Junho membeku. Ia hanya bisa terpana menatap balik pada manik indah yang tak pernah bosan ia tatap itu. Mulutnya membuka dan menutup, namun tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Senyuman manis yang dilemparkan padanya sukses membuat tubuh Junho bergerak dengan sendirinya. Ia lalu mengangkat tangan yang sedari tadi ia pegangin sembari menciumi punggung tangan itu. Air mata hangat kembali mengalir di pipinya. Menyapu jejak air mata sebelumnya.
“Soeun…? My love, kau baik-baik saja?” Tanya Junho.
Dengan gerakan pelan, Soeun pun menggerakkan tangannya yang ada dalam genggaman tangan besar Junho. Keengganan terlihat jelas di wajah Junho ketika pria itu berasumsi bahwa Soeun tak ingin tangannya digenggam. Alis pria itu saling bertautan. Akan tetapi, ia menelan bulat-bulat perasaannya itu.
‘Mungkin Soeun tak nyaman aku menggenggam tangannya. Lagipula, ia dan aku sudah sepakat akan menjalani hidup masing-masing setelah Soeun berpisah. Tapi, aku benar-benar tidak rela…’ keluh Junho dalam hati.
Junho pun tersadar akan sesuatu.
‘Apa yang aku pikirkan? Aku sudah berjanji pada Soeun. Selain itu, hal itu tidak penting saat ini. Yang terpenting saat ini adalah Soeun sudah sadar dan ia baik-baik saja’ putus Junho dalam hati.
Perdebatan internal Junho terlupakan ketika Soeun tiba-tiba melepas masker yang dikenakan.
“Soeun… apa yang kau lakukan? Kau harus…”
Kata-kata Junho terhenti ketika Soeun mendaratkan tangan yang tadi digenggamnya ke pipinya yang basah.
“Jangan menangis” ucap Soeun dengan sangat pelan.
Soeun masih nampak sangat lemah dalam balutan pakaian pasien. Bibirnya masih pucat. Tapi sorot mata wanita itu nampak berkilau. Senyuman manis masih menghiasi bibirnya yang masih pucat itu.
Tanpa mampu Junho kendalikan, tangannya yang besar menyentuh tangan Soeun yang masih menempel di pipinya. Junho pun menggeleng kepalanya. Senyuman kembali menghiasi wajah pria itu.
“Aku sangat bahagia, Soeun. Ini adalah air mata bahagia. Aku sangat bahagia kau sudah siuman…” ucap Junho dengan air mata yang semakin mengalir deras.
Pria itu harus mengerjapkan matanya berulang kali. Jelaslah air mata yang terus saja tumpah membuat pandangannya kabur. Hal itu jelas mengganggunya untuk menatap wajah istrinya yang masih tetap cantik meski masih sangat pucat.
“Junho….?”
“Ya” balas Junho dengan cepat.
“Dimana putri kita? Aku… aku ingin melihatnya….” ucap Soeun.
“Ia berada dalam ruang bayi. Ibu dan Jinah yang menungguinya. Ia sangat sehat dan cantik seperti mu. Matanya sangat indah seperti matamu, Hidungnya mungil. Mulutnya mirip mulutku. Ah ya, rambutnya aku rasa mirip kakeknya karena sedikit ikal. Dia sangat sempurna. Di mataku dia adalah bayi tercantik yang pernah aku lihat. Ah ya, kau tahu Soeun, saat aku menggendongnya pertama kali aku sangat gugup, akan tetapi ketika ia membuka matanya, kegugupanku hilang seketika….” ujar Junho dengan penuh antusias.
Soeun menatap takjub pada Junho yang nampak menggebu-gebu menjelaskan seperti apa rupa anak perempuan mereka.
Junho terus saja mengoceh, hingga akhirnya pria itu tersadar bahwa ia terus saja berbicara sementara Soeun hanya menatapnya. Pria itu lalu menghentikan ucapannya.
“Ah, maaf. Aku mengoceh panjang lebar. Soeun, terima kasih telah memberiku kesempatan sebagai seorang ayah. Terima kasih karena memilih untuk mempertahankan putri kecil kita meskipun kehamilanmu sangat beresiko. Dokter sudah mengatakan semuanya, kau bisa saja mengugurkan kandungan mu karena efek kecelakaan waktu itu membuat resiko mempertahankan kehamilan sangat besar. Dengan semua yang terjadi, kau bisa saja memilih jalan aman, memilih keselamatan mu. Tetapi kau memilih untuk…..”
KAMU SEDANG MEMBACA
His Mistake
ParanormalChild's father believes that she is who to blamed and he comes to revenge. In other side, she losts almost everything, still she is blamed for something she didn't does. Ketika ayahnya memutuskan untuk fokus pada kesedihannya ditinggal istri yang di...