14

2.9K 427 51
                                    

Suasana hati Ale sedang buruk-buruknya, semua orang juga tau bagaimana Ale jika sudah ada masalah, apalagi jika masalahnya itu bersumber dari seorang Yukhei. Gadis itu pasti akan menggalau ala-ala drama, mengurung diri kemudian menangis sepuasanya.

Tapi kali ini berbeda, Ale yang biasanya hanya memendam semua kekesalan yang dia rasakan, pada akhirnya menumpahkan semua perasaan yang ada dihatinya.

Tidak tau kenapa, dengan Teta Ale meresa tenang dan nyaman untuk menceritakan semua yang ada dihatinya. Bahkan Kafka sekalipun tidak pernah mendengar curhatan Ale yang sedalam ini.

"Kekew itu irit bicara, sama banget kaya Kak Teta. Dia juga suka marahin aku, dia sama sekali gak suka liat aku pake baju yang kebuka. Persisi banget kaya Kak Teta yang selalu marah-marah waktu ngeliat rok SMP ku yang kependekan."

Ale terkekeh mengingat semua kejadian yang barusan dia ceritakan ke Teta.

"Kekew itu kadang suka gak peka, lagi-lagi sama banget sama Kak Teta. Kalian berdua itu dingin. Aku kadang suka sebel."

"Tapi Kekew itu selalu perhatian, gak pernah mau ngeliat aku telat makan, gak pernah mau ngeliat aku kesepian dia juga gak suka ngeliat aku nangis."

"Kekew selalu ada kapanpun aku butuh dia, Kekew jarang ngeluh setiap kali aku ngerepotin dia, suka bilang kangen sama aku, padahal kita setiap hari ketemu."

"Kalau gak ketemu atau gak dapat kabar dari Kekew aku kadang suka sedih dan Kekew paling gak suka kalau ngeliat aku sedih."

"Tapi akhir-akhir ini justru Kekew yang sering bikin aku sedih. Lucu ya dia hahahaha."

Ale tertawa hambar sambil memandang ke arah langit, tadi sepulang dari bisokop Ale tidak mau dibawa pulang ke rumah, alhasil Teta terpaksa membawanya kesebuah bukit di pinggir jalan. Tempat biasanya orang-orang mengahbiskan waktu malam sambil meminum kopi dan memakan jagung bakar.

"Kekew tuh gak pernah kaya begini. Dia selalu kelabakan kalo aku lagi ngambek atau marah, dia pasti selalu cari cara suapaya bikin aku seneng  dan gak marah lagi sama dia."

"Tapi sekarang Kekew udah gak kaya gitu. Dia kaya udah lupa sama aku, aku jadi ngerasa kalo sebenarnya aku  sudah gak sepenting itu lagi buat Kekew."

"Mungkin karena sekarang ada Laluna ya kak ? Makanya Kekew udah gak peduli lagi sama aku."

"Laluna itu anaknya cantik kak, baik, sopan, pinter gak pernah aneh-aneh. Pokoknya definisi cewek idaman emang bener-bener ada sama Laluna, cocok banget deh sama Kekew."

"Gak kaya aku yang cerewet, bandel, susah diatur.l suka ngerepotin. Pokoknya gak cocok banget sama Kekew. Apa Kekew udah capek ya kak sama aku ? Makanya sekrang dia kaya begini ? Dia juga udah nemuin Laluna yang cocok banget sama dia."

"Kekew kayanya dia udah gak sayang aku lagi kak."

Seketika tangis pilu Alexandria tumpah, membuat tangan kokoh Teta langsung membawanya ke dalam dekapan. Pria itu tau apa yang sedang dirasakan adik sahabatnya itu.

Ale sedang dalam keadaan kehilangan keepercayaan diri.

"Ale."

Masih dengan tangan yang memeluk pinggang Teta, Ale bisa mendengar suara dingin lelaki itu, tapi Ale enggan menjawab.

"Laki-laki yang namanya Kekew itu sangat beruntung punya kekasih kaya kamu."

"Kak Teta aja ngerasa beruntung bisa punya adik semanis kamu."

Sapuan lembut tangan Teta dirambut Ale, membuat hati gadis itu seketika tenang dibuatnya.

"Ale, semua orang pasti punya keburukan. Tapi kamu gak pernah tau terkadang keburukan menurut kamu justru bisa menjadi kebahagian buat oarang lain."

"Kamu cerewet kamu manja. Tapi Kak Teta tetap suka."

"Bukan karena semua sifat dan penampilan kamu. Tapi karena kamu adalah seorang Alexandria."

"Karena kamu adalah kamu. Ale akan tetap jadi Ale nya Kak Teta yang cerewet dan bawel. Ale akan tetap jadi adiknya Kak Teta yang manja. Gak peduli seburuk apapun kamu dimata orang lain. Kak Teta tetap suka."

"Mungkin laki-laki yang namanya Kekew itu juga ngerasain yang sama kaya Kak Teta."

"Jadi Ale, jangan berburuk sangka sama dia."

Ale sudah tidak bisa berkata-kata. Ini adalah kalimat terpanjang yang pernah seorang Teta ucapkan kepada Ale. Meskipun masih terdengar datar dan dingin, Ale yakin apa yang diucapkan oleh Teta  adalah benar adanya tulus dari hatinya.

"Kak Teta, aku harus apa ?"

"Percaya sama dia."

———————————————

Pergi ke sekolah biasanya tak pernah seberat ini, meskipun hampir setiap pergi ke sekolah Ale merasa malas-malasan tapi sumpah demi apapun tak pernah Ale semalas ini. Sudah bisa ditebak apa penyebabnya kan. Apalagi setibanya di sekolah Ale sudah disuguhkan tontonan yang cukup menyakiti mata dan hati.

Bisa tidak sih sehari saja Yukhei tidak berulah membuat hati Ale patah. Pagi-pagi sudah berdiri berhadap-hadapan dengan Laluna maksudnya apa sih. Jangan bilang jika mereka berangkat pergi sekolah bersama. Karena hari ini Yukhei tidak menjemputnya seperti biasa. Terpaksa Ale harus merepotkan Teta.

Sebenarnya tidak merepotkan juga si, karena Teta memang berniat mengantar Kafka pergi ke kampus untuk berkumpul dengan teman-temannya yang lain.

"Keluarin dong jiwa nenek lampir lo. Pacar berduan sama cewek lain masa diam aja sih."

Siapa lagi yang akan mengelurkan kalimat menyebalkan seperti itu kalau bukan Kafka. Teta hanya diam dengan wajah datarnya sambil menunggu Ale keluar dari mobil.

"Berisikkk ih."

"Yah gak asik, gak ada ribut-ribut nih dek ?"

"Ribut-ribut dengkulmu. Udah ah, mau keluar nih gue."

"Kak Teta makasiiii ya."

Setelahnya Ale keluar dengan rasa aneh di dalam hatinya, tapi dia tetap berusaha sebisa mungkin mengontrol raut wajahnya agak terlihat biasa-biasa saja ketika melewati Yukhei dan Laluna.

Perlu diingatkan lagi, Ale itu sebenarnya sangat benci berpura-pura. Tapi melihat bagaimana Yukhei terlihat baik-baik saja membuat Ale berusaha keras untuk menutupi rasa sakit dihatinya.

"Ale !"

Seolah tuli Ale sama sekali tidak menanggapi panggilan dari Yukhei. Ale sebenarnya tidak memyangka jika Yukhei akan memanggil dan menyusul langkahnya. Tetapi mau bagaimanapun Ale mencoba menghindar, langkah lebar Yukhei takkan pernah bisa dikalahkan.

"Al."

Pergelang tangan Ale sudah berada ditangan Yukhei, memaksa Ale untuk menghentikan langkahnya.

"Aku mau bicara."

"Lagi males denger."

"Al."

"Udah mau bel nih, lepasan tangan gue."

"Engga, kamu harus janji dulu. Istirahat nanti kita bicara."

"Iya liat aja nanti."

Malas berdebat, Ale terpakasa mengiyakan. Sebenarnya Ale memang perlu berbicara banyak dengan Yukhei, mengingat semua nasehat Teta tadi malam, membuat hati Ale berkata untuk sedikit mendengar penjelasan Yukhei.

Karena sesuai dengan apa yang Teta katakan tadi malam, Ale harus percaya Yukhei. Walaupun sekarang Ale sangat sulit menemukan pancaran kepercayaan dari mata Yukhei yang selalu bisa membuat Ale yakin terhadap hubungan mereka.

Tatapan laki-laki dihadapannya saat ini sangat sungguh tidak terbaca, terlihat ada percikan kelelahan disana.

Mungkin Yukhei memang sudah selelah itu dengan Ale.

Iya sepertinya begitu.

hi alexandria ! [NCT LUCAS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang