11

3K 466 61
                                    

Sebenarnya dari awal Alexandria sudah  menebak kalau semuanya akan jadi seperti ini. Memilih untuk break dengan Yukhei adalah keputusan terdrama sepanjang kisah percintaan mereka berdua. Tapi mau gimana, kekesalan Ale malam itu sudah di ujung ubun-ubun.

Malam itu jiwa angkuhnya yang mulai kelelahan akhirnya keluar, memaksa Ale untuk membuat keputusan yang bahkan Ale sendiri tau akan seperti akhirnya.

Menyesal.

Ya iyalah menyesal, sebenci-bencinya Ale terhadap semua kelakuan Yukhei, apa bisa Ale benar-benar jauh dari Yukhei seperti sekarang ini ?

Tidak. Ale mana bisa.

Jadilah sekarang gadis berambut panjang itu menggalau ria di dalam kamarnya, menyalakan musik senyaring mungkin sambil menyemil makanan-makanan tidak sehat tapi enak, mengabaikan diet ala-ala yang selama ini dijaganya.

"Woy dek ! Budek lo ya dengerin musik sampe sebegitunya ?"

Ale tau siapa yang paling kurang ajar di rumah ini, masuk ke kamarnya tanpa ketok pintu cuma Kafka orangnya.

"Gak denger gue lo ngomong apa."

"Ya makanya itu musik dikecilin dulu Maemunah."

"Males."

"Lah itu denger."

"Bodo."

Habis kesabaran, Kafka langsung beranjak ke arah dimana pengeras suara milik Ale berada. Dicabutnya colokan pengeras suara tersebut.

Selesai.

Seolah paham dengan keadaan adiknya saat ini, Kafka tidak langsung mencorocos mengatainya seperti biasanya.

"Turun lo dek, gue udah beli makan. Mamah sama Papah masih ada urusan. Pulangnya besok."

"Gendong dong mas."

"Malas banget gendong dugong kaya lo."

"Yaudah gue gak mau makan."

"Ya serah."

"Isss tapi gue laper."

Wajah Ale disedih-sedihin, walaupun tau adiknya itu sedang berpura-pura, Kafka tetap saja tidak tega. Hasilnya sekarang Ale sudah berada di punggung Kafka, menempel dengan tangan mencengkram kuat leher kakak satu-satunya itu.

"Mati gue kalo lo meluk leher gue kaya begitu."

"Ya lo kan suka jahil, tiba-tiba nurunin gue."

Belajar dari pengalaman, Ale sudah tidak mau lagi jadi korban kejahilan Kafka yang sangat hobi melihat Ale menderita.

Pada akhirnya Kafka rela-rela saja dipeluk Ale dengan begitu kuat, lagian pergi ke dapur tidak sepanjang jalan malioboro.

Setibanya di dapur pelukan Ale di leher Kafka semakin mengerat, bukannya apa sekarang Ale seperti  tidak punya muka, kaget dan malu berbarengan.

Disana di meja makan, sudah ada tiga laki-laki tampan yang sangat Ale kenal, mereka sahabat dari kakaknya.

"Bego, lo kok gak bilang ada mereka ?"

Ale hanya bisa meringis kesal sambil berbisik pelan di telinga Kafka.

"Lo gak nanya, ngapain gue bilang."

"Bego lo, cepat turunin gue."

Pelan Ale turun dari gendongan Kafka dan beranjak pergi mengahmpiri meja makan dimana ketiga teman kakaknya sedang sibuk menata makanan di atas meja.

"Halo kakak-kakak."

Ya namanya Ale ya, biar kata ngerasa malu dan gak enak rasa, tetap aja jiwa centilnya keluar kalau sudah ketemu cowok-cowok ganteng.

hi alexandria ! [NCT LUCAS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang