Rhea 7

187 10 0
                                    

Rhea melambaikan tangannya pada Om Zaki yang harus pamit. Dia yang baru saja mendapatkan kesenangan baru dengan ponsel canggihnya Om Zaki tiba-tiba merasa gelisah karena pria tersebut sudah harus pulang. Jika Om Zaki pulang maka Rhea akan berdua saja dong, ya, dengan Om Drian. Om yang sudah punya anak dan mengakui dirinya sebagai suami Rhea. Siapa pun pasti merasakan ketakutan seperti yang saat ini Rhea rasakan jika harus terjebak dengan situasi ini. Mana pagi masih lama. Rhea yang biasanya jarang berpikir kini tiba-tiba begitu penasaran kenapa malam harus dibuat sama panjangnya dengan siang.

Perasaan Rhea semakin tidak karuan begitu melihat wajah Om Drian satu meter dari wajahnya. Pria itu menutup pintu apartemen membuat Rhea tidak bisa melihat punggung Om Zaki yang mulai menjauh dan sekarang pemandangan tersebut digantikan dengan Om Drian yang bersandar di balik pintu dengan memangku kedua tangannya.

"Aku ga punya nomor polisi lagi," keluh remaja itu membatin. Ia tidak bisa menghubungi pihak berwajib kalau-kalau terjadi sesuatu yang Om Drian inginkan. Bener dong, sesuatu yang mungkin terjadi itu pasti menjadi sesuatu yang disukai oleh Om Drian dan sebaliknya bagi Rhea.

"Kenapa ada wajah kecewa yang biasanya ditemui pada remaja karena pacar kesayangannya harus pulang di wajahmu, Rhe?"

"Ha?" tanya Rhea tidak mengerti. Ia juga belum punya pacar seumur hidupnya. Jadi kenapa pula ada wajah seperti itu di wajahnya.

Drian menggeleng pelan. Pria itu tidak ingin membahas hal ini lebih lama. Drian mungkin bisa menemani Rhea lebih lama tapi tidak hari ini. Ini adalah hari pertama dimana Pria itu mengurusi Ale hampir seharian. Selama ini selalu Rhea yang melakukannya untuk mereka dan tidak sekalipun istrinya pernah mengeluh tentang betapa merepotkannya mengurus bayi. Bahkan dengan bobot badannya yang hanya beberapa kilo saja, lengan Drian tetap kebas karena menggendong Ale berjam-jam.

"Ale mana, Om?" tanya Rhea saat menyadari sekarang hanya ada dirinya dan Om Drian saja.

"Sudah tidur," jawab Drian. Dan bukannya Rhea tidak tau kalau bayi cantiknya Om Drian sudah tidur. Dengan membahas Ale, setidaknya Rhea ingin Om Drian ingat bahwa pria itu sudah punya anak yang sangat ia sayangi dan tidak berbuat asusila pada Rhea.

"Om, mau ngapain?"

Kini giliran Drian yang mengangkat sebelas alisnya melihat istrinya yang dalam mode perawan terlihat seperti seseorang yang dalam sekejap mata akan berubah menjadi korban pelecehann seksual. Sedangkan Rhea, kedua manik matanya bergerak-gerak gelisah. Akhirnya gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya cepat setelah mengadakan rapat kilat dengan otaknya yang pas-pasan.

"Tidur. Kamu mau nonton tivi dulu?" tanya Drian sambil menegakkan punggungnya.

Anggukan Rhea semakin menjadi-jadi yang mana membuat Drian menjadi begitu kesal. Rhea mungkin tidak tau ini tapi Drian mengamati semua ekspresi yang muncul di wajahnya dan bukan hal yang sulit untuk mengerti semua hal tersebut. Pria beranak satu tersebut menghela napas berat kemudian masuk ke dalam kamar untuk kemudian keluar lagi dengan bantal dan selimut.

"Makasih, Om" ucap Rhea riang. Dia menghadang Om Drian dengan wajah terlalu bahagia. Rhea tentu tidak akan mau tidur bersama Om Drian meskipun pria itu mengaku bahwa dirinya adalah suami Rhea di masa depan. Yang tentu saja membuat pria itu mendengus dan memperingatinya untuk menyingkir.

"Ale mau dibawa kemana?" tanya Rhea melihat kali ini Om Drian membawa putrinya setelah keluar dari kamar untuk yang kedua kalinya.

Drian sengaja menulikan telinganya kemudian memastikan putrinya tidur dengan nyaman di atas sofa. Setelahnya ia kembali ke dalam kamar untuk mengeluarkan ranjang bayinya Ale. Sekarang Ale sudah kembali tidur di ranjangnya dan Drian juga sudah membaringkan dirinya di sofa ketika kemudian matanya bertumbukan dengan Rhea yang tampak tidak mengerti dengan semua yang Drian lakukan.

Rhea Davina RusselTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang