Ale sama sekali tidak pernah menyangka jika hidupnya akan banyak dipenuhi drama, tapi apa yang dikatakan kedua sahabatnya sepertinya memang benar. Ale dengan semua kehidupannya nyatanya memang tidak bisa jauh-jauh dari kata drama.Semenjak menarik paksa tangan Kafka menuju mobil, adegan-adegan drama Ala sepasang kekasih yang sedang bertengkar benar-benar nyata adanya.
Yukhei yang menyadari bagaimana raut wajah Ale langsung berjalan cepat menghampiri gadisnya itu. Iya paham Ale, apa yang ada dipikirkan gadis itu saat ini adalah hal yang benar-benar bisa membuat hubungan keduanya kembali tidak nyaman seperti kemaren-kemaren.
"Al tunggu."
Teriakan Yukhei sama sekali tidak digubris oleh gadis berambut panjang itu, langkahnya semakin cepat membawa kakaknya memasuki mobil, tatapan matanya lurus terlihat banyak rasa kecewa disana.
Di dalam mobil Ale langsung menyuruh kakaknya itu untuk pergi, tidak peduli dengan Yukhei yang sedang sibuk mengetuk pintu mobil agar dibukakan oleh Ale.
Biar saja dikatakan kekanakan, Ale hanya sedang butuh waktu. Bertemu dengan Yukhei sama saja memperkeruh rasa dihatinya. Biarkan dia tenang dulu, sisanya akan dia pikirkan lagi besok. Setidaknya itu yang sekarang ada di dalam pikiran Ale.
"Dek, bukain Yukhei dulu."
"Mas Kafka, gue mau pulang."
Sadar dengan apa yang sedang terjadi saat ini, membuat Kafka akhirnya menuruti keinginan Ale. Kafka tau betul adiknya itu seperti apa. Ale memang tipe orang yang memerlukan waktu untuk sendiri jika sedang dalam masalah seperti ini.
Semenjak sepeninggalan Ale, Yukhei langsung menuju mobilnya berniat untuk langsung menyusul Ale ke rumahnya. Yukhei sudah hapal dengan kebiasaan Ale, jika sedang bertengkar pacarnya itu akan sangat betah menghabiskan waktu di dalam kamarnya.
"Ale kenapa ?"
Pertanyaan dari gadis di sampingnya menyadarkan Yukhei jika ternyata dia belum bisa langsung menyusul Ale. Dia harus mengantar Laluna pulang ke rumahnya terlebih dahulu.
Gadis itu sudah dititipkan oleh orang tuanya kepada Yukhei siang tadi. Laluna harus mengambil hasil chek up nya beberapa hari yang lalu. Tapi karena kedua orang tuanya sedang ada urusan yang tidak bisa ditinggal, jadilah Yukhei yang dimintai tolong, meningat akhir-akhir ini memang hanya Yukhei yang terlihat begitu dekat dengan Laluna.
"Dia gak papa."
Hening sebentar, sebelum Yukhei menyalakan mesin mobilnya, sebuah ponsel sudah berada di depan wajah Yukhei. Ponsel Laluna.
"Kamu mau ngubungin Ale ?"
"Gak usah."
"Gakpapa pake aja. Aku gak mau kalian jadi salah paham."
"Gak usah, habis ini aku langsung ke rumahnya."
Yukhei tau betul, Laluna pasti merasa tidak nyaman dengan kejadian barusan. Karena sudah sering kali dia bertanya apakah tidak apa-apa jika dia dan Yukhei sering berdekatan seperti ini. Mengingat Ale yang memang terkadang suka salah paham.
"Oh oke. Semoga Ale marahnya gak lama."
"Dia gak marah."
Karena Ale memang gak marah. Ale kecewa. Yukhei sadar itu.
———————————————
Sesampainya di rumah, Kafka pikir adiknya itu akan meraung-raung menangis seperti biasanya ketika sedang bertengkar dengan Yukhei. Nyatanya adiknya itu sama sekali tidak melihatkan tanda-tanda satu kesedihan mendrama seperti biasanya.