Rhea 37

33 3 0
                                        


Saat memutuskan untuk membawa Rhea ke dalam hidupnya juga ke dalam hidup putra semata wayangnya, Dokter Sonia tidak ingin ada rasa pada diri Rhea bahwa gadis cantik itu harus mengutamakan dirinya atau Shaqeel, karena sebelum Rhea menganggap penting seseorang di dalam hidupgadis itu, Sonia ingin Rhea mementingkan dirinya sendiri. Hal ini menjadi begitu penting karena wanita itu melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana anak yang tiba-tiba berada di rumah sakit tempatnya bekerja, yang selama beberapa hari ia amati dan selalu tersenyum manis dengan rambut gulalinya berubah menjadi seperti mayat hidup setelah terlebih dahulu mengamuk begitu mengetahui tidak ada seorangpun dari keluarganya yang terisisa di muka bumi ini.

Sonia juga tidak ingin putri angkatnya itu merasa berhutang budi. Meski sulit untuk mendekati Rhea pada awalnya, tapi wanita itu berhasil. Jika kamu melihat bagaimana Rhea saat merajuk atau bahkan marah padanya atau pada Shaqeel, kamu mungkin berpikir sudah tidak ada jarak dalam keluarga kecil mereka. Meski demikian Sonia sadar bahwa jarak tersebut akan tetap ada. Makanya meskipun ada keinginan konyol yang muncul dari dalam dirinya saat melihat interaksi Shaqeel dan Rhea sehari-hari, lebih tepatnya keinginan untuk melihat mereka menjadi keluarga sungguhan, Sonia menahan dirinya. Entah itu putranya yang menentang atau justru putrinya. Sonia akui bahwa keinginan ini ada hubungannya dengan teman-teman satu SMA-nya dulu yang sudah menimang cucu. Namun satu pertimbangan paling penting yang membuatnya harus berhati-hati membahas hal ini bahkan hanya sekedar dalam celetukan adalah bagaimana jika ternyata Rhea memiliki setitik saja perasaan berhutang budi? Perasaan bodoh itu akan membuat anak gadis cantiknya melakukan apapun untuk Sonia meskipun dia tidak menginginkan hal tersebut.

Tapi ketika kalimat itu justru keluar dari mulut Rhea sendiri, Sonia merasa saat itu adalah timing paling tepat untuk membahas apa yang beberapa kali memenuhi benaknya di tengah malam sebelum tidur di rumah sakit. Tuntutan pekerjaan membuat tidak pulang ke rumah, dan tidak tidur di rumah menjadi hal yang sudah biasa.

"Duduk, anak-anak!"

Rhea dan Shaqeel mendekati sang Mama untuk kemudian duduk di sofa barunya Rhea. Keduanya merasa perlu untuk membahas hal ini karena Mama sepertinya menganggap serius candaan Rhea.

Untuk beberapa menit setelahnya Sonia tidak bisa mendengar dengan benar apa yang putra dan putrinya katakan karena keduanya bicara di saat yang bersamaan. Tapi yang pasti keduanya mengatakan bahwa mereka bercanda. Rhea mengatakan bahwa dirinya tidak serius dan Shaqeel mengatakan bahwa Rhea hanya bercanda. "Mama kaya ga kenal aja gimana mulutnya Rhea," tambah Shaqeel saat saudari angkatnya sudah lebih dulu berhenti bicara.

"Iya, iya. Mama paham."

"Kalo Mama ga paham aku kasih paham sekali lagi, mudah aja," ucap Shaqeel setelah melemparkan punggungnya pada punggung sofa.

"Tapi.."

"-Ada tapinya," ucap Rhea sebelum sang Mama kembali bicara. Rhea menyikut Shaqeel yang sudah lebih tenang setelah mendengar jawaban Mama sebelum kata tapi terucap.

"What if.."

"Hoo.. we don't play this game anymore," ucap Shaqeel horor.

"Bagaimana jika hanya ada Shaqeel saja pria di dunia ini, Rhe? Gimana kalo pilihan kamu cuma Shaqeel?"

Shaqeel berdecak sebal mendengar pertanyaan sang Mama. Jika hanya ada satu saja perempuan di dunia ini, memangnya Shaqeel punya pilihan? Apa dulu Nabi Adam punya pilihan lain? Tanpa mengabaikan betapa sempurnanya Hawa untuk Nabi Adam juga sih. Tapi bagaimana jika Nabi Adam punya pilihan lain? Bagaimana jika permainan "what if" nya Mama dimainkan pada Nabi Adam?

Dan sama seperti apa yang sudah pernah terjadi pada dua manus pertama di bumi ini, jika hanya ada Rhea Davina saja dan perempuan lainnya baik yang janda atau yang lebih belia darinya tewas semua sudah pasti Shaqeel akan-

Rhea Davina RusselTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang