Part 11

114 18 2
                                    

Nues tidak menyangka kalau ternyata Ais itu anaknya nurut sama orang tua padahal yang Nues tahu gadis itu cueknya minta ampun, kalau sama dia. Nues jadi semakin penasaran dengan gadis yang sekarang menyandang sebagai calon istrinya. Menurutnya, Ais itu beda dengan gadis lainnya. Dilihat dari gayanya menandakan orangnya enggak mau ribet. Ya, seperti sekarang, pakaiannya simple banget hanya menggunakan hoodie hijau army sama celana training merah. Simple, tapi ia suka. Bahkan ia sudah suka sama Ais saat pertama kali mereka bertemu waktu Ais tidak sengaja menabrak motornya. Hanya melihat dari matanya saja Nues sudah suka. Sekarang Nues baru percaya kalau cinta pada pandangan pertama itu ada karna ia sudah mengalaminnya sendiri.

Sekarang ia sama Ais lagi nonton televisi di ruang tamu dengan pintu yang terbuka agar tidak menimbulkan fitnah karena hanya ada mereka berdua. Jadi, aktifitas mereka berdua bisa terlihat dari luar. Tadi orang tuanya sempat menyuruh Nues untuk menjaga calon makmumnya karena pak Edi dan bu Sarah sedang pergi menjenguk anak temannya.

"Non." Nues duduk di sebelah Ais. Namun, Ais tetap saja fokus ke tv yang menayangkan berita tentang sepak bola.

"Gak usah deket-deket bisa gak?" tanyanya dengan sedikit ketus sembari bergeser. Sedikit menjauh dari Nues.

"Is," Nues manggil lagi.

"Hm." Ais hanya menjawab dengan dehaman tanpa menoleh sedikit pun.

"Aku bangga banget sama kamu. Di balik sifat bodo amat kamu itu, ternyata kamu peduli juga sama orang lain sampai rela hujan-hujanan hanya untuk orang lain, bahkan belum lama kenal. Gimana sama aku nanti yang udah kenal banget," ucap Nues dengan penuh percaya diri. Ais melirik dari ekor matanya, "PD sekali, Bung," batinnya.

"Gimana perasaan kamu saat tau aku calon suami kamu?" tanyanya yang tak bosan melihat wajah Ais dari samping. Gadis itu tak memberi jawaban atas apa yang pria itu tanyakan.

"Kamu gak kaget gitu pria tampan kayak aku ini yang jadi suami kamu?"

"Biasa aja. Ngapain masih di sini?" tanyanya sinis.

"Calon mertua kan nyuruh aku buat jagain kamu, Calon Makmumkuuuuuu."

"Gue udah gede gak perlu Bapak jagain."

"Itu amanat dari calon mertua lho, Is." Ais menghela napas. Kenapa juga ayahnya harus menyuruh pria di sampingnya ini tetap di sini. Biasanya juga sendiri tidak masalah. Ais yakin, ada udang di balik tepung bakwan Sasa.

"Kamu masih kedinginan, enggak?"

"Gak usah sok peduli."

"Aku nanya serius. Kalau kedinginan kan bisa aku peluk," ucap Nues dengan cengirannya.

"Gak usah macem-macem," ancam Ais.

Nues diam. Mulutnya bergerak ke kanan-kiri. Berpikir untuk lebih bisa mencairkan suasana karena baru kali ini ia bertemu dengan gadis yang cueknya minta ampun. Kalau bukan karna cinta, mungkin Nues sudah melambaikan tangan, tanda gak kuat alias nyerah.

"Besok berangkat kerja aku anter, gimana?"

"Gak perlu." Sepertinya Nues harus mengisi stok kesabaran untuk membuat hati Ais luluh.

"Bapak gak usah sok akrab."

"Sok akrab gimana?" tanya Nues tak mengerti.

"Gak usah pake aku kamuan, karena kita hanya sebatas instruktur dan murid. Gak akan bisa lebih dari itu." Ais menegaskan. Perkataan Ais barusan sedikit menyentil hati Nues. Cukup bikin sesak di dada. Namun, pria itu tetap berusaha terlihat baik-baik saja.

"Kan, itu kalau di tempat kursus. Kalau di sini, ya, beda, dong, Non. Kan, aku calon suami kamu, wajarlah kalo pengen akrab sama calon istri sendiri."

Tender Love (Judul sebelumnya 'ICE')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang