"Oh please Bi Jiran, jangan memperburuk suasana hatimu. Aku sudah mereservasi sebuah suite di hotel yang kau dan Paman Kim sukai -- my treat of course. Aku yakin akan lebih menyenangkan jika kalian tak langsung pulang ke kediaman Kim. Menikmati suasana baru" ujar Junho memecah keheningan yang tercipta di dalam mobilnya sejak 10 menit yang lalu.
Dari kaca spion pengemudi, Junho bisa melihat senyuman senang merekah di wajah Jiran. Wanita paruh bayah itu duduk di kursi penumpang di mobil mewah Junho bersama dengan Tuan Kim.
Junho memutar bola matanya, sudah terbiasa dengan Jiran yang sangat mudah tergiur oleh kemewahan dan hal yang serba glamour dan berkelas.
'aku mulai berpikir rencana menghabiskan waktu bersama Jiran bukan ide yang bagus' pikir Junho.
Junho lalu menoleh pada Soeun yang duduk di sampingnya. Sejak insiden di bandara tadi, Soeun tak lagi mengatakan satu patah kata pun.
"Junho, kami akan dengan senang hati menerima kebaikan hatimu. Aku sangat senang dan lega karena kau tak melupakan kami setelah apa yang terjadi. Aku hanya tak bisa mengerti apa yang merasuki mu sehingga kau memutuskan untuk menikah dengannya. Kau tentu tak lupa apa yang telah dilakukan oleh wanita yang tak berhati itu" ucap Jiran dengan sinis.
Meski Jiran tak mengatakan secara gamblang mengenai kecelakaan itu, semua yang berada di dalam mobil tahu pasti apa yang dimaksud oleh Jiran.
Junho menatap seksama pada Soeun. Dahinya mengerut ketika ia melihat Soeun menutup matanya. Akan tetapi masih tak membuka suaranya.
'yeah. Definitely a mistake. Aku tak seharusnya merencanakan untuk menjemput Jiran dan Tuan Kim dengan mengajak Soeun' pikir Junho.
Junho lalu kembali fokus pada kemudi.
Yep. Ide menjemput Tuan Kim dan Jiran berasal dari Junho. Namun pria itu mengatakan hal yang sebaliknya pada Soeun. Mengatakan bahwa Tuan Kim lah yang ingin Soeun ikut hadir di bandara.
Junho hanya ingin membuat Soeun kembali teringat dengan kecelakaan itu dan betapa bertanggung jawab wanita itu atas meninggalnya tunangan dan calon bayinya dengan bertemu lagi dengan Jiran. Junho berpikir bertemu Jiran akan membuat Soeun teringat dengan Hana. Namun, Junho mulai meragukan rencananya hari ini itu adalah rencana yang tepat.
Bagi Junho, insiden di bandara tadi terlalu kejam dan menyakitkan. Dan Junho tak ragu bahwa Soeun terluka. Junho hanya tak menyangka betapa tak hangatnya perlakuan Jiran pada Soeun. Selama ini, ia cukup tahu hubungan Soeun dan Jiran tak harmonis. Tapi ia tak mengira begitu besar kebencian istri kedua Tuan Kim itu pada Soeun. Hingga hari ini, ketika ia menyaksikan Jiran mengucapkan kata-kata menyakitkan pada Soeun.
This was just brutal, even for him.
Junho mulai merasakan perasaan bersalah meresapi dirinya. Terlebih ketika Junho kembali melirik Soeun.
Soeun masih menutup matanya. Tak menunjukkan respon apapun. Kecuali kedua tangan di pangkuan yang mengepal.
Perlahan Junho menggerakkan satu tangannya ke arah Soeun sementara tangan yang satunya berada di kemudi. Dengan lembut Junho pun menyentuh tangan Soeun yang mengepal.
Nafas Soeun tercekat ketika ia merasakan sesuatu yang hangat menyentuh tangannya yang tak lain adalah tangan Junho. Perlahan ia membuka matanya lalu menoleh ke arah Junho.
Jantung Junho seakan berhenti berdetak untuk seperkian detik ketika mata Soeun bertemu pandang dengan matanya. Tak ada ekspresi di sorot mata itu.
Hampa.
Junho mengeryitkan dahinya. Ia tak suka. Selama ini Soeun tak pernah menatapnya seperti itu. Kemarahan, kebencian, kesedihan, ketakutan, kerapuhan, penyesalan, atau pun tatapan dingin. Tapi, tidak sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Mistake
خارق للطبيعةChild's father believes that she is who to blamed and he comes to revenge. In other side, she losts almost everything, still she is blamed for something she didn't does. Ketika ayahnya memutuskan untuk fokus pada kesedihannya ditinggal istri yang di...