'Aku yakin keluarga Lee sudah tahu mengenai batalnya pernikahan antaraku dan Junho. Aku penasaran bagaimana dengan reaksi keluarga Lee' pikir Soeun.

Suara Jinah pun membuyarkan lamunan Soeun.

"......Kau benar unnie. Sebenarnya jika kau tidak keberatan, maukah kau makan siang bersama ku?" ucap Jinah dengan pelan.

His Mistake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang