Rhea 9

133 8 0
                                    

Tidak heran jika seorang Dito pulang tergesa-gesa dengan raut tegang jika itu sudah menyangkut istri tercintanya. Pria setengah abad itu berlalu melewati Rhea tanpa melirik wanita muda itu sedikitpun. Mau tidak mau Rhea tersenyum geli melihat Bapaknya.

"Dela.." ucap Bapak pada Ibuk yang duduk manis di sofa. Dari nada beliau memanggil Ibu, Rhea tau betapa khawatirnya Bapak.

Sedangkan Ibu, beliau tertawa kemudian menangkup wajah suaminya sayang. Kerutan pada wajah tampan ini jelas karena ulahnya. Bukan ulahnya yang tiba-tiba meminta Dito pulang tapi hal ini justru sudah dimulai sejak bertahun-tahun yang lalu sejak mereka menikah. Dito adalah pria paling sempurna untuknya. Pria yang entah kenapa bisa dengan bodohnya mencintai Dela yang tidak memiliki apa-apa dan tidak hanya menerima semua kekurangan Dela apa adanya, dia juga menerima adik semata wayang wanita itu yang jelas-jelas memiliki kekurangan.

"Kenapa kamu ngos-ngosan begitu, Dit? Aku, 'kan, cuma mau makan siang sama kamu sama Ale."

Mendengar nama palsunya disebut, Rhea langsung menegakkan punggungnya. Tapi seperti yang sudah ia prediksi, Bapak bahkan tidak menoleh padanya. Melirik saja tidak. Hal itu membuat Rhea sedikit berkecil hati karenanya. Ingin rasanya wanita tersebut mengeluh, menangis sambil merengek pada Bapak karena sikap yang beliau berikan padanya. Tapi Rhea tau bahwa ia tidak bisa melakukan hal itu. Bapak tidak bermaksud mengabaikannya, beliau hanya tidak menyukai orang asing berada di dalam keluarganya. Sama seperti dulu saat Drian- Rhea menghentikan dirinya dari memikirkan masa lalu saat tiba-tiba saja teringat dengan sang suami.

Alih-alih memikirkan Drian, Rhea justru fokus pada pemandangan di depannya. Bagaimana Bapak menyentuh tangan Ibuk yang menangkup wajah beliau. Hal yang tentu juga sudah tidak bisa ia lihat leluasa di masa depan karena Ibuk sudah tiada. Rhea merasakan dadanya menjadi sesak mengingat hal tersebut. Bukan hanya dirinya yang kehilangan tapi juga Bapak. Andai Bapak bisa melihat pemandangan ini dengan mata kepalanya sendiri. Melihat bagaimana Ibuk begitu mencintainya. Mungkin Bapak tidak harus bertanya-tanya tentang apakah beliau sudah mencintai istrinya sebanyak mungkin, atau sudah mencintai istrinya dengan benar. Karena jawabannya bisa diketahui dari bagaimana cara Ibuk melihat Bapak saat ini.

Rhea masih berdiri di tempatnya, mengamati kedua orang paling berarti dalam hidupnya ketika Tante Linda memukul pelan pundaknya. Wanita muda itu memberikan senyum lebarnya kemudian melebarkan kedua lengan untuk kemudian memeluk Tantenya. Rhea selalu memeluk wanita itu sejak beberapa hari terakhir. Takut jika nanti ia tidak punya kesempatan lagi untuk memeluk beliau.

Linda menghela Ale menjauh dari Kakak dan Abang iparnya yang terlihat sedang sibuk berdua. Membuka pintu kamarnya, Linda kemudian menuntun Rhea untuk duduk di atas ranjangnya. Setelah itu Linda membuka lemari pakaiannya sebelum berbalik pada wanita yang mengaku bernama Ale. Linda membuka kepalan tangan Ale kemudian meletakkan kepalan tangannya di sana.

"Ini untuk apa, Tan?" tanya Rhea dengan kedua mata membola saat mengetahui bahwa Tante Linda meletakkan cincin emasnya ke dalam telapak tangannya. Kini Tante membuat Rhea kembali mengepalkan telapak tangannya. Wanita itu hanya mengangguk dengan kedua mata terpejam padanya. Belum sempat Rhea mengucapkan penolakan Tante Linda sudah menggeleng seolah wanita tersebut mengetahui apa yang akan Rhea katakan.

Meski dirinya sudah menjadi gembel sejak terlempar ke masa lalu, Rhea tidak akan menerima apa pun dari keluarganya. Karena Rhea tau bahwa ia tidak akan pernah bisa memberikan apa-apa pada keluarganya. Rhea bukan jenis anak yang bisa membahagiakan orang tua karena begitu tamat kuliah ia memilih untuk fokus mengejar Adrian Russel. Melupakan fakta bahwa ada orang-orang yang harusnya ia bahagiakan. Makanya jika seandainya membutuhkan sesuatu maka Rhea hanya akan menjual cincin kawinnya bersama Drian. Cincin yang ia pakai kembali setelah melemparkannya pada pria tersebut. Rhea ingat betul alasan kenapa ia memakai cincin ini lagi. Yaitu karena dirinya sudah terlanjur muak mendengar Drian dan kata-katanya. Drian selalu membuat Rhea mengingat bagaimana ia memeluk pacarnya di lift hari itu. Maksudnya bukan sengaja membuat Rhea mengingat hal tersebut. Hanya saja sejak tertangkap basah hari itu, Drian jadi mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan wanita itu. Drian selalu mengulang-ulang ceritanya sehingga Rhea memilih untuk berpura-pura memaafkannya dan melupakan semua yang sudah terjadi. Rhea membuang napasnya kesal, Drian lagi Drian lagi. Berbanding terbalik dengan pelajaran yang tidak pernah bisa ia mengerti, Drian selalu menempel di otaknya. Dan hal itu membuat Rhea semakin menyadari betapa bodohnya ia.

Rhea Davina RusselTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang