Perasaan memang tidak bisa berbohong, mau sekeras apapun Ale menolak untuk terlihat biasa-biasa saja, Ale tetep tidak bisa. Semenjak bertemu dengan Yukhei senyum di wajah Ale tak henti-henti terbentuk. Makan siang yang menjadi hal wajib untuk Ale pun sudah terlupakan entah kemana. Perasaan bahagia Ale membuat dirinya kenyang. Benar-benar tipikal remaja yang sedang dimabuk asmara.
"Senyum mulu si Zubaidah. Ada apakah gerangan ?"
"Sok kalem anjir."
"Le napa serem banget dah senyum lo."
"Kaga ada manis-manisnya elah."
Ejekan demi ejekan dari kedua sahabatnya pun tidak Ale indahkan, jika biasanya Ale akan sama ributnya dengan mereka kali ini Ale terlihat lebih kalem. Mala dan Kinan sudah bisa menebak jika sekarang Ale sedang kerasukan.
Terlebih lagi ketika jam pelajaran telah usai, Ale yang biasanya sedikit terlihat ogah-ogahan keluar dari kelas karena sedang berteangkar dengan Yukhei, kali ini justru terlihat sangat amat bersemangat.
Bukan tanpa alasan, Ale memang sedang bahagia-bahagianya, hari ini begitu banyak kegembiraan yang Ale dapatkan, salah satunya adalah Ale yang mendapat kabar jika gadis itu akan pulang bersama dengan seseorang yang selama ini sudah sangat diharapkan oleh Ale untuk menjemput Ale di sekolah.
Impian Ale sejak SMP dulu.
Siapa lagi kalau bukan Teta, pria berhidung mancung tersebut baru saja memberi kabar kepada Ale jika dia akan datang menjemput Ale di sekolah. Lagi-lagi dengan alasan disuruh oleh Kafka. Kebohongan yang sangan kentara, Ale sudah kebal. Mana mungkin seorang Kafka mau repot-repot memikirkan Ale pulang dan pergi sekolah dengan siapa.
Teta memang harus diajari cara berbohong yang rapi. Eh tapi jangan deh, pria seperti Teta kan hanya 1001, sangat langka. Jangan sampai terkontaminasi jiwa sesat Ale, pria seperti itu harus dilestarikan. Dijaga dan disayangi.
Ale yang sedari tadi tidak bisa mengehentikan senyumnya, kembali dibuat menjadi bahagia berkali-kali lipat mana kala matanya tanpa sengaja melihat tubuh tegap nan tinggi seorang lelaki yang sedang menunggunya di depan pintu kelas. Siapa lagi jika bukan Yukhei. Masih dengan tidak bisa mengontrol kebahagiannya, Ale melangkah ringan ke arah Yukhei.
"Ngapain ?"
Suara cempreng Ale mengalihkan atensi Yukhei yang sedari tadi menunggu Ale keluar sambil menunduk memainkan kaki.
"Jemput, pulang bareng ?"
"Hemmm mau sih, tapi udah keduluan Kak Teta. Tuh orangnya sudah ada diparkiran."
Fokus Yukhei langsung beralih ke arah dimana tangan Ale menunjuk sebuah gerembolan yang sudah bisa dipastikan karena ulah murid-murid perempuan yang sedang berkumpul untuk hanya sekedar melihat dan mengagumi paras tampan seorang Teta.
"Ck kebiasaan deh, kekurang stock lelaki tampan mgebuat teman-teman sekolah gue jadi norak begini."
Ocehan dari mulut Ale sama sekali tidak diindahkan oleh Yukhei, netranya masih menatap lekat lelaki yang sedari tadi menjadi pusat perhatian teman-teman sekolahnya. Yukhei merasa tidak asing, dia seperti pernah melihat lelaki tersebut. Tapi dimana ? Ah Yukhei langsung teringat ketika gerombolan yang menutupi sedikit wajah Teta mulai memisahakan diri. Lelaki itu adalah orang yang pernah menjemput Ale ketika hari olimpiade. Jadi namanya Teta ? Tapi siapa Teta ?
"Seganteng itu ya Kak Teta ? Sampe kamu gak berenti ngeliatin gitu ?"
Kali ini kalimat dari Ale menyadarkan Yukhei dari lamunan mengingat dimana dia pernah berjumpa dengan Teta.
"Dia siapa ?"
"Kak Teta."
Iya Yukhei tau kok kalau lelaki tampan itu namanya Teta. Yukhei hanya ingin tahu ada hubungan apa Ale dengan lelaki itu. Masa begitu saja Ale tidak paham sih.
